Tim Peneliti Klaim Vaksin Nusantara Bisa Digunakan Jadi Booster
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mayjen TNI (Purn) Daniel Tjen menyebut vaksin Nusantara dapat digunakan sebagai booster atau dosis ketiga. Menurutnya, vaksin Nusantara berbasis platform sel dendritik yang lebih banyak mengacu pada sel limfosit T.
"Pendekatan platform sel dendritik ini lebih banyak kita mengacu pada sel T-nya memorinya. Karena sifat sel dendritik imunoterapi itu untuk memperkuat imunitas, maka kuat digunakan untuk menjadi vaksin booster apapun platform yang digunakan," ujar Daniel, anggota tim peneliti Vaksin Nusantara, dalam diskusi virtual, Rabu (6/10/2021).
Dia memaparkan, vaksinasi Covid-19 dapat dibilang masih relatif baru, sehingga vaksin mana yang paling baik belum bisa ditentukan. Menurut dia, hal itu baru bisa diketahui 5 tahun ke depan. "Kita tidak tahu vaksin mana yang terbaik. Minimal dibutuhkan waktu 5 tahun baru bisa diketahui, oh ini vaksin yang lebih baik," ujarnya.
Baca juga: Vaksin Nusantara Siap Uji Klinis Fase 3
Dijelaskan Daniel, antibodi yang hasilkan pasca vaksin Covid-19 yang saat ini beredar masih mengalami penurunan imunitas selama 6 hingga 7 bulan. Menurut dia, hal itu berdasarkan laporan yang terjadi pada vaksin Pfizer.
"Jika dilihat lagi laporan terbaru, ternyata antibodi yang dihasilkan pasca vaksinasi termasuk yang menggunakan platform mRNA bikinan Pfizer juga setelah 7 bulan ternyata kadar antibodi spike-nya tak terdeteksi. Karena memang mekanisme kerjanya berbeda," katanya.
Dia memastikan, tim peneliti nantinya akan melibatkan masyarakat dan memilih dengan teliti kelompok mana yang dapat menjadi relawan. Namun, dirinya belum bisa memastikan kelompok mana yang bisa menjadi relawan.
"Peneliti sedang menyusun protokol dan nanti akan melakukan pengumuman terbuka, sehingga masyarakat bisa mendapatkan akses," katanya.
Baca juga: Vaksin Nusantara (Lagi)
Daniel menjelaskan, pengembangan vaksin yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini telah sejalan dengan kaidah ilmiah yang berlaku dan sesuai dengan arahan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Sekali lgagi, saya atas nama tim peneliti kita akan patuh ya pada kaidah ilmiah. Itulah sesuai dengan arahan dari BPOM," katanya.
Riezky Maulana
"Pendekatan platform sel dendritik ini lebih banyak kita mengacu pada sel T-nya memorinya. Karena sifat sel dendritik imunoterapi itu untuk memperkuat imunitas, maka kuat digunakan untuk menjadi vaksin booster apapun platform yang digunakan," ujar Daniel, anggota tim peneliti Vaksin Nusantara, dalam diskusi virtual, Rabu (6/10/2021).
Dia memaparkan, vaksinasi Covid-19 dapat dibilang masih relatif baru, sehingga vaksin mana yang paling baik belum bisa ditentukan. Menurut dia, hal itu baru bisa diketahui 5 tahun ke depan. "Kita tidak tahu vaksin mana yang terbaik. Minimal dibutuhkan waktu 5 tahun baru bisa diketahui, oh ini vaksin yang lebih baik," ujarnya.
Baca juga: Vaksin Nusantara Siap Uji Klinis Fase 3
Dijelaskan Daniel, antibodi yang hasilkan pasca vaksin Covid-19 yang saat ini beredar masih mengalami penurunan imunitas selama 6 hingga 7 bulan. Menurut dia, hal itu berdasarkan laporan yang terjadi pada vaksin Pfizer.
"Jika dilihat lagi laporan terbaru, ternyata antibodi yang dihasilkan pasca vaksinasi termasuk yang menggunakan platform mRNA bikinan Pfizer juga setelah 7 bulan ternyata kadar antibodi spike-nya tak terdeteksi. Karena memang mekanisme kerjanya berbeda," katanya.
Dia memastikan, tim peneliti nantinya akan melibatkan masyarakat dan memilih dengan teliti kelompok mana yang dapat menjadi relawan. Namun, dirinya belum bisa memastikan kelompok mana yang bisa menjadi relawan.
"Peneliti sedang menyusun protokol dan nanti akan melakukan pengumuman terbuka, sehingga masyarakat bisa mendapatkan akses," katanya.
Baca juga: Vaksin Nusantara (Lagi)
Daniel menjelaskan, pengembangan vaksin yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini telah sejalan dengan kaidah ilmiah yang berlaku dan sesuai dengan arahan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Sekali lgagi, saya atas nama tim peneliti kita akan patuh ya pada kaidah ilmiah. Itulah sesuai dengan arahan dari BPOM," katanya.
Riezky Maulana
(abd)