Dapur Mulai Tak Ngebul, Mayoritas Warga Setuju Relaksasi PSBB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagian besar masyarakat menyetujui jika ada relaksasi terhadap pembatasan sosial skala besar (PSBB) di sejumlah wilayah di Tanah Air. Relaksasi tersebut berguna bagi upaya menggerakkan kembali roda perekonomian.
Pandangan masyarakat tersebut tergambar dalam jajak pendapat yang dilaksanakan Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia (Indikator). Dari hasil tersebut sebanyak 46,9% responden menyatakan setuju terhadap relaksasi PSBB, 35,4% tidak setuju, 7,1% sangat setuju, 1,4% sangat tidak setuju. Ada 9,3% responden yang menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
“Kalau kita tanyakan warga terhadap rencana pemerintah untuk melakukan relaksasi pembatasan sosial seperti masyarakat berusia di bawah 45 tahun boleh beraktivitas kembali sebagian besar menyatakan setuju,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi dalam jumpa pers secara virtual, Minggu (7/6/2020).
Kendati setuju dengan pelonggaran PSBB, sebagian besar masyarakat tidak setuju jika PSBB dihentikan. Hampir 50% responden memilih untuk melanjutkan PSBB agar penyebaran virus corona (Covid-19) bisa diatasi. "Kalau kita tanyakan warga yang terpilih sebagai responden 50,6% mengatakan PSBB sebaiknya dilanjutkan, tetapi angka 50,6% tadi meskipun sedikit di angka mayoritas jangan lupa margin of error 2,9% itu tidak terlalu berbeda jauh dengan warga yang mengatakan PSBB sudah cukup dan harus segera dihentikan agar ekonomi segera berjalan," ujarnya. (Baca: Sukses Kalahkan Covid-19, Selandia Baru Kembali ke Kehidupan Normal)
Dari data yang disajikan sebanyak 50,6% responden memilih PSBB untuk tetap dilanjutkan. Adapun 43,1% memilih untuk menyudahi PSBB agar ekonomi bisa berjalan. "Publik terbelah besar menyikapi apakah PSBB sebaiknya dilanjutkan atau sudah cukup sehingga bisa dihentikan saja," ucapnya.
Selain persoalan PSBB, lanjut Burhan, jajak pendapat Indikator juga menemukan beberapa temuan menarik. Di antaranya kurang lebih setelah tiga bulan berada dalam situasi pandemi warga menilai bahwa kondisi ekonomi nasional secara umum buruk (57,6%) dan sangat buruk (23,4%). Persepsi terhadap kondisi ekonomi nasional itu adalah yang terburuk sejak 2004. Di tingkat rumah tangga, mayoritas warga merasakan dampak ekonomi secara langsung.
“Mayoritas warga saat ini menilai kondisi ekonomi rumah tangga saat ini lebih buruk atau jauh lebih buruk (83,7%) dibandingkan tahun lalu. Penilaian ini jauh meningkat dibandingkan survei pada Februari lalu ketika hanya sekitar 22% yang menilai demikian,” katanya. (Baca juga: Era New Normal, Pendidikan Jarak Jauh Tetap Prioritas)
Burhan juga menyampaikan jika mayoritas warga saat ini juga menjawab bahwa pendapatan kotor rumah tangga saat ini menurun (86%). Dalam tiga bulan terakhir, jawaban “menurun” ini mengalami tren peningkatan yang tajam. Penurunan ini dirasakan cukup merata di semua kategori sosio-demografis. “Akan tetapi, berdasar pendidikan tampak pola yang menunjukkan bahwa warga berpendidikan SLTA ke bawah lebih banyak yang merasakan penurunan, sementara warga berpendidikan tinggi lebih sedikit merasakan penurunan,” ujarnya.
Terkait penanganan Covid-19, kata Burhan, kepuasan publik dengan langkah-langkah pemerintah dalam pencegahan penyebaran Covid-19 masih mayoritas, tapi menurun signifikan dibanding tiga bulan sebelumnya. Dibandingkan dengan warga berpendidikan menengah dan rendah, kelompok warga berpendidikan tinggi cenderung kurang puas dengan langkah pemerintah mencegah penyebaran Covid-19. Sementara warga di Jawa Barat cenderung kurang puas dibandingkan warga di wilayah lain. “Mayoritas publik cukup atau sangat puas atas kinerja Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di bawah pimpinan Doni Monardo, 63,7%,” ujarnya.
Terkait kinerja Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, kepuasan publik berada di angka 66,5%. Angka ini sedikit menurun jika dibanding temuan sebelumnya, 69.5%. Kepuasan pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin lebih dominan dibandingkan pendukung Prabowo-Sandi. “Warga di Jabar cenderung lebih dominan yang tidak puas,” kata Burhan.
Survei ini diambil dari 1.200 responden melalui telepon. Adapun responden dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020. Survei dilakukan menggunakan metode simple random sampling dengan margin of error sekitar ±2,9% pada tingkat kepercayaan 95% dari seluruh provinsi dan survei dilakukan pada 16-18 Mei 2020.
Di lain pihak, Juru Bicara (Jubir) Presiden Fadjroel Rachman mengatakan bahwa Covid-19 mengancam kesehatan dan memukul daya tahan ekonomi secara global. Pada kondisi saat ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kepemimpinannya yang membangun sistem responsif. “Sistem responsif yang mampu menciptakan keamanan secara komprehensif baik kesehatan maupun perekonomian rakyat, serta keberlanjutan hidup bangsa,” katanya kepada media, Senin (8/6/2020).
Fadjroel menjelaskan bahwa hal tersebut tampak dalam pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Di mana pengorganisasian Gugas Covid-19 melibatkan BNPB, seluruh kementerian/lembaga, Polri, TNI dan pemerintahan daerah. “Survei Indikator memperlihatkan bahwa 63,7% masyarakat puas terhadap kinerja Gugas Covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa sistem responsif pandemi yang dibangun Presiden Joko Widodo benar-benar bekerja dalam menciptakan keamanan dalam dimensi kesehatan, sosial dan ekonomi,” ungkapnya. (Baca juga: Ojol Kembali Beroperasi, Driver: Orderan Penumpang Masih Sepi)
Dia juga mengatakan kepemimpinan Jokowi juga terlihat dari bagaimana mengorganisasi lembaga-lembaga negara termasuk Polri dan TNI. Hal ini terlihat dari tingkat kepercayaan mayoritas masyarakat. “Sebesar 85,7 % responden merasa yakin bahwa polisi dapat menjaga keamanan selama masa pandemi, 88,9% responden merasa yakin TNI dapat menjaga keamanan selama masa pandemi,” ujarnya.
Lebih lanjut Fadjroel juga melihat bahwa mayoritas masyarakat percaya kepada pemerintah pusat. Hal ini karena orkestrasi yang dilakukan Presiden terhadap lembaga pemerintahan dalam menjalankan sistem responsif. “Ini bisa dirasakan oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari survei Indikator yang menunjukkan 47,6% cukup puas dan 8,8% sangat puas terhadap pemerintah pusat atau rata-rata mencapai 56,4%,” katanya. (Dita Angga/SINDOnews)
Pandangan masyarakat tersebut tergambar dalam jajak pendapat yang dilaksanakan Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia (Indikator). Dari hasil tersebut sebanyak 46,9% responden menyatakan setuju terhadap relaksasi PSBB, 35,4% tidak setuju, 7,1% sangat setuju, 1,4% sangat tidak setuju. Ada 9,3% responden yang menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
“Kalau kita tanyakan warga terhadap rencana pemerintah untuk melakukan relaksasi pembatasan sosial seperti masyarakat berusia di bawah 45 tahun boleh beraktivitas kembali sebagian besar menyatakan setuju,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi dalam jumpa pers secara virtual, Minggu (7/6/2020).
Kendati setuju dengan pelonggaran PSBB, sebagian besar masyarakat tidak setuju jika PSBB dihentikan. Hampir 50% responden memilih untuk melanjutkan PSBB agar penyebaran virus corona (Covid-19) bisa diatasi. "Kalau kita tanyakan warga yang terpilih sebagai responden 50,6% mengatakan PSBB sebaiknya dilanjutkan, tetapi angka 50,6% tadi meskipun sedikit di angka mayoritas jangan lupa margin of error 2,9% itu tidak terlalu berbeda jauh dengan warga yang mengatakan PSBB sudah cukup dan harus segera dihentikan agar ekonomi segera berjalan," ujarnya. (Baca: Sukses Kalahkan Covid-19, Selandia Baru Kembali ke Kehidupan Normal)
Dari data yang disajikan sebanyak 50,6% responden memilih PSBB untuk tetap dilanjutkan. Adapun 43,1% memilih untuk menyudahi PSBB agar ekonomi bisa berjalan. "Publik terbelah besar menyikapi apakah PSBB sebaiknya dilanjutkan atau sudah cukup sehingga bisa dihentikan saja," ucapnya.
Selain persoalan PSBB, lanjut Burhan, jajak pendapat Indikator juga menemukan beberapa temuan menarik. Di antaranya kurang lebih setelah tiga bulan berada dalam situasi pandemi warga menilai bahwa kondisi ekonomi nasional secara umum buruk (57,6%) dan sangat buruk (23,4%). Persepsi terhadap kondisi ekonomi nasional itu adalah yang terburuk sejak 2004. Di tingkat rumah tangga, mayoritas warga merasakan dampak ekonomi secara langsung.
“Mayoritas warga saat ini menilai kondisi ekonomi rumah tangga saat ini lebih buruk atau jauh lebih buruk (83,7%) dibandingkan tahun lalu. Penilaian ini jauh meningkat dibandingkan survei pada Februari lalu ketika hanya sekitar 22% yang menilai demikian,” katanya. (Baca juga: Era New Normal, Pendidikan Jarak Jauh Tetap Prioritas)
Burhan juga menyampaikan jika mayoritas warga saat ini juga menjawab bahwa pendapatan kotor rumah tangga saat ini menurun (86%). Dalam tiga bulan terakhir, jawaban “menurun” ini mengalami tren peningkatan yang tajam. Penurunan ini dirasakan cukup merata di semua kategori sosio-demografis. “Akan tetapi, berdasar pendidikan tampak pola yang menunjukkan bahwa warga berpendidikan SLTA ke bawah lebih banyak yang merasakan penurunan, sementara warga berpendidikan tinggi lebih sedikit merasakan penurunan,” ujarnya.
Terkait penanganan Covid-19, kata Burhan, kepuasan publik dengan langkah-langkah pemerintah dalam pencegahan penyebaran Covid-19 masih mayoritas, tapi menurun signifikan dibanding tiga bulan sebelumnya. Dibandingkan dengan warga berpendidikan menengah dan rendah, kelompok warga berpendidikan tinggi cenderung kurang puas dengan langkah pemerintah mencegah penyebaran Covid-19. Sementara warga di Jawa Barat cenderung kurang puas dibandingkan warga di wilayah lain. “Mayoritas publik cukup atau sangat puas atas kinerja Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di bawah pimpinan Doni Monardo, 63,7%,” ujarnya.
Terkait kinerja Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, kepuasan publik berada di angka 66,5%. Angka ini sedikit menurun jika dibanding temuan sebelumnya, 69.5%. Kepuasan pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin lebih dominan dibandingkan pendukung Prabowo-Sandi. “Warga di Jabar cenderung lebih dominan yang tidak puas,” kata Burhan.
Survei ini diambil dari 1.200 responden melalui telepon. Adapun responden dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020. Survei dilakukan menggunakan metode simple random sampling dengan margin of error sekitar ±2,9% pada tingkat kepercayaan 95% dari seluruh provinsi dan survei dilakukan pada 16-18 Mei 2020.
Di lain pihak, Juru Bicara (Jubir) Presiden Fadjroel Rachman mengatakan bahwa Covid-19 mengancam kesehatan dan memukul daya tahan ekonomi secara global. Pada kondisi saat ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kepemimpinannya yang membangun sistem responsif. “Sistem responsif yang mampu menciptakan keamanan secara komprehensif baik kesehatan maupun perekonomian rakyat, serta keberlanjutan hidup bangsa,” katanya kepada media, Senin (8/6/2020).
Fadjroel menjelaskan bahwa hal tersebut tampak dalam pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Di mana pengorganisasian Gugas Covid-19 melibatkan BNPB, seluruh kementerian/lembaga, Polri, TNI dan pemerintahan daerah. “Survei Indikator memperlihatkan bahwa 63,7% masyarakat puas terhadap kinerja Gugas Covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa sistem responsif pandemi yang dibangun Presiden Joko Widodo benar-benar bekerja dalam menciptakan keamanan dalam dimensi kesehatan, sosial dan ekonomi,” ungkapnya. (Baca juga: Ojol Kembali Beroperasi, Driver: Orderan Penumpang Masih Sepi)
Dia juga mengatakan kepemimpinan Jokowi juga terlihat dari bagaimana mengorganisasi lembaga-lembaga negara termasuk Polri dan TNI. Hal ini terlihat dari tingkat kepercayaan mayoritas masyarakat. “Sebesar 85,7 % responden merasa yakin bahwa polisi dapat menjaga keamanan selama masa pandemi, 88,9% responden merasa yakin TNI dapat menjaga keamanan selama masa pandemi,” ujarnya.
Lebih lanjut Fadjroel juga melihat bahwa mayoritas masyarakat percaya kepada pemerintah pusat. Hal ini karena orkestrasi yang dilakukan Presiden terhadap lembaga pemerintahan dalam menjalankan sistem responsif. “Ini bisa dirasakan oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari survei Indikator yang menunjukkan 47,6% cukup puas dan 8,8% sangat puas terhadap pemerintah pusat atau rata-rata mencapai 56,4%,” katanya. (Dita Angga/SINDOnews)
(ysw)