Pilkada di Tengah Pandemi, Keselamatan Jiwa Harus Jadi Prioritas

Selasa, 09 Juni 2020 - 16:18 WIB
loading...
Pilkada di Tengah Pandemi,...
Pilkada Serentak 2020 akan dimulai pada 15 Juni mendatang. Meski di tengah pandemi Corona, keselamatan jiwa harus menjadi prioritas. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 akan dimulai pada 15 Juni mendatang. Diawali dengan pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di 270 kabupaten/kota dan provinsi menjadi polemik karena berlangsung di tengah pandemi Covid-19.

Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustofa mengatakan, karena pilkada tahun ini digelar di tengah pandemi Covid-19 maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara harus memberikan prioritas pada sisi kesehatan. Artinya, keselamatan jiwa baik penyelenggara maupun masyarakat pemilihnya harus benar-benar diperhatikan di setiap tahapannya. "Keselamatan nyawa harus menjadi prioritas," ujar Saan dalam Live IG SINDOnews bertajuk Pilkada di Tengah Pandemi, belum lama ini. (Baca juga: Hindari Pembengkakan Anggaran, DPD Sarankan Pilkada Digelar Tahun Depan)

Dikatakan politikus Partai Nasdem ini, berkaca pada penyelenggaraan Pemilu 2019 lalu dimana jatuh banyak korban meninggal, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ini harus benar-benar memperhatikan keselamatan jiwa masyarakat. Apalagi, pelaksanaan pilkada ini berlangsung di tengah pandemi Covid-19.

Menurut Saan, sebenarnya secara teknis, pelaksanaan pilkada ini jauh lebih sederhana dibandingkan Pemilu 2019 lalu. Selain karena hanya memilih kepala daerah, jumlah pemilih per TPS juga dibatasi maksimal hanya 500 pemilih saja sebagai bagian dari upaya menghindari kerumunan. "Secara teknis sebenarnya lebih sederhana, tapi karena situasinya pandemi jadi ya tetap saja harus benar-benar memperhatikan sisi kesehatan," urainya.

Dikatakan Saan, di tengah polemik waktu penyelenggaraan Pilkada Serentak yang ditetapkan pada 9 Desember 2020, DPR menyetujui usulan waktu pelaksanaan tersebut dengan sejumlah pertimbangan. Selain karena adanya jaminan dari KPU sebagai penyelenggara bahwa pilkada bisa digelar di tengah pandemi dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ketat, juga karena tidak ada kepastian tahun depan pandemi akan berakhir. "Kalau diundur sampai 2021, kan gak ada jaminan juga tahun depan pandemi ini berakhir makanya DPR menyetujui opsi 9 Desember 2020," katanya. (Baca juga: Pilkada 2020 Digelar Desember Timbulkan Banyak Persoalan)

Karena itu, menurut Saan, penetapan penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi juga berimplikasi pada membengkaknya biaya pelaksanaan. Sebab, KPU harus menyiapkan berbagai perlengkapan pelaksanaan pilkada dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. "Mulai dari penyediaan APD (Alat Pelindung Diri) seperti masker, tinta setelah mencoblos yang seperti biasanya dipakai ramai-ramai, hand sanitizer, termasuk alat coblosnya itu gak seperti biasanya dipakai ramai-ramai. Pokoknya protokol kesehatan harus ketat. Kalau ada pemilih yang sakit, misalnya, bukan mereka yang datang, tapi petugas yang mendatangi," urainya.

Saat meminta dalam pengadaan APD, KPU berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sehingga KPU tidak perlu lagi mengurus pengadaan APD. "Kan Gugus Tugas yang tahu kebutuhan APD, mereka saja yang mengadakan. KPU cukup menyampaikan kebutuhannya berapa jadi KPU tidak usah repot-repot lagi mengurusi pengadaan APD," katanya.

KPU sendiri telah mengeluarkan estimasi penambahan biaya hingga mencapai Rp5 triliun karena harus memenuhi standarisasi protokol kesehatan dari seluruh tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020. Terkait penambahan anggaran tersebut, kata Saan, sebelum membahas final anggaran pelaksanaan pilkada dengan DPR, pihaknya meminta KPU menghitung secara detail bersama dengan Kementerian Keuangan dan juga Kementerian Dalam Negeri. Sebab, untuk saat ini, banyak pula daerah yang mengalami defisit APBD.

"Nah, itu harus dihitung dan dipilah benar, mana daerah yang mampu membiayai pilkada, mana yang benar-benar tidak mampu. Kalau yang tidak mampu ya nanti ditangani dengan APBN," katanya.

Saan juga mengingatkan agar Pilkada Serentak 2020 berlangsung dengan adil dan jujur. Karena itu, Saan mengingatkan agar momentum pandemi Covid-19 ini tidak dijadikan celah bagi para calon untuk melakukan praktik-praktik politik kotor. "Misalnya dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh seorang kepala daerah yang mau maju lagi, sebenarnya itu bantuan pemerintah pusat tapi ada yang ditempeli stiker kepala daerah tersebut. Jadi Bawaslu juga harus memprhatikan hal-hal seperti ini," katanya.

Dikatakan Saan, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 ini jangan sampai mengurangi kualitas dari pilkada itu sendiri. Termasuk mengenai partisipasi pemilih, pihaknya meminta KPU agar maksimal dalam melakukan sosialisasi sehingga partisipasi pemilih akan tetap tinggi. "Ini juga momentum untuk bagaimana ke depan pelaksanaan pemilihan umum itu bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi. Kalau pemilihan secara online belum bisa dilakukan, tapi seperti sosialisasi dan lainnya itu bisa dilakukan melalui virtual," tuturnya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1739 seconds (0.1#10.140)