Modal Sosial dalam Pandemi

Selasa, 02 Juni 2020 - 06:48 WIB
loading...
Modal Sosial dalam Pandemi
Prof Chandra Fajri Ananda. Foto/Istimewa
A A A
Prof Candra Fajri Ananda PhD
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia

Modal sosial dikenal sebagai modal pembangunan yang mendasar karena diyakini sebagai salah satu komponen utama yang dapat menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, rasa saling percaya, dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Menurut Robert Putnam, modal sosial dapat menjadi penyegar dalam kehidupan sosial yang secara substansial memiliki kepercayaan bertindak secara bersama (collective actions) dalam mewujudkan tujuan bersama.

Tidak dapat dimungkiri bahwa modal sosial yang ada dalam masyarakat merupakan aset karena telah menumbuhkan rasa saling percaya dalam bekerja sama. Hasil pengukuran Indeks Modal Sosial 2017 menunjukkan Indonesia memiliki poin 47,86. Angka tersebut menggambarkan bahwa kondisi modal sosial masyarakat Indonesia masih tergolong cukup untuk dijadikan modal pembangunan.

Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah. Melalui rasa saling percaya, toleransi, dan kerja sama mereka dapat membangun jaringan di dalam kelompok masyarakatnya maupun dengan kelompok masyarakat lain. Sebaliknya, modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong-royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

PSBB di Indonesia

Penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB dalam beberapa waktu terakhir secara bertahap telah mulai diberlakukan di berbagai daerah di Indonesia untuk mencegah semakin meluasnya sebaran Covid-19. Meski kasus infeksi virus korona sudah ditemukan di 34 provinsi di Indonesia, tidak semua daerah bisa mengajukan pemberlakuan PSBB. Ada syarat-syarat tertentu bagi sebuah daerah jika ingin mengimplementasikan kebijakan PSBB di wilayahnya. PSBB ini memiliki jangka waktu 14 hari, jika wilayah yang terjangkit virus masih dalam zona merah maka status PSBB akan diperpanjang.

Kebijakan PSBB berbeda dengan karantina wilayah. Penerapan PSBB lebih menitikberatkan pada mengelola pergerakan manusia sekaligus memperkuat daya tahan kesehatan. Pilihan kebijakan PSBB masih memungkinkan adanya perputaran ekonomi. Selain itu, selama pemberlakuan masa PSBB juga masih diperbolehkan bagi transportasi umum untuk beroperasi. Selama masa PSBB pemerintah hanya membatasi jumlah penumpang, misalnya KRL hanya membatas 60 penumpang per gerbong. Hal tersebut juga berlaku bagi kendaraan pribadi, pemerintah hanya mengurangi jumlah penumpangnya hingga 50% yang diperbolehkan untuk berada di dalam kendaraan pribadi tersebut untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19 dengan menjaga prinsip physical distancing.

Meskipun PSBB telah diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia yang termasuk dalam zona merah Covid-19, hasil PSBB di masing-masing wilayah tersebut tak sama. Masing-masing kepala daerah dapat memberlakukan perpanjangan masa PSBB berdasarkan hasil evaluasi terhadap tren penyebaran Covid-19 selama PSBB. Perpanjangan masa PSBB di masing-masing wilayah berbeda. DKI Jakarta merupakan salah satu daerah zona merah yang mengawali penerapan PSBB sejak 10 April 2020 terus mengalami perpanjangan masa PSBB yang direncanakan hingga 4 Juni mendatang. Selain itu, Surabaya yang saat ini masih menghadapi tingginya jumlah kasus Covid-19 memberlakukan perpanjangan masa PSBB tahap kedua di wilayah tersebut. Berbeda dengan Surabaya, Gubernur Jawa Timur bersama tiga kepala daerah Malang Raya dan memutuskan bahwa PSBB Malang Raya hanya dilakukan sekali. Pengambilan keputusan tersebut mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang harus dipastikan terkait masa transisi suatu wilayah pasca restriksi (PSBB).

Peran serta masyarakat mutlak diperlukan agar masa PSBB tidak terus berlarut-larut. Pemberlakuan kebijakan PSBB merupakan salah satu upaya baik yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan laju pertumbuhan dari Covid-19. Akan tetapi, di balik itu, PSBB dapat memberi dampak atau efek samping negatif khususnya pada kegiatan ekonomi. Pada skenario sangat berat, Indef memprediksi ekonomi bisa minus 0,20% dan tumbuh hanya 1,40% pada skenario ringan. Per 20 April 2020, Kementerian Tenaga Kerja mencatat sudah ada 2,2 juta pekerja yang dipecat dan dirumahkan, angka ini akan terus bertambah hingga pandemi usai.

Ribuan perusahaan juga akan gulung tikar jika pandemi tidak berakhir dalam tiga bulan. Jumlah orang miskin bahkan diprediksi bertambah pada kisaran 1,1 juta hingga 3,78 juta orang.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3650 seconds (0.1#10.140)