Beda MUI dan Yenny Wahid dalam Memandang Mata Uang Kripto
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) telah memutuskan bahwa penggunaan crypto currency sebagai mata uang hukumnya haram. Putusan ini membuat heboh, karena masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, mulai banyak yang tertarik dengan kripto . Mereka menjadi kebingungan.
Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam menjelaskan dua alasan yang membuat kripto haram. "Pertama, dari unsur syar'i tidak memenuhi, kedua dari sisi komuni atau perundangan ini tidak ada keabsahannya. Sebuah mata uang itu kan harus disepakati negara," kata dalam keterangannya kepada media, Kamis (11/11/2021).
Setelah ditanya soal apakah uang kripto berpotensi menjadi halal, Asrorun mengatakan, hal itu belum tentu bisa diputuskan secara cepat dan tepat. Sebab materi dalam uang krypto mengandung unsur ghorur atau ketidakjelasan. Namun, pemerintah sempat mengeluarkan regulasi, sehingga membuat uang kripto lebih sah di mata hukum.
Baca juga: Ijtima Ulama MUI Tetapkan Uang Kripto Haram
Kabar dan situasi ini semakin simpang siur dengan pernyataan MUI tersebut. Jadi, kepada pendapat siapa kita harus mengacu?
Bathsaul Masail Para Ulama
Wahid Foundation dan Islamic Law Firm (ILF) Juni lalu menyelenggarakan bathsaul masail (kajian) para ulama seputar halal haram kripto. Kajian itu menelorkan beberapa rekomendasi. Yenny Wahid, Pendiri ILF dan Direktur Wahid Foundation, menjelaskan, sistem kripto secara umum dibagi menjadi dua, salah satunya kripto yang dilandasi dari aset ril, yaitu berupa emas, perak, dan aset lainnya.
Bahtsul Masail Halal Haram Transaksi Kripto pada 19 Juni 2021 lalu itu membahas kripto yang tidak dilandasi aset riil. Begini penjelasan Yenny.
"Kripto adalah persoalan yang sangat baru yang tidak dikenal dalam dunia keuangan dan ekonomi pada masa peradaban Islam klasik. Sehingga belum dibahas di dalam kitab-kitab fiqih klasik Islam," tutur Yenny melalui video yang diunggah pada akun youtube pribadinya 'Yenny Wahid Official' pada 26 Juli 2021.
Tak selesai sampai di sana, Yenny kembali menegaskan soal kripto. Yenny menegaskan aset kripto adalah komoditas dan bukan mata uang. Para kiai merekomendasikan bahwa dalam konteks Indonesia aset kripto masuk dalam kategori sil'ah atau komoditas. Bukan 'umlah atau currency atau mata uang atau alat tukar.
Baca juga: Media Asing Ramai-ramai Beritakan Keputusan MUI Haramkan Uang Kripto
"Walaupun di negara lain kripto bisa dipakai sebagai mata uang, Indonesia satu-satunya mata uang yang diakui adalah mata uang Rupiah dan Kripto hanya bisa dipakai jika telah ditukar dengan Rupiah," kata Yenny.
Di dalam kesempatan itu, para ulama juga meminta agar masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan yang memadai soal kripto, agar menjauhi hal tersebut.
Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam menjelaskan dua alasan yang membuat kripto haram. "Pertama, dari unsur syar'i tidak memenuhi, kedua dari sisi komuni atau perundangan ini tidak ada keabsahannya. Sebuah mata uang itu kan harus disepakati negara," kata dalam keterangannya kepada media, Kamis (11/11/2021).
Setelah ditanya soal apakah uang kripto berpotensi menjadi halal, Asrorun mengatakan, hal itu belum tentu bisa diputuskan secara cepat dan tepat. Sebab materi dalam uang krypto mengandung unsur ghorur atau ketidakjelasan. Namun, pemerintah sempat mengeluarkan regulasi, sehingga membuat uang kripto lebih sah di mata hukum.
Baca juga: Ijtima Ulama MUI Tetapkan Uang Kripto Haram
Kabar dan situasi ini semakin simpang siur dengan pernyataan MUI tersebut. Jadi, kepada pendapat siapa kita harus mengacu?
Bathsaul Masail Para Ulama
Wahid Foundation dan Islamic Law Firm (ILF) Juni lalu menyelenggarakan bathsaul masail (kajian) para ulama seputar halal haram kripto. Kajian itu menelorkan beberapa rekomendasi. Yenny Wahid, Pendiri ILF dan Direktur Wahid Foundation, menjelaskan, sistem kripto secara umum dibagi menjadi dua, salah satunya kripto yang dilandasi dari aset ril, yaitu berupa emas, perak, dan aset lainnya.
Bahtsul Masail Halal Haram Transaksi Kripto pada 19 Juni 2021 lalu itu membahas kripto yang tidak dilandasi aset riil. Begini penjelasan Yenny.
"Kripto adalah persoalan yang sangat baru yang tidak dikenal dalam dunia keuangan dan ekonomi pada masa peradaban Islam klasik. Sehingga belum dibahas di dalam kitab-kitab fiqih klasik Islam," tutur Yenny melalui video yang diunggah pada akun youtube pribadinya 'Yenny Wahid Official' pada 26 Juli 2021.
Tak selesai sampai di sana, Yenny kembali menegaskan soal kripto. Yenny menegaskan aset kripto adalah komoditas dan bukan mata uang. Para kiai merekomendasikan bahwa dalam konteks Indonesia aset kripto masuk dalam kategori sil'ah atau komoditas. Bukan 'umlah atau currency atau mata uang atau alat tukar.
Baca juga: Media Asing Ramai-ramai Beritakan Keputusan MUI Haramkan Uang Kripto
"Walaupun di negara lain kripto bisa dipakai sebagai mata uang, Indonesia satu-satunya mata uang yang diakui adalah mata uang Rupiah dan Kripto hanya bisa dipakai jika telah ditukar dengan Rupiah," kata Yenny.
Di dalam kesempatan itu, para ulama juga meminta agar masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan yang memadai soal kripto, agar menjauhi hal tersebut.