Rasisme itu Dosa Asal Amerika
loading...
A
A
A
Musuh bersama bangsa Amerika
Menyikapi realita buruk dalam Perjalanan bangsa ini tentu menyadarkan semua pihak di Amerika bahwa “tendensi” bahkan realita itu harusnya menjadi musuh bersama untuk diperangi dan diselesaikan. Jika tidak, khawatirnya ini akan menjadi “trade mark” Kebangsaan yang memalukan.
Sesungguhnya hal ini bukan penyakit ras dan etnis tertentu dari manusia. Tapi lebih kepada penyakit mental manusia yang lupa diri dan ciptaan. Sebuah perasaan lebih (superioritas) karena warna kulit, ras dan etnisitas. Realitanya ini adalah penyakit pertama dalam sejarah makhluk Tuhan (baca sejarah Iblis).
Karenanya kita jangan melihat rasisme ini sebagai penyakit orang putih. Walau kenyataannya sejak masa imperialisme dan kolonialisme, kaum putihlah (Eropa) yang memang mendominasi prilaku Iblis ini. Hal itu karena mereka buta nurani karena keangkuhan dan transgresi yang mereka lakukan ke negara-negara non Putih, khususnya di Asia dan Afrika.
Maka kematian George Floyd dan banyak lagi warga hitam Amerika sebelumnya harusnya menyadarkan bangsa ini untuk bangkit dan melakukan “self correction” (perbaikan diri). Bahwa prilaku rasisme itu adalah musuh bersama bangsa ini dan harus diperangi secara kolektif.
Dari Pimpinan dan Komunitas agama-agama, para pendidik dan institusi-pendidikan, para seniman dan Komunitas Hollywood, hingga para bisnisman dan pelaku pasar, semua memiliki tanggung jawab Yang sama untuk memerangi prilaku rasisme ini.
Tentu tanggung jawab terbesar ada pada penanggung jawab pemerintahan. Mereka adalah pengendali negara sekaligus punya otoritas, baik moral maupun konstitutional untuk melakukan perbaikan-perbaikan secara sistemik untuk memerangi rasisme ini. (Baca juga: Platform Streaming Musik Kompak Dukung Blacout Tuesday)
Yang menjadi masalah adalah ketika mereka yang berada di posisi kekuasaan justeru memiliki kecendrungan yang sama. Sehingga kerap kali ketika terjadi prilaku rasis dalam masyarakat justeru mendapat dukungan kekuasaan, baik langsung atau tidak langsung.
Ketika kaum minoritas bangkit melawan ketidak adilan, mereka dicaci dengan sumpah serapah. Dituduh bandit-bandit atau penjahat-penjahat (thugs), bahkan teroris.
Tapi ketika White Supremasi membantai warga minoritas, di antaranya warga Muslim, Yahudi dan warga Afro American yang paling banyak menjadi korban dalam tahun-tahun terakhir, kerap disikapi setengah hati. Bahkan tidak jarang mendapat pembelaan dari kekuasaan itu.
Menyikapi realita buruk dalam Perjalanan bangsa ini tentu menyadarkan semua pihak di Amerika bahwa “tendensi” bahkan realita itu harusnya menjadi musuh bersama untuk diperangi dan diselesaikan. Jika tidak, khawatirnya ini akan menjadi “trade mark” Kebangsaan yang memalukan.
Sesungguhnya hal ini bukan penyakit ras dan etnis tertentu dari manusia. Tapi lebih kepada penyakit mental manusia yang lupa diri dan ciptaan. Sebuah perasaan lebih (superioritas) karena warna kulit, ras dan etnisitas. Realitanya ini adalah penyakit pertama dalam sejarah makhluk Tuhan (baca sejarah Iblis).
Karenanya kita jangan melihat rasisme ini sebagai penyakit orang putih. Walau kenyataannya sejak masa imperialisme dan kolonialisme, kaum putihlah (Eropa) yang memang mendominasi prilaku Iblis ini. Hal itu karena mereka buta nurani karena keangkuhan dan transgresi yang mereka lakukan ke negara-negara non Putih, khususnya di Asia dan Afrika.
Maka kematian George Floyd dan banyak lagi warga hitam Amerika sebelumnya harusnya menyadarkan bangsa ini untuk bangkit dan melakukan “self correction” (perbaikan diri). Bahwa prilaku rasisme itu adalah musuh bersama bangsa ini dan harus diperangi secara kolektif.
Dari Pimpinan dan Komunitas agama-agama, para pendidik dan institusi-pendidikan, para seniman dan Komunitas Hollywood, hingga para bisnisman dan pelaku pasar, semua memiliki tanggung jawab Yang sama untuk memerangi prilaku rasisme ini.
Tentu tanggung jawab terbesar ada pada penanggung jawab pemerintahan. Mereka adalah pengendali negara sekaligus punya otoritas, baik moral maupun konstitutional untuk melakukan perbaikan-perbaikan secara sistemik untuk memerangi rasisme ini. (Baca juga: Platform Streaming Musik Kompak Dukung Blacout Tuesday)
Yang menjadi masalah adalah ketika mereka yang berada di posisi kekuasaan justeru memiliki kecendrungan yang sama. Sehingga kerap kali ketika terjadi prilaku rasis dalam masyarakat justeru mendapat dukungan kekuasaan, baik langsung atau tidak langsung.
Ketika kaum minoritas bangkit melawan ketidak adilan, mereka dicaci dengan sumpah serapah. Dituduh bandit-bandit atau penjahat-penjahat (thugs), bahkan teroris.
Tapi ketika White Supremasi membantai warga minoritas, di antaranya warga Muslim, Yahudi dan warga Afro American yang paling banyak menjadi korban dalam tahun-tahun terakhir, kerap disikapi setengah hati. Bahkan tidak jarang mendapat pembelaan dari kekuasaan itu.