Jelang COP-4 Minamata di Bali, KLHK Edukasi Masyarakat Bahaya Merkuri
loading...

Direktur Jenderal PSLB3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati menerangkan bahwa kegiatan yang dilangsungkan adalah untuk mengedukasi masyarakat akan dampak berbahaya merkuri. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) menggelar diskusi "Merkuri: Musuh Dalam Selimut," yang digelar secara daring, Kamis (9/9/2021) lalu.
Pada diskusi yang dimoderatori oleh Prita Laura itu,hadir sebagai pembicara Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, Dermatovenereologist, dr Nenden Sobarna serta Aktor, Ben Kasyafani. Baca juga: Megawati Ungkap Ada Eks Menteri yang Minta Kondisinya Jangan Ditutup-tutupi
Pada awal diskusi, Vivien menerangkan bahwa kegiatan yang dilangsungkan adalah untuk mengedukasi masyarakat akan dampak berbahaya merkuri. Selain itu juga sebagai bagian dari rangkaian sosialisasi The Fourth Meeting of the Conference of Parties (COP-4) Konvensi Minamata Mengenai Merkuri yang akan dilangsungkan di Bali, Indonesia sebagai tuan rumah.
Vivien dalam paparannya menyampaikan bahwa zat-zat merkuri banyak terdapat pada hal-hal di sekitar kehidupan masyarakat. Produk yang menggunakan merkuri antara lain adalah termometer air raksa, tensimeter, amalgam gigi, baterai, lampu bertekanan tinggi dan kosmetik ilegal.
“Masyarakat bisa terpapar dengan cara menghirup udara yang terkontaminasi, mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi serta penyerapan melalui kulit. Merkuri bisa menyebabkan gangguan pencernaan, pernafasan, kulit dan ginjal,” jelasnya.
Mendukung pernyataan Vivien, Ahli Dermatovenereologist, dr Nenden Sobarna menjelaskan dampak dari terpapar merkuri pada kulit antara lain jerawat meradang, alergi wajah, iritasi kulit hingga kanker kulit. Dia menegaskan bahwa efek merkuri dalam kadar sedikitpun, sangat berbahaya. Pada dosis tinggi, merkuri dapat menyebabkan kerusakanan permanen pada otak, ginjal, gangguan perkembangan janin serta kerusakan paru-paru.
Menurutnya, banyak ditemukan produk maskara, kutek dan pembersih riasan mata, yang menggunakan merkuri sebagai bahan pengawet. Dia mengutip data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), produk kosmetik ilegal di Indonesia, nilai transaksinya mencapai Rp10 miliar.
dr Nenden Sobarna menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari produk mengandung merkuri antara lain dengan mengecek izin dari BPOM langsung ke website, kemudian memperhatikan petunjuk penggunaannya tidak jelas, serta keterangan bahan yang ditulis dalam bahasa asing,
Aktor Ben Kasyafani, dalam diskusi tersebut itu, menceritakan pengalamannya menggunakan produk yang mengandung merkuri. Dia mengaku produk tersebut menyebabkan gangguan pada kulitnya. Pada awal karirnya, Ben mengaku menggunakan kosmetik untuk keperluan syuting. Namun seiring berjalannya waktu, wajahnya mengalami gangguan kulit dan harus menjalani pengobatan dan perawatan.
Sekilas informasi terkait dengan Konvensi Minamata, konvensi ini dilatarbelakangi tujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan keselamatan lingkungan dari emisi dan lepasan akibat Merkuri dan senyawa Merkuri yang berasal dari kegiatan manusia, seperti Peristiwa keracunan Merkuri di teluk Minamata, Jepang pada tahun 1950.
Pada diskusi yang dimoderatori oleh Prita Laura itu,hadir sebagai pembicara Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, Dermatovenereologist, dr Nenden Sobarna serta Aktor, Ben Kasyafani. Baca juga: Megawati Ungkap Ada Eks Menteri yang Minta Kondisinya Jangan Ditutup-tutupi
Pada awal diskusi, Vivien menerangkan bahwa kegiatan yang dilangsungkan adalah untuk mengedukasi masyarakat akan dampak berbahaya merkuri. Selain itu juga sebagai bagian dari rangkaian sosialisasi The Fourth Meeting of the Conference of Parties (COP-4) Konvensi Minamata Mengenai Merkuri yang akan dilangsungkan di Bali, Indonesia sebagai tuan rumah.
Vivien dalam paparannya menyampaikan bahwa zat-zat merkuri banyak terdapat pada hal-hal di sekitar kehidupan masyarakat. Produk yang menggunakan merkuri antara lain adalah termometer air raksa, tensimeter, amalgam gigi, baterai, lampu bertekanan tinggi dan kosmetik ilegal.
“Masyarakat bisa terpapar dengan cara menghirup udara yang terkontaminasi, mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi serta penyerapan melalui kulit. Merkuri bisa menyebabkan gangguan pencernaan, pernafasan, kulit dan ginjal,” jelasnya.
Mendukung pernyataan Vivien, Ahli Dermatovenereologist, dr Nenden Sobarna menjelaskan dampak dari terpapar merkuri pada kulit antara lain jerawat meradang, alergi wajah, iritasi kulit hingga kanker kulit. Dia menegaskan bahwa efek merkuri dalam kadar sedikitpun, sangat berbahaya. Pada dosis tinggi, merkuri dapat menyebabkan kerusakanan permanen pada otak, ginjal, gangguan perkembangan janin serta kerusakan paru-paru.
Menurutnya, banyak ditemukan produk maskara, kutek dan pembersih riasan mata, yang menggunakan merkuri sebagai bahan pengawet. Dia mengutip data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), produk kosmetik ilegal di Indonesia, nilai transaksinya mencapai Rp10 miliar.
dr Nenden Sobarna menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari produk mengandung merkuri antara lain dengan mengecek izin dari BPOM langsung ke website, kemudian memperhatikan petunjuk penggunaannya tidak jelas, serta keterangan bahan yang ditulis dalam bahasa asing,
Aktor Ben Kasyafani, dalam diskusi tersebut itu, menceritakan pengalamannya menggunakan produk yang mengandung merkuri. Dia mengaku produk tersebut menyebabkan gangguan pada kulitnya. Pada awal karirnya, Ben mengaku menggunakan kosmetik untuk keperluan syuting. Namun seiring berjalannya waktu, wajahnya mengalami gangguan kulit dan harus menjalani pengobatan dan perawatan.
Sekilas informasi terkait dengan Konvensi Minamata, konvensi ini dilatarbelakangi tujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan keselamatan lingkungan dari emisi dan lepasan akibat Merkuri dan senyawa Merkuri yang berasal dari kegiatan manusia, seperti Peristiwa keracunan Merkuri di teluk Minamata, Jepang pada tahun 1950.
Lihat Juga :