Membaca Tofan Mahdi

Sabtu, 11 Desember 2021 - 06:21 WIB
loading...
A A A
baca juga: Kemenag Luncurkan Buku Moderasi Beragama dalam 3 Bahasa

Buku yang berupa bunga rampai ini juga tak ubahnya guide, bahkan bisa dikatakan modul. Bagi yang senang bepergian dan hobi menulis, terlebih yang rajin membuat catatan, penting sekali membaca dan mempelajari buku ini. Isi buku ini sebenarnya ringan-ringan berat, dengan tulisan sangat lugas, renyah, dan mengalir apa adanya. Saking enaknya dibaca, seperti tak sabar untuk membaca halaman-halaman berikutnya.

Pada buku ini ada cerita perjalanan si penulis ke mancanegara, mulai Singapura, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Turki, Norwegia, Amerika Serikat, dan satu topik yang tak pernah selesai dibahas, Palestina. Selain tentang cerita perjalanan, ada juga tulisan tentang dunia aviasi yang kembali berduka karena isu keselamatan penerbangan. Karena saat ini si penulis sebagai seorang profesional di industri kelapa sawit, sudah barang tentu juga ada isu-isu sawit yang ditulis dengan cara lugas, khas tulisan seorang wartawan.

Habitus Kewartawanan

Membaca buku Pena di Atas Langit 2 enjoy saja. Tak mesti runut per bab atau per judul, bisa lompat-lompat dari halaman/bab belakang, depan, tengah. Suka-suka saja. Buku ini ibarat tuturan yang menjelma tulisan. Nyata sekali, si penulis begitu piawai menuangkan hasrat dan kegelisahannya. Kelenturan menulis dengan cara berkisah bukan karena semata si penulis dulunya pernah menjadi wartawan. Ini lebih karena ia begitu kukuh untuk tetap setia menulis, terus menjaga dan merawat bakat menulisnya, sekalipun sekarang dirinya menjabat vice president kehumasan di sebuah perusahaan ternama.

baca juga: Potret Perjuangan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dalam 8 Bab Buku Mengabdi untuk Rakyat

Sama halnya di buku Pena di Atas Langit yang pertama, habitus kewartawanan Tofan Mahdi juga betul-betul mengemuka dalam bab demi bab, halaman demi halaman di buku Pena di Atas Langit 2. Ekspresi, cara pandang, dan kegelisahan seorang wartawan dalam menghadapi berbagai persoalan, pun ketika yang bersangkutan secara formal tak lagi menyandang status wartawan. Menggunakan istilah filsuf Perancis, Pierre Boudiue, kewartawanan adalah habitus: nilai-nilai sosial yang dihayati seseorang, terbentuk melalui pergulatan hidup yang panjang, lalu secara laten membentuk watak, ciri, dan perilaku orang tersebut.

Habitus begitu kuat tertanam sehingga secara refleks akan mengarahkan bagaimana seseorang bersikap dan memandang permasalahan. Buku ini juga memberi gambaran tentang bagaimana seorang 'mantan wartawan' mesti berkiprah, setelah tidak menjadi wartawan aktif lagi, apa yang mesti dilakukan? Sejauh mana mentalitas dan sentuhan jurnalis tetap dijaga ketika yang bersangkutan bergerak di ruang-ruang baru? Bagaimana laku jurnalistik yang bertumpu pada disiplin verifikasi, prinsip independensi, akurasi dan kehati-hatian tetap dipertahankan ketika melibatkan diri dalam perbincangan publik.

Yang menarik, sebagian besar tulisan dalam buku Pena di Atas Langit 2, sudah pernah dibagikan si penulis di Facebook, dan sebagian sudah dimuat di sejumlah media massa, seperti nasionalisme.co, KORAN SINDO, Harian Disway, BeritaJatim, dan media lainnya. Buku ini juga memuat testimoni dari sejumlah praktisi humas, pejabat, wartawan, pemimpin perusahaan, hingga sahabat-sahabat si penulis.

baca juga: Bukunya Disensor, Mantan Menteri Pertahanan AS Gugat Pentagon
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2745 seconds (0.1#10.140)