Kutip Pernyataan Ketua KPK, LaNyalla: Presidential Threshold Sumber Korupsi

Kamis, 16 Desember 2021 - 12:31 WIB
loading...
Kutip Pernyataan Ketua...
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan dengan presidential threshold 0% maka tidak ada lagi demokrasi berbiaya tinggi di Indonesia. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti memberikan orasi secara virtual pada Training Politik Nasional Pengurus Besar HMI MPO, Rabu (15/12/2021). Pada acara yang mengambil tema 'Dilema Otonomi Daerah: Antara Aspirasi Lokal dan Desentralisasi Praktik Korupsi', LaNyalla mengutip pernyataan Ketua KPK, Firli Bahuri.

"Ketua KPK Saudara Firli Bahuri mengatakan bahwa sudah seharusnya persyaratan ambang batas pencalonan presiden, atau presidential threshold dihapus. Karena menurutnya, hal itu adalah salah satu cara untuk mengentaskan korupsi atau sebagai upaya untuk menciptakan zero korupsi," papar LaNyalla dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (16/12/2021).

LaNyalla melanjutkan, Ketua KPK mengatakan, harus 0% bukan diturunkan menjadi 15%, 10%, 5% atau angka lainnya. Sebab, menurutnya, dengan presidential threshold 0%, maka tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.

Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Sebut Presidential Threshold Seharusnya 0%, Politikus PDIP: Offside

"Karena biaya politik tinggi itulah yang menyebabkan adanya politik transaksional. Itulah sekilas isi berita yang saya sampaikan di sini sebagai pengantar," kata LaNyalla.

Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, Anda semua pasti tahu, bahwa pemberlakuan ambang batas tersebut tidak hanya berlaku di domain pencalonan presiden, tetapi juga di domain pencalonan kepala daerah.

Untuk mencalonkan diri sebagai gubernur atau bupati/wali kota, pasangan calon harus mendapat dukungan sekian kursi di DPRD provinsi atau kabupaten/kota. Sama saja dengan presidential threshold.

"Artinya apa? Artinya harus membayar 'uang mahar' kepada partai. Dan, ini sudah menjadi rahasia umum, meskipun dikatakan ada partai politik yang tidak menerima uang mahar," beber dia.

Baca juga: Golkar Tetap Tolak Presidential Threshold 0%, Sebut Berpotensi Timbulkan Kericuhan

Bisa dibayangkan berapa yang harus dikeluarkan oleh pasangan calon kepala daerah yang 'memborong' partai politik. Sehingga, ada beberapa kasus Pilkada yang melawan kotak kosong atau melawan partai politik minoritas. "Belum lagi biaya kampanye dan biaya saksi yang harus dikeluarkan," ujarnya.

LaNyalla menegaskan tidak akan mengulas praktik korupsi terlalu mendalam. Sebab, sudah sangat banyak pakar dan akademisi, sekaligus aktivis dan pegiat anti-korupsi yang telah melakukan kajian dan penelitian tentang praktik korupsi di daerah.

"Saya ingin mengulas praktik korupsi yang lebih tersamar akibat pemberian ambang batas pencalonan, baik pencalonan presiden maupun pencalonan kepala daerah. Apa itu? Yaitu praktik korupsi kebijakan," papar LaNyalla.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1848 seconds (0.1#10.140)