Loyalis AHY Balas Kirim Pantun untuk Fahri Hamzah yang Bela Yusril
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah membela advokat Yusril Ihza Mahendra yang menggugat AD/ART 2020 Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) dengan dalih demokratisasi parpol. Yusril yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) menjadi kuasa hukum empat mantan kader Partai Demokrat.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Irwan menilai bahwa demokratisasi partai politik seperti dikemukakan Fahri Hamzah tidak bisa dimulai dengan proses pembegalan partai. Proses pembegalan partai oleh Moeldoko dan upaya hukum yang dilakukan oleh Yusril Ihza Mahendra tidak bisa dilepaskan konteksnya.
"Sehingga agenda demokratisasi yang dikemukakan oleh Fahri Hamzah dapat dimaknai sebagai upaya penguatan terhadap agenda Moeldoko membegal partai. Sehingga kami menolaknya dengan keras," kata pria yang akrab disapa Irwan Fecho ini, Senin (27/9/2021).
Baca juga: Fahri Hamzah Dukung Yusril Gugat AD ART Partai Demokrat ke MA
Irwan menjelaskan, beda halnya apabila demokratisasi parpol yang dimaksud oleh Fahri Hamzah bertitik tolak dari kesadarannya sejak awal membangun partai moderen dan demokratis. Fahri Hamzah baru sadar itu semuanya setelah dia terdepak dari PKS dan keluar dari zona nyaman yang dikritiknya sekarang.
"Padahal apa yang dialaminya tidak relevan dengan peristiwa Partai Demokrat. Itu urusan dia dengan partai lamanya," ujar legislator asal Kalimantan Timur ini.
Anggota Komisi V DPR ini meminta agar Fahri Hamzah tidak perlu membangun narasi demokratisasi dan keinginan mendapatkan perhatian publik serta kekuasaan dengan menunggangi kemelut yang dihadapi oleh Partai Demokrat. Justru demokratisasi parpol harus dimulai dari penguatan parpol dari kerentanan atas intervensi kekuasaan. Sebab, tidak ada parpol demokratis kalau mudah diintervensi.
Irwan Fecho menegaskan, AD/ART itu adalah konsitusi partai, ada proses penyusunannya yang hasilnya merupakan kesepakatan bersama (kalimatun sawa), yang setelah disusun dan disepakati, baru kemudian diterapkan. Jangan setelah diterapkan baru Fahri menyadari dan mengatakan ada cacat.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra Ajukan Judicial Review AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung
"Menurut saya dia bukan korban AD/ART, tapi karena dia tidak mau menerima hukum sebagai pembatasan yang telah mengatur hak dan kewajiban sebagai anggota partai. Sebelum berpartai harusnya dia sadar itu. Kalau pikirannya saja dia anggap benar, justru itu tidak demokratis," kata Irwan.
Oleh karena itu, kata Irwan, demokratisasi yang benar itu dari internal, bukan didesakkan dari luar (imposed from without). Kalau mengenai cacat/tidaknya sebuah AD/ART partai, itu tidak bisa dinilai oleh Fahri seorang.
Menutup tanggapan untuk Fahri Hamzah, Irwan juga menuliskan pantun yang khusus ia buat untuk Fahri Hamzah.
Yusril Menggugat Membuka Kedai
Nampak Berkhutbah dengan Lihai
Fahri Bertepuk Tangan Berlagak andai
Bolehlah Diupah dengan Sedikit Berbagi
Kalau ingin selalu dipuji
Pakailah sarung sepanjang kaki
Kalau ingin dihargai
Etika berpartai dijunjung tinggi
Salam takzim,
Irwan Fecho
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Irwan menilai bahwa demokratisasi partai politik seperti dikemukakan Fahri Hamzah tidak bisa dimulai dengan proses pembegalan partai. Proses pembegalan partai oleh Moeldoko dan upaya hukum yang dilakukan oleh Yusril Ihza Mahendra tidak bisa dilepaskan konteksnya.
"Sehingga agenda demokratisasi yang dikemukakan oleh Fahri Hamzah dapat dimaknai sebagai upaya penguatan terhadap agenda Moeldoko membegal partai. Sehingga kami menolaknya dengan keras," kata pria yang akrab disapa Irwan Fecho ini, Senin (27/9/2021).
Baca juga: Fahri Hamzah Dukung Yusril Gugat AD ART Partai Demokrat ke MA
Irwan menjelaskan, beda halnya apabila demokratisasi parpol yang dimaksud oleh Fahri Hamzah bertitik tolak dari kesadarannya sejak awal membangun partai moderen dan demokratis. Fahri Hamzah baru sadar itu semuanya setelah dia terdepak dari PKS dan keluar dari zona nyaman yang dikritiknya sekarang.
"Padahal apa yang dialaminya tidak relevan dengan peristiwa Partai Demokrat. Itu urusan dia dengan partai lamanya," ujar legislator asal Kalimantan Timur ini.
Anggota Komisi V DPR ini meminta agar Fahri Hamzah tidak perlu membangun narasi demokratisasi dan keinginan mendapatkan perhatian publik serta kekuasaan dengan menunggangi kemelut yang dihadapi oleh Partai Demokrat. Justru demokratisasi parpol harus dimulai dari penguatan parpol dari kerentanan atas intervensi kekuasaan. Sebab, tidak ada parpol demokratis kalau mudah diintervensi.
Irwan Fecho menegaskan, AD/ART itu adalah konsitusi partai, ada proses penyusunannya yang hasilnya merupakan kesepakatan bersama (kalimatun sawa), yang setelah disusun dan disepakati, baru kemudian diterapkan. Jangan setelah diterapkan baru Fahri menyadari dan mengatakan ada cacat.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra Ajukan Judicial Review AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung
"Menurut saya dia bukan korban AD/ART, tapi karena dia tidak mau menerima hukum sebagai pembatasan yang telah mengatur hak dan kewajiban sebagai anggota partai. Sebelum berpartai harusnya dia sadar itu. Kalau pikirannya saja dia anggap benar, justru itu tidak demokratis," kata Irwan.
Oleh karena itu, kata Irwan, demokratisasi yang benar itu dari internal, bukan didesakkan dari luar (imposed from without). Kalau mengenai cacat/tidaknya sebuah AD/ART partai, itu tidak bisa dinilai oleh Fahri seorang.
Menutup tanggapan untuk Fahri Hamzah, Irwan juga menuliskan pantun yang khusus ia buat untuk Fahri Hamzah.
Yusril Menggugat Membuka Kedai
Nampak Berkhutbah dengan Lihai
Fahri Bertepuk Tangan Berlagak andai
Bolehlah Diupah dengan Sedikit Berbagi
Kalau ingin selalu dipuji
Pakailah sarung sepanjang kaki
Kalau ingin dihargai
Etika berpartai dijunjung tinggi
Salam takzim,
Irwan Fecho
(abd)