Opsi Maju-Mundur Muktamar NU, Pengamat: Yang Siap Duluan Ingin Dipercepat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dua opsi yang mengemuka soal Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) adalah menunda atau memajukan pelaksanaannya dari jadwal yang telah ditetapkan pada 23-25 Desember 2021. Opsi untuk menunda muktamar disampaikan Sekjen PBNU Helmy Faishal, mengacu kebijakan PPKM level 3 yang diterapkan pemerintah selama libur Natal dan Tahun Baru. Karena itu, menurut dia opsi logis adalah menunda muktamar pada 31 Januari 2021.
Tetapi usulan itu ditolak mentah-mentah Ketua PBNU Saifullah Yusuf. Dia sebaliknya meminta agar muktamar dimajukan sepekan dari jadwal semula. Sebab dia melihat banyak implikasi bila muktamar ditunda, termasuk situasi di PBNU yang dianggap sudah tidak kondusif. Hari ini, Gus Ipul kembali menegaskan keinginan banyak PWNU untuk memajukan pelaksanaan muktamar sebagaimana disampaikan Rois Aam PBNU KH Miftachul Ahyar.
"Ada 27 pengurus Wilayah, 25 merupakan Ketua Tanfidziyah PWNU, dan 2 Rois Syuriah PWNU semalam bertemu dan mendukung keinginan Rois Aam agar Muktamar dipercepat," kata Ketua PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/11/2021).
Pengamat politik dari Universitas Brawijaya Anang Sujoko berpendapat bahwa tarik ulur soal waktu pelaksanaan muktamar NU berkaitan dengan persiapan dan kesiapan, baik panitia maupun kontestan.
Bila tidak ada soal dengan persiapan panitia, maka yang harus dilihat adalah bagaimana persiapan calon-calon yang akan bertarung. ” Logikanya, siapa yang siap duluan ingin dipercepat,” ujar Anang kepada SINDOnews, Minggu (21/11/2021).
Menurut Anang, dilihat dari sosok dan karakter dua nama yang mencuat, yaitu KH Said Aqil Siradj KH Yahya Cholil Staquf, muktamar NU kali ini hanya menawarkan perbedaan kecil.
Menurut dia, bila Said Aqil kembali memimpin, memang tidak akan menawarkan suasana berbeda di NU. Sebaliknya, jika Yahya Staquf yang menang, ada kemungkinan sedikit dinamika di NU.
”Kalau dari informasi yang saya tangkap, bagaimana sikap Pak Yahya Staquf itu relatif memunculkan dinamika, menawarkan keterbukaan, dan daya kritis. Ada sedikitlah dari beliaunya. Akan tetapi, apakah kemudian beliau akan kuat menahan kepentingan di sekitarnya,” ujarnya.
Keistimewaan Said Aqil, lanjut Anang, adalah personality yang kuat. Dengan hal itu, Said Aqil nyaris mampu mengendalikan PBNU secara sempurna.
“Jadi punya pendirian yang kuat sehingga dia mampu ‘mengendalikan’ orang-orang di bawah PBNU untuk mendukung suaranya. Atau paling enggak, kalau enggak setuju diam,” tuturnya.
Inilah yang masih menjadi tanda tanya pada sosok Yahya Staquf. “Nah, Pak Yahya Staquf punya itu apa nggak nanti? Track record inilah yang saya belum menangkap dalam sebuah kontestasi besar. Kemudian (apakah) beliau mampu menyuarakan dan menunjukkan kekuatan personality-nya. Paling enggak, kalau Pak Yahya Staquf ini akan memunculkan dinamika yang sedikit berbeda (dari sekarang),” paparnya.
Tetapi usulan itu ditolak mentah-mentah Ketua PBNU Saifullah Yusuf. Dia sebaliknya meminta agar muktamar dimajukan sepekan dari jadwal semula. Sebab dia melihat banyak implikasi bila muktamar ditunda, termasuk situasi di PBNU yang dianggap sudah tidak kondusif. Hari ini, Gus Ipul kembali menegaskan keinginan banyak PWNU untuk memajukan pelaksanaan muktamar sebagaimana disampaikan Rois Aam PBNU KH Miftachul Ahyar.
"Ada 27 pengurus Wilayah, 25 merupakan Ketua Tanfidziyah PWNU, dan 2 Rois Syuriah PWNU semalam bertemu dan mendukung keinginan Rois Aam agar Muktamar dipercepat," kata Ketua PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/11/2021).
Pengamat politik dari Universitas Brawijaya Anang Sujoko berpendapat bahwa tarik ulur soal waktu pelaksanaan muktamar NU berkaitan dengan persiapan dan kesiapan, baik panitia maupun kontestan.
Bila tidak ada soal dengan persiapan panitia, maka yang harus dilihat adalah bagaimana persiapan calon-calon yang akan bertarung. ” Logikanya, siapa yang siap duluan ingin dipercepat,” ujar Anang kepada SINDOnews, Minggu (21/11/2021).
Menurut Anang, dilihat dari sosok dan karakter dua nama yang mencuat, yaitu KH Said Aqil Siradj KH Yahya Cholil Staquf, muktamar NU kali ini hanya menawarkan perbedaan kecil.
Menurut dia, bila Said Aqil kembali memimpin, memang tidak akan menawarkan suasana berbeda di NU. Sebaliknya, jika Yahya Staquf yang menang, ada kemungkinan sedikit dinamika di NU.
”Kalau dari informasi yang saya tangkap, bagaimana sikap Pak Yahya Staquf itu relatif memunculkan dinamika, menawarkan keterbukaan, dan daya kritis. Ada sedikitlah dari beliaunya. Akan tetapi, apakah kemudian beliau akan kuat menahan kepentingan di sekitarnya,” ujarnya.
Keistimewaan Said Aqil, lanjut Anang, adalah personality yang kuat. Dengan hal itu, Said Aqil nyaris mampu mengendalikan PBNU secara sempurna.
“Jadi punya pendirian yang kuat sehingga dia mampu ‘mengendalikan’ orang-orang di bawah PBNU untuk mendukung suaranya. Atau paling enggak, kalau enggak setuju diam,” tuturnya.
Inilah yang masih menjadi tanda tanya pada sosok Yahya Staquf. “Nah, Pak Yahya Staquf punya itu apa nggak nanti? Track record inilah yang saya belum menangkap dalam sebuah kontestasi besar. Kemudian (apakah) beliau mampu menyuarakan dan menunjukkan kekuatan personality-nya. Paling enggak, kalau Pak Yahya Staquf ini akan memunculkan dinamika yang sedikit berbeda (dari sekarang),” paparnya.
(muh)