Koruptor Berhak Dapat Remisi, Kemenkumham Patuh pada Undang-undang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan seluruh terpidana, termasuk narapidana (napi) kasus korupsi ( koruptor ) berhak mendapatkan remisi.
Baca Juga: koruptor
Baca juga: Koruptor Dapat Remisi, Keliru Jika Salahkan Lapas
"Terkait pemberian remisi, kita patuh pada peraturan Perundang-undangan yang ada. Dalam hal ini UU Pemasyarakatan no 12/1995," kata Kabag Humas Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Tubagus Erif Faturahman, Sabtu (2/10/2021).
Dijelaskan Tubagus, kementeriannya hanya bertugas sebagai pelaksana UU. Akan tetapi, seluruh napi khususnya napi perkara korupsi, wajib memenuhi persyaratan jika ingin mendapatkan remisi.
"Tetapi, pemberian remisi bukan tanpa kecuali, melainkan juga memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku berdasarkan aturan yang ada," ujarnya.
Persyaratan pemberian remisi kata dia, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Kemudian, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Pemberian remisi juga diukur dari sikap dan perbuatan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) alias napi selama menjalani hukumannya. Terlebih, terhadap napi khusus seperti terorisme, korupsi, narkoba, hingga pengancaman keamanan negara.
"Jadi tidak semua WBP otomatis mendapatkan remisi. Mereka yang bandel, sering melakukan pelanggaran, tidak mematuhi peraturan atau ketentuan yang ada, tidak akan mendapat remisi," jelas Tubagus.
"Khususnya, untuk narapidana-narapidana tindakan tertentu seperti korupsi, terorisme, pelanggar HAM, narkoba, ancaman keamanan negara mau pun kejahatan lintas batas negara. Untuk kelompok ini, aturan mendapatkan remisi lebih ketat," tutupnya.
Baca Juga: koruptor
Baca juga: Koruptor Dapat Remisi, Keliru Jika Salahkan Lapas
"Terkait pemberian remisi, kita patuh pada peraturan Perundang-undangan yang ada. Dalam hal ini UU Pemasyarakatan no 12/1995," kata Kabag Humas Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Tubagus Erif Faturahman, Sabtu (2/10/2021).
Dijelaskan Tubagus, kementeriannya hanya bertugas sebagai pelaksana UU. Akan tetapi, seluruh napi khususnya napi perkara korupsi, wajib memenuhi persyaratan jika ingin mendapatkan remisi.
"Tetapi, pemberian remisi bukan tanpa kecuali, melainkan juga memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku berdasarkan aturan yang ada," ujarnya.
Persyaratan pemberian remisi kata dia, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Kemudian, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Pemberian remisi juga diukur dari sikap dan perbuatan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) alias napi selama menjalani hukumannya. Terlebih, terhadap napi khusus seperti terorisme, korupsi, narkoba, hingga pengancaman keamanan negara.
"Jadi tidak semua WBP otomatis mendapatkan remisi. Mereka yang bandel, sering melakukan pelanggaran, tidak mematuhi peraturan atau ketentuan yang ada, tidak akan mendapat remisi," jelas Tubagus.
"Khususnya, untuk narapidana-narapidana tindakan tertentu seperti korupsi, terorisme, pelanggar HAM, narkoba, ancaman keamanan negara mau pun kejahatan lintas batas negara. Untuk kelompok ini, aturan mendapatkan remisi lebih ketat," tutupnya.
(maf)