Tak Sesuai Dakwaan, Ahli Pidana UI Pertanyakan Tuntutan Mati pada Korupsi Asabri

Kamis, 09 Desember 2021 - 20:30 WIB
loading...
Tak Sesuai Dakwaan,...
Ahli Hukum Pidana UI Eva Achjani Zulfa menilai tuntutan pidana mati terhadap Heru Hidayat tidak memenuhi syarat. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa mempertanyakan tuntutan pidana mati terhadap Presiden PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dalam kasus korupsi PT Asabri . Menurut dia, tuntutan mati tersebut keliru lantaran syaratnya tidak terpenuhi, khususnya mengenai pengulangan tindak pidana.

Pada perkara Asabri, terdapat perbedaan pasal terhadap Heru Hidayat antara surat dakwaan dengan surat tuntutan jaksa. Pada surat dakwaan, Heru dijerat Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31/1999. Namun dalam tuntutan Heru dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat 2 UU tersebut. Eva mengingatkan bahwa dakwaan pada dasarnya merupakan mahkota yang dimiliki jaksa.

"Maka dari itu dakwaan harus jelas dan cermat serta lengkap. Kekeliruan dalam dakwaan menyebabkan dakwaan batal demi hukum. Lihat pasal 143 KUHAP. Karena dakwaan adalah panduan bagi jaksa dan hakim dalam memeriksa perkara," kata Eva dalam keterangannya, Kamis (9/12/2021).



Menurut Eva, jaksa tidak menyelaraskan dakwaan dengan tuntutan. Sementara tuntutan yang sudah dijatuhkan adalah seumur hidup maka yang berlaku adalah stelsel pemidanaan absorbsi dimana pidana kemudian diserap oleh yang lalu.

"Pengulangan tindak pidana atau recidive pada dasarnya adalah keadaan yg memperberat. Makna recidive atau pengulangan apabila terdakwa sebelumnya telah divonis bersalah dan telah menjalani sebagian atau seluruh pidananya," kata Eva.

Padahal dalam perkara dengan terdakwa Heru Hidayat tidak ditemukan adanya pengulangan. Sebagaimana syarat pengulangan yang tertulis dalam Pasal 486-489 KUHP tetapi perbarengan tindak pidana atau samenloop atau disebut juga concursus.

Tindakan tersebut ancaman pidananya mengacu pada pasal 65 KUHP yaitu yang terberat lebih dari 1/3 dari ancaman pidana. Mengacu pada Pasal 2 ayat 1 yang terdapat dalam dakwaan Heru Hidayat, ancaman hukumannya 15 tahun ditambah 1/3 dari total hukuman terberat 15 tahun yakni 20 tahun.

"Karena ancamannya tidak digabungkan dalam dengan Jiwasraya maka dianggap sebagai delik tertinggal, Pasal 71 KUHP. Maka perhitungannya 20 tahun pidana yang telah dijatuhkan dalam vonis sebelumnya," katanya.



Sementara tuntutan jaksa terhadap Heru Hidayat, kata dia, menggunakan Pasal 2 ayat 2 yang merupakan bentuk pemberatan atas Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. Hal tersebut bisa dilakukan asalkan korupsi dalam keadaan bencana. "Maka tuntutan karena pemberatan harusnya sejak awal mengacu pada Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor jo Pasal 71 KUHP," katanya.

Maka dari itu, lanjut Eva, tuntutan yang berbeda dari dakwaan mencerminkan ketidakcermatan JPU dalam membuat dakwaannya. "Maka sebagaimana dalam Pasal 143 KUHAP harusnya batal demi hukum. Dalam hal ini tuntutan tidak dapat ditarik kembali," pungkasnya.

Diketahui, ada delapan terdakwa dalam kasus korupsi Asabri. Mereka adalah mantan Dirut Mayjen Purn Adam Rahmat Damiri, Dirut periode 2016-2020 Letjen Purn Sonny Widjaja, Kepala Divisi Keuangan dan Investasi periode 2012-2015 Bachtiar Effendi, Direktur Investasi dan Keuangan periode 2013-2019 Hari Setianto, Presiden Direktur PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi, Presiden PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, dan Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relations Jimmy Sutopo.

Satu terdakwa lainnya adalah Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro belum sampai pada pembacaan tuntutan dan masih pada tahap pemeriksaan saksi, sehingga belum sampai pada proses pembacaan tuntutan.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Pakar Hukum Nilai Ada...
Pakar Hukum Nilai Ada Pembegalan Kewenangan Kejaksaan untuk Tangani Kasus Korupsi
Kejagung Memulai Penyelidikan...
Kejagung Memulai Penyelidikan Korupsi Pertamina dengan Melihat Kerugian Negara Dinilai Tepat
RKUHAP, Koordinasi Prapenuntutan...
RKUHAP, Koordinasi Prapenuntutan Jaksa dan Polisi Perlu Diperluas
Pakar Hukum Pidana Nilai...
Pakar Hukum Pidana Nilai RUU KUHAP Perlu Dievaluasi
Kritisi Hak Imunitas...
Kritisi Hak Imunitas Jaksa, Pakar Hukum Pidana: Bisa Kebal Tindak Pidana
Pakar Anggap KUHAP yang...
Pakar Anggap KUHAP yang Lama Bikin Aparat Penegak Hukum Terkotak-Kotak
Ahli Pidana KPK Bawa-bawa...
Ahli Pidana KPK Bawa-bawa Kasus Setyo Novanto di Sidang Praperadilan Hasto Kristiyanto
Asas Dominus Litis di...
Asas Dominus Litis di RKUHAP, Pakar Hukum: Berpotensi Menyebabkan Absolutely Power
Asas Dominus Litis di...
Asas Dominus Litis di RKUHAP, Pakar Hukum UMS Sorong Sebut Bisa Jadi Monopoli Kewenangan
Rekomendasi
NEC Raih Standar Emas...
NEC Raih Standar Emas Perlindungan Data, Jaga Keamanan Informasi dari Penjahat Siber
AQUA Dorong Konservasi...
AQUA Dorong Konservasi Air Lewat Skema Pembayaran Jasa Lingkungan
Ilmuwan China Bikin...
Ilmuwan China Bikin Memori Tercepat di Dunia Poxiao: Tembus 400 Pikodetik, Bikin AI Berpikir Secepat Manusia
Berita Terkini
Trimedya Dorong Pengelolaan...
Trimedya Dorong Pengelolaan Barang Sitaan dan Rampasan Jadi Motor Pemasukan Negara
1 jam yang lalu
Pelanggaran HAM dan...
Pelanggaran HAM dan Kehidupan Tragis Perempuan Korea Utara
1 jam yang lalu
Bertemu Wamenkop Ferry,...
Bertemu Wamenkop Ferry, Bupati Sambas Siap Bentuk Koperasi Desa Merah Putih
2 jam yang lalu
Pakar Hukum Nilai Kasus...
Pakar Hukum Nilai Kasus Hukum La Nyalla Terkesan Dipaksakan
2 jam yang lalu
GP Ansor Gelar Gowes...
GP Ansor Gelar Gowes Sejauh 91 Km, Menpora Sediakan Doorprize Umrah
4 jam yang lalu
PN Jakpus Menangkan...
PN Jakpus Menangkan Gugatan Tia Rahmania, PDIP Ajukan Kasasi ke MA
5 jam yang lalu
Infografis
Mengapa Taiwan Khawatir...
Mengapa Taiwan Khawatir akan Diinvasi China pada 2027?
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved