Beda MUI dan Yenny Wahid dalam Memandang Mata Uang Kripto

Minggu, 14 November 2021 - 13:37 WIB
loading...
Beda MUI dan Yenny Wahid...
Pendiri ILF dan Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid dan Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam memiliki pandangan berbeda tentang kripto. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) telah memutuskan bahwa penggunaan crypto currency sebagai mata uang hukumnya haram. Putusan ini membuat heboh, karena masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, mulai banyak yang tertarik dengan kripto . Mereka menjadi kebingungan.

Ketua Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam menjelaskan dua alasan yang membuat kripto haram. "Pertama, dari unsur syar'i tidak memenuhi, kedua dari sisi komuni atau perundangan ini tidak ada keabsahannya. Sebuah mata uang itu kan harus disepakati negara," kata dalam keterangannya kepada media, Kamis (11/11/2021).

Setelah ditanya soal apakah uang kripto berpotensi menjadi halal, Asrorun mengatakan, hal itu belum tentu bisa diputuskan secara cepat dan tepat. Sebab materi dalam uang krypto mengandung unsur ghorur atau ketidakjelasan. Namun, pemerintah sempat mengeluarkan regulasi, sehingga membuat uang kripto lebih sah di mata hukum.

Baca juga: Ijtima Ulama MUI Tetapkan Uang Kripto Haram

Kabar dan situasi ini semakin simpang siur dengan pernyataan MUI tersebut. Jadi, kepada pendapat siapa kita harus mengacu?

Bathsaul Masail Para Ulama
Wahid Foundation dan Islamic Law Firm (ILF) Juni lalu menyelenggarakan bathsaul masail (kajian) para ulama seputar halal haram kripto. Kajian itu menelorkan beberapa rekomendasi. Yenny Wahid, Pendiri ILF dan Direktur Wahid Foundation, menjelaskan, sistem kripto secara umum dibagi menjadi dua, salah satunya kripto yang dilandasi dari aset ril, yaitu berupa emas, perak, dan aset lainnya.

Bahtsul Masail Halal Haram Transaksi Kripto pada 19 Juni 2021 lalu itu membahas kripto yang tidak dilandasi aset riil. Begini penjelasan Yenny.

"Kripto adalah persoalan yang sangat baru yang tidak dikenal dalam dunia keuangan dan ekonomi pada masa peradaban Islam klasik. Sehingga belum dibahas di dalam kitab-kitab fiqih klasik Islam," tutur Yenny melalui video yang diunggah pada akun youtube pribadinya 'Yenny Wahid Official' pada 26 Juli 2021.

Tak selesai sampai di sana, Yenny kembali menegaskan soal kripto. Yenny menegaskan aset kripto adalah komoditas dan bukan mata uang. Para kiai merekomendasikan bahwa dalam konteks Indonesia aset kripto masuk dalam kategori sil'ah atau komoditas. Bukan 'umlah atau currency atau mata uang atau alat tukar.

Baca juga: Media Asing Ramai-ramai Beritakan Keputusan MUI Haramkan Uang Kripto

"Walaupun di negara lain kripto bisa dipakai sebagai mata uang, Indonesia satu-satunya mata uang yang diakui adalah mata uang Rupiah dan Kripto hanya bisa dipakai jika telah ditukar dengan Rupiah," kata Yenny.

Di dalam kesempatan itu, para ulama juga meminta agar masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan yang memadai soal kripto, agar menjauhi hal tersebut.

"Karena memang aset kripto sifatnya sangat fluktuatif dan dinamis. Dikhawatirkan nanti akan tercipta kerugian yang besar karena tidak memahami. Jadi, buat yang ingin bertransaksi kripto, harus memahami betul aset kripto ini apa serta risiko yang ditimbulkan akibat fluktuasi dalam perdaganggannya dan harus yakin betul bahwa tidak ada 'gharar' di dalamnya, tidak ada unsur manipulasi atau uncertainty di dalamnya," katanya.

Kemudian, harapan dari Yenny beserta beberapa ulama, mengimbau kepada pemerintah untuk membuat regulasi yang jelas. "Nah, rekomendasi keempat dari Forum Bahtsul Masail ini adalah bahwa para kiai mengimbau kepada pemerintah untuk membuat regulasi yang jelas untuk menghindari penyalahgunaan dan penyimpangan transaksi kripto terjadi di masyarakat," kata Yenny.

Tanggapan dari Media Asing
Menanggapi pernyataan MUI, media bisnis ternama Forbes menurunkan judul 'Cryptocurrency Is Unlawful For Muslims, Indonesia's Top Religious Council Says'. "Keputusan ini bisa berdampak pada keputusan finansial orang muslim di negara itu walaupun lembaga ini tak punya kekuatan hukum," sebut Forbes.

Tidak hanya Forbes yang memberitakan soal itu. Media Bloomsberg (Media Keuangan) menuliskan 'Crypto Is Forbidden for Muslims, Indonesia's National Religious Council Rules'. "MUI memegang otoritas dalam hal kepatuhan hukum Syariah di negara dengan populasi Muslim terbesar, di mana Menkeu dan bank sentral berbicara dengan mereka mengenai isu keuangan Islam," sebut Bloomberg.

Selepas itu, Bloomberg menerangkan, kripto sebenarnya didukung oleh pemerintahan Indonesia. Dukungan itu meliputi kripto diizinkan untuk diperdagangkan sebagai investasi, serta akan membentuk lembaga penukaran kripto. Walau begitu, kripto tetap tidak diizinkan sebagai alat pembayaran.

"Pendirian pemimpin agama di Indonesia ini mungkin berbeda dari rekan mereka di negara mayoritas Muslim lain. Uni Emirat Arab telah mengizinkan perdagangan uang kripto di Dubai sedangkan Bahrain mendukung aset kripto sejak 2019," tulis Bloomberg.

Kemudian, salah satu media yang juga mengabarkan soal kripto itu ialah kantor berita Reuters dengan menulis judul 'Indonesian Islamic body forbids crypto as currency' atau Lembaga Islam Indonesia Melarang Uang Kripto Sebagai Pembayaran.

Selepas itu, salah satu media yang juga memberitakan tentang kripto ialah New York Post (2/11/2021). "Crypto memainkan peran yang lebih besar di FII daripada tahun-tahun sebelumnya," Bob Diamond, mantan CEO Barclays yang membantu membawa perusahaan Crypto Circle ke publik melalui SPAC mengatakan kepada The Post. "Pada tahun lalu crypto menjadi begitu besar, sehingga orang tidak bisa lagi mengabaikannya."
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3303 seconds (0.1#10.140)