Ramadan Spesial   

Rabu, 22 April 2020 - 08:50 WIB
loading...
Ramadan Spesial    
Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU, Robikin Emhas. Foto/KORAN SINDO
A A A
Robikin Emhas
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Ramadan 1441 H sebentar lagi tiba. Bulan yang dinanti umat Islam di seluruh penjuru dunia dengan sukacita. Bulan di mana rahmat diturunkan, doa dikabulkan, dosa diampuni, tidur dinilai ibadah, pahala dilipatgandakan, dan berbagai keutamaan lain tersedia. Terbayang semarak tradisinya yang penuh warna, apalagi di Indonesia.

Namun Ramadan di tengah pandemi korona (Covid-19) tahun ini akan sedikit berbeda. Semarak pawai obor di beberapa tempat di Jawa, Dugderan di Semarang, Megengan di Alun-alun Demak, atau mandi Balimau di Padang dipastikan akan sulit dijumpai. Sebagaimana diatur dalam protokol penanganan Covid-19, kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan yang berpotensi mengundang kerumunan massa memang tegas dilarang.

Terkait hal ini SE Kementerian Agama RI tertanggal 6 April 2020 menjelaskan 16 panduan dasar. Di antaranya ibadah buka puasa dan sahur cukup dengan keluarga inti di rumah. Tak ada buka bersama di kantor-kantor. Tak ada sahur on the road. Salat tarawih dan tadarus juga demikian. Cukup dilaksanakan bersama keluarga inti di rumah. Tak ada peringatan Nuzululquran dalam bentuk tablig-tablig. Tak ada iktikaf 10 malam terakhir atau malam-malam ganjil yang mengorganisasi jamaah ke Masjid. Tidak ada salat Idulfitri di lapangan atau di masjid. Halal-bihalal cukup via media sosial atau secara daring saja. Lantas organisasi pengelola zakat sebisa mungkin meminimalkan kontak fisik atau tatap muka langsung dengan mustahiq yang menimbulkan keramaian. Panduan pelaksanaan ibadah Ramadan di tengah pandemi korona dari pemerintah ini pada dasarnya senada dengan panduan yang diterbitkan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama beberapa waktu sebelumnya dan selanjutnya Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Lalu mungkinkah tetap menyemarakkan Ramadan yang merupakan syahrus siyam ini di rumah? Mengapa tidak? Inilah momentum umat Islam melakukan pembuktian konsep baiti jannati . Sejauh mana rumah mampu kita kelola sebagai tempat bernaung yang nyaman dan sebagai pusat pembinaan akhlak serta sumber ilmu? Jika orang tua, ayah dan ibu, adalah guru pertama bagi anak-anak, sudah seharusnya rumah menjadi madrasah utama bagi mereka dan tentu saja bagi seluruh anggota keluarga.

Mengutip Abraham Maslow, rumah hakikatnya memiliki dua fungsi utama. Sebagai h ouse, yakni tempat berteduh untuk menghindari hujan dan panas, dan sebagai ho me, yakni tempat memberikan ketenangan, kesenangan, bahkan kenangan akan segala peristiwa dalam kehidupannya.

Memasuki Ramadan spesial tahun ini, masih ada waktu untuk melakukan sejumlah persiapan yang dibutuhkan. Para ayah bisa menyiapkan diri untuk menjadi imam tarawih, menyiapkan materi-materi kultum sebagai pengayaan ilmu agama. Para ibu bisa juga demikian. Jangan lupa siapkan daftar menu spesial untuk buka puasa dan sahur 30 hari ke depan. Anak-anak bisa ikut membantu ayah membersihkan musala keluarga. Kalau perlu buatlah handcraft asesori Ramadan, apakah berupa kaligrafi, hiasan dinding, atau memasang foto para ulama atau masyayikh yang kita teladani. Kreativitas semacam ini akan sangat bermanfaat untuk menambah khidmat suasana di dalam rumah selama Ramadan. Bahkan hingga Hari Raya Idulfitri tiba.

Sedekah Tolak Bala

"Obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan bersedekah." Itu adalah hadis masyhur di Sahih Muslim yang dihasankan oleh ulama hadis kontemporer Syaikh Muhammmad Nashiruddin al-Albani. Hadis ini menguraikan kepada kita bahwa sedekah itu bisa menjadi wasilah datangnya kesembuhan dari Allah SWT. Sebagian ulama kita bahkan ada yang menyebut, obat mujarab dari segala penyakit adalah dengan bersedekah.

Syaikh Sulaiman bin Abdul Karim al-Mufarrij sebagaimana dikutip dalam Sofwah juga mengatakan, "Isilah perut para fakir miskin hingga kenyang atau santunilah anak yatim atau wakafkanlah harta Anda, lakukan sedekah jariah. Karena sesungguhnya sedekah itu dapat mengangkat dan menghilangkan berbagai macam penyakit serta berbagai musibah dan cobaan.

Situasi wabah korona yang terus meluas menjadi pandemi global seperti saat sekarang ini seharusnya lebih dari cukup untuk mengaktualkan kembali keutamaan sedekah sebagaimana termaktub dalam hadis tersebut. Menjadikan sedekah sebagai gerakan "lain" yang diniatkan khusus untuk memohon kepada Allah SWT agar wabah ini segera diangkat dan dihilangkan, juga bagian dari ikhtiar.

Tentu bukan untuk menomorduakan upaya-upaya extra - ordinary yang tengah dilakukan pemerintah. Setali tiga uang, karena sesungguhnya berbagai upaya pembatasan yang dilakukan pemerintah adalah bentuk ikhtiar lahiriah, maka gerakan sedekah berskala besar atau saya singkat (GSBB) adalah ikhtiar batiniahnya. Mengukip KH Hasyim Muzadi, do’a adalah ikhtiar batiniyah, sedangkan ikhtiar adalah do’a lahiriyah.

Sependayungan dengan gerakan sedekah berskala besar ini, Islam mensyari’atkan kepada kita zakat. Selain merupakan instrumen pemerataan kekayaan, zakat juga bagian dari cara agama mengajarkan umat manusia untuk membangun jaring pengaman sosial. Tak beda dengan konstitusi yang mengamanatkan negara untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan yang ada di dalamnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat seta memelihara fakir, miskin, dan anak telantar.

Alquran tegas menyebutkan 8 golongan yang berhak menerima zakat, yaitu golongan fakir, miskin, amil, mualaf, budak yang dimerdekakan, orang yang dililit hutang, sabilillah, dan Ibnu sabil. Guru ngaji, penjaga toko yang kena PHK, para pekerja mandiri yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari yang kini terdampak secara sosial-ekonomi akibat Covid-19. Merekalah kelompok sasaran yang bisa disebut golongan fakir, miskin, atau ibnu sabil.

Ada dua jenis zakat yang mesti ditunaikan bagi pribadi muslim. Pertama , zakat fitrah. Itu adalah zakat sebesar satu sha’ atau setara 2,5 kg beras yang wajib dikeluarkan setiap muslim sekali setahun di bulan ramadan. Kedua , zakat mal. Adalah zakat harta dan profesi yang harus dikeluarkan seorang muslim bagi yang memenuhi ketentuan. Mengenai zakat harta ini, dalam situasi tertentu, boleh disegerakan atau dikeluarkan tanpa harus menunggu haul (melalui kepemilikan satu tahun).

Syaikh Ali bin Abdullah bin Mahmud bin Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, dalam kitabnya I’anatut Thalibin menjelaskan, sepanjang memenuhi ketentuan hitungan Halah al-Add Adna (Posisi batas minimal) dan terdapat tujuan yang maslahah , zakat mal boleh ditunaikan di depan. Semisal zakat dari hasil ternak, pertanian, atau perniagaan, hitungan haul-nya masih di bulan Agustus akan tetapi boleh dikeluarkan pada bulan Juni. Menurut pendapat yang shahih pola zakat di muka seperti ini dimungkinkan dan tidak menjadi soal. Jadi, dengan diniatkan tolak bala dari segala wabah dan musibah, mari kita yang berkewajiban berzakat, segeralah menunaikannya. Untuk memperkuat jangkar sosial, jangan tunggu jatuh tempo untuk berzakat mal.

Akhirnya, marhaban Ramadan spesial. Wallahu a’lam.
(mhd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0933 seconds (0.1#10.140)