Ilmu sebagai Kekalahan

Senin, 08 Juni 2020 - 16:10 WIB
loading...
Ilmu sebagai Kekalahan
Al Makin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Foto/dok Mardliyyah UGM
A A A
Al Makin
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


JIKA
diibaratkan dalam sebuah perlombaan antara pengetahuan dan sektor lain di Republik ini, maka ilmu berada berdiri di garis paling bontot. Bidang-bidang kehidupan lain dipertimbangkan oleh masyarakat kita dalam hidup, terutama agama, ekonomi dan politik, pengetahuan mendapatkan porsi yang minim dan mungkin prioritas terakhir.

Bahkan dunia pendidikan kita, tidak cukup menempatkan ilmu sebagai barang terpenting. Para guru dan mereka yang berkhotbah di mimbar-mimbar sering menyerang ilmu pengetahuan sebagai produk duniawi, yang tidak menjanjikan pahala surgawi. Ilmu adalah produk manusia, iman terhadapnya adalah salah.

Tidak keliru, ilmu itu dinamis dan keraguan dalam memeluknya adalah jalan yang selama ini ditempuh para ilmuan. Namun, yang terlanjur sesat adalah ideologi yang mengkerdilkan ilmu dalam kehidupan.

Dalam berbagai suasana dan kondisi, ilmu dan sains selalu jadi bahan candaan. Agama, ekonomi, dan politik, di atas semuanya. Seni dan olahraga juga anak tiri lain di negeri ini.

Ironisnya, masyarakat kita terlepas dari semua jenis profesi, etnis, dan iman kenyataannya memakai berbagai jenis produk sains dan perkembangan terkini. Lebih ironis lagi, dari kendaraan merek mesin teranyar, HP teknologi android terbaru, jenis medsos dengan aplikasi ter-updated, sampai WhatsApp group dengan anggota teraktif dalam sharing dan forward berita-berita politik dan nasehat-nasehat keagamaan dan moral, banyak sekali yang mentertawakan proses sains dan teknologi.

Dus, kita lebih percaya pada rumor, mitos, berita-berita tak jelas asal muasal dan landasan, dan nasehat-nasehat ukhrawi yang sama namun diulang-ulang.

Jelasnya, bangsa ini memakai produk sains dan teknologi ala globalisasi dengan bangga, tetapi mengimani ideologi dan kepercayaan yang melawannya. Ibaratnya, kita semua ini sedang selfi dengan telefon genggam teranyar, tetapi tetap menunggangi kereta ditarik kuda seperti ratusan tahun silam. Sebuah ironi memang, ketidakpercayaan pada proses, tetapi pemakaian produknya dengan riang gembira.

Cara berpikir masyarakat kita masih jauh ke belakang ratusan tahun, tetapi dengan senang hati mengkonsumsi produk sains terkini. Itulah kita, bangsa kita saat ini. Sebuah sinisme dan pesimisme yang tak perlu diperjalas lagi, namun kadangkala relevan sebagai kritik terhadap kondisi terkini.

Gambaran naif ini tidak berlebihan untuk melukiskan kontradiksi dan kekecewaan karena ilmu pengetahuan dipecundangi. Dalam mimbar-mimbar, berlimpahlah anekdot-anekdot yang selalu merendahkan dan mengkerdilkan produk tidak suci: ilmu pengetahuan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1493 seconds (0.1#10.140)