Kontroversi RUU Pemilu, PT 20% Ulang Polarisasi Tajam di Pilpres 2019

Selasa, 09 Juni 2020 - 09:05 WIB
loading...
A A A
Terkait implikasi ambang batas 20% membuat hanya dua pasang capres yang bersaing, Wakil Ketua Komisi II DPR itu mengatakan bukan sesuatu yang negatif. Bahkan, tradisi dua pasang capres itu juga positif kalau dilihat dari perspektif lain. (Baca: Tiga Opsi Besaran Ambang Batas Parlemen di Pemilu 2024)

Dalam sistem pilpres di Indonesia, pemenang diharuskan mendapatkan 50%+1. Maka dengan dua pasang bertarung itu, bisa langsung tercapai, tidak perlu dua putaran. Dari sisi teknis dan pembiayaan, dia menilai ini lebih efisien dan memberikan kepastian pada proses pilpres.

Soal kekhawatiran polarisasi di masyarakat, Saan berpandangan, dengan beberapa pasangan capres pun ujungnya tetap dua pasang nanti yang bertarung kalau di putaran pertama belum ada pasangan calon yang menang 50% +1.

“Kan nanti ditentukan di putaran kedua juga. Artinya, tetap saja ujungnya dua capres, hanya saja prosesnya yang melambat. Ini sama seperti di Pemilu 2004, ada banyak pasangan capres, tapi ujungnya mengerucut dua,” ungkap Saan. (Baca juga: Satu Mal di Kabupaten BogorBoleh Beroperasi di Masa Transisi PSBB)

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PPP Arwani Thomafi menjelaskan, PPP belum membahas soal besaran presidential threshold itu. Tetapi, PPP berpendapat bahwa pemilu legislatif (pileg) dan pilpres sebaiknya dipisah lagi seperti sebelumnya, Pemilu 2019.

“Evaluasi kita pada pelaksanaan Pemilu 2019, banyak catatan terkait aspek keselamatan penyelenggara dan kemudahan dalam memilih,” kata Arwani saat dihubungi kemarin.

Karena itu, Arwani melanjutkan dengan ada pemisahan pileg dan pilpres, itu berimplikasi pada presidential threshold. Jadi, pileg terlebih dulu digelar. Setelah hasil pileg didapat, itu bisa digunakan untuk tiket pilpres. Namun, pada prinsipnya, PPP juga tidak ingin terjadi lagi polarisasi seperti di Pemilu 2019.

“Kita ingin presidential threshold itu dimunculkan untuk menyaring, tapi jangan sampai menutup potensi-potensi koalisi partai bisa lebih banyak bermunculan, prinsipnya itu dulu,” terangnya.

Ditanya soal besaran presidential threshold yang diinginkan partainya, Wakil Ketua Umum DPP PPP ini menjawab bahwa arahnya sama dengan Pemilu 2019, yakni 20%. “Tetap ya (20%), cuma kita maunya pileg-pilpres dipisah,” pungkasnya. (Lihat Videonya: Bosan di Tengah Pandemi, warga Bendung Saluran Irigasi Jadi Wisata Air)

Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan ambang batas pencalonan presiden disamakan besarannya dengan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. PKS mengusulkan di angka 4%-5% guna mempermudah pencalonan karena akan lebih banyak koalisi terbentuk.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0904 seconds (0.1#10.140)