Seksualitas Sekarang Ini
loading...
A
A
A
Adib Baroya Al Fahmi
Mahasiswa UIN Raden Mas Said Solo
Membicarakan tentang hal-hal tabu seolah tiada ujungnya. Aspek dalam hidup kita yang dilingkupi ketabuan, satu di antaranya adalah seks. Dunia ini mirip semesta dalam lorong yang tak boleh dilewati sembarang orang. Tentu saja, pembahasan seks masih berkelindan dengan pengekangan atau pelonggaran (baik hukum maupun asasi) di tiap-tiap wilayah.
baca juga: Berisi Seksualitas dan Pornografi, 81 Juta Video TikTok Dihapus
Seksualitas kita tak bisa lepas dari konstruksi sosial-kultural masyarakat. Tiap-tiap kelompok masyarakat, pada akhirnya, memiliki cara pandang masing-masing dalam menghadapi seksualitas. Dalam ranah keluarga sendiri, ada yang menganggap bahwa seks, kelak akan dimengerti oleh anak semasa remaja dengan caranya sendiri-sendiri, membersamai pencarian jati diri, hingga tak perlu repot-repot mengajari hal-hal begituan. Demikian pula sebaliknya, ada keluarga yang segera memberikan percikan pemahaman orientasi seksual. Semua turut dibentuk dalam konstruksi keluarga, sebagai institusi paling kecil.
baca juga: 4 Mata-mata Berkedok PSK, Dunia Telik Sandi dalam Balutan Seksualitas
Saat dunia kini serba digital, seksualitas memiliki ruang persemaian lebih kompleks. Dunia mulai memandang-menghasrati seks dalam jagat artifisial. Orang-orang mulai terangsang berpangkal adegan-adegan panas dari kotak layar. Libido manusia mulai digerakkan dan digembar-gemborkan dengan hebat. Intensitas yang tinggi membuat gairah manusia yang mulanya¾setidak-tidaknya bisa ditahan¾kini gampang banget terangsang. Seksualitas dalam dunia artifisial, dengan gemerlap dunia industrinya, benar-benar menggejala dan memberi pengaruh besar dalam kehidupan kita. Kebutuhan manusia akan seks nyaris diolah-ditarik ke arah tak ada batas.
Handrawan Nadesul di majalah Matra edisi pertama, Januari 1999, menulis bahwa, “perangkat multimedia tampaknya semakin membuka peluang kepada siapapun, laki-laki maupun perempuan, untuk menemukan sosok idaman seksual model apa saja. Sosok pembangkang gairah seksnya itu bisa dengan mudah diakses. Orang yang tak sanggup lagi menahan kegelisahan perkawinannya, menemukan saluran pelampiasan dalam Cybersex.”
baca juga: Episode 3 Loki Konfirmasikan Seksualitas Loki dan Sosok Sylvie
Barangkali, tebakan Handrawan Nadesul itu benar adanya, dan kini jadi realitas di selingkar kita. Adegan persetubuhan mulai menyebar lewat beragam jalan. Persebaran ini tentu terjadi akibat koneksi yang saling terhubung oleh media maya.
Hendri Yulis dalam buku C*bul: Perbincangan Seksualitas Era Kontemporer mendedahkan bagaimana dunia seksualitas kita, mulai dari sisi ekonomi-industrial, relasi kuasa dalam hubungan keluarga, budaya artifisial, sastra porno, sampai etika menghadapi film porno masa kini.
Mahasiswa UIN Raden Mas Said Solo
Membicarakan tentang hal-hal tabu seolah tiada ujungnya. Aspek dalam hidup kita yang dilingkupi ketabuan, satu di antaranya adalah seks. Dunia ini mirip semesta dalam lorong yang tak boleh dilewati sembarang orang. Tentu saja, pembahasan seks masih berkelindan dengan pengekangan atau pelonggaran (baik hukum maupun asasi) di tiap-tiap wilayah.
baca juga: Berisi Seksualitas dan Pornografi, 81 Juta Video TikTok Dihapus
Seksualitas kita tak bisa lepas dari konstruksi sosial-kultural masyarakat. Tiap-tiap kelompok masyarakat, pada akhirnya, memiliki cara pandang masing-masing dalam menghadapi seksualitas. Dalam ranah keluarga sendiri, ada yang menganggap bahwa seks, kelak akan dimengerti oleh anak semasa remaja dengan caranya sendiri-sendiri, membersamai pencarian jati diri, hingga tak perlu repot-repot mengajari hal-hal begituan. Demikian pula sebaliknya, ada keluarga yang segera memberikan percikan pemahaman orientasi seksual. Semua turut dibentuk dalam konstruksi keluarga, sebagai institusi paling kecil.
baca juga: 4 Mata-mata Berkedok PSK, Dunia Telik Sandi dalam Balutan Seksualitas
Saat dunia kini serba digital, seksualitas memiliki ruang persemaian lebih kompleks. Dunia mulai memandang-menghasrati seks dalam jagat artifisial. Orang-orang mulai terangsang berpangkal adegan-adegan panas dari kotak layar. Libido manusia mulai digerakkan dan digembar-gemborkan dengan hebat. Intensitas yang tinggi membuat gairah manusia yang mulanya¾setidak-tidaknya bisa ditahan¾kini gampang banget terangsang. Seksualitas dalam dunia artifisial, dengan gemerlap dunia industrinya, benar-benar menggejala dan memberi pengaruh besar dalam kehidupan kita. Kebutuhan manusia akan seks nyaris diolah-ditarik ke arah tak ada batas.
Handrawan Nadesul di majalah Matra edisi pertama, Januari 1999, menulis bahwa, “perangkat multimedia tampaknya semakin membuka peluang kepada siapapun, laki-laki maupun perempuan, untuk menemukan sosok idaman seksual model apa saja. Sosok pembangkang gairah seksnya itu bisa dengan mudah diakses. Orang yang tak sanggup lagi menahan kegelisahan perkawinannya, menemukan saluran pelampiasan dalam Cybersex.”
baca juga: Episode 3 Loki Konfirmasikan Seksualitas Loki dan Sosok Sylvie
Barangkali, tebakan Handrawan Nadesul itu benar adanya, dan kini jadi realitas di selingkar kita. Adegan persetubuhan mulai menyebar lewat beragam jalan. Persebaran ini tentu terjadi akibat koneksi yang saling terhubung oleh media maya.
Hendri Yulis dalam buku C*bul: Perbincangan Seksualitas Era Kontemporer mendedahkan bagaimana dunia seksualitas kita, mulai dari sisi ekonomi-industrial, relasi kuasa dalam hubungan keluarga, budaya artifisial, sastra porno, sampai etika menghadapi film porno masa kini.