Landasan Pemerintah dalam Pemulihan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa dalam menentukan suatu daerah dapat kembali melaksanakan aktivitas ekonomi yang produktif dan aman COVID-19 . Pemerintah telah menggunakan berbagai indikator kesehatan masyarakat yang berbasis data sebagai landasan ilmiah.
Dalam hal ini, data pendekatan yang dipakai adalah berdasarkan kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
"Sesuai dengan rekomendasi WHO, kami menggunakan pendekatan atau kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, serta pelayanan kesehatan,” ujar Wiku di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (30/5/2020).
Pada penerapannya, ada 11 indikator utama yang dipakai guna melihat penurunan jumlah kasus selama dua minggu sejak puncak terakhirnya dengan target lebih dari 50% untuk setiap wilayah. Adapun penurunan angka yang dilihat tersebut adalah berdasarkan dari jumlah yang meninggal, penurunan jumlah kasus positif, termasuk kasus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang dirawat di rumah sakit, juga jumlah pasien sembuh dan selesai pemantauan.
Selain itu, indikator lain adalah dengan melihat hasil dari jumlah pemeriksaan laboratorium, di mana positivity rate-nya harus di bawah 5% dan penggunaan metode pendekatan RT atau R-T yang disebut angka reproduktif efektif kurang dari 1.
Berdasarkan dari pengelolaan data kasus COVID-19 sebagai indikator tersebut, Gugus Tugas mendapatkan hasil di mana terdapat sebanyak 102 wilayah yang dinyatakan aman dan dikelompokkan dalam zona hijau. Seluruh wilayah tersebut selanjutnya diberikan wewenang untuk melaksanakan kegiatan masyarakat produktif dan aman COVID-19.
Adapun 102 wilayah tersebut meliputi Provinsi Aceh ada 14 kabupaten/kota, Sumatera Utara ada 15 kabupaten/kota, Kepulauan Riau ada 3 kabupaten, Riau 2 Kabupaten, Jambi 1 kabupaten, Bengkulu 1 kabupaten, Sumatera Selatan 4 kabupaten/kota, Bangka Belitung 1 kabupaten dan Lampung 2 kabupaten.
Kemudian Jawa Tengah ada 1 kota, Kalimantan Timur, 1 kabupaten, Kalimantan Tengah, 1 kabupaten, Sulawesi Utara, 2 kabupaten, Gorontalo, 1 kabupaten, Sulawesi Tengah, 3 kabupaten, Sulawesi Barat, 1 kabupaten, Sulawesi Selatan, 1 kabupaten, Sulawesi Tenggara, 5 kabupaten/kota.
Selanjutnya Nusa Tenggara Timur ada 14 kabupaten/kota, Maluku Utara, 2 kabupaten, Maluku, 5 kabupaten/kota, Papua, 17 kabupaten/kota dan Papua Barat 5 kabupaten/kota. (Baca juga: Zona Hijau, 102 Daerah Harus Koordinasi sebelum Buka Aktivitas Publik )
Dari keseluruhan wilayah tersebut, Wiku berharap agar peningkatan kesehatan masyarakat dapat terus ditingkatkan, baik secara individu maupun secara bersama-sama. Hal itu penting mengingat bahwa pandemi COVID-19 merupakan bentuk kedaruratan kesehatan masyarakat.
"Kita perlu meningkatkan ketahanan kesehatan masyarakat kita, kita semua paham keadaan saat ini adalah kedaruratan kesehatan masyarakat dan terutama virus ini melalui droplets, maka dari itu kita pastikan bahwa kita harus menggunakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Dan ini, perilaku ini harus dilakukan secara baik oleh individu maupun secara bersama-sama secara kolektif,” jelas Wiku.
Dia menuturkan, apabila perilaku tersebut dapat dilakukan mulai dari tingkat rumah tangga, keluarga, RT, RW, seluruhnya hingga tingkat nasional, maka hal itu akan menyulitkan perkembangbiakan virus corona jenis baru penyebab COVID-19. "Dengan demikian itulah upaya kita meningkatkan kesehatan masyarakat,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo memberikan arahan kepada para bupati dan walikota, selaku ketua Gugus Tugas tingkat kabupaten/kota, agar proses pengambilan keputusan pada tiap wilayah dalam melaksanakan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman COVID-19 dapat melalui FORKOPIMDA dan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah (DPRD), serta melibatkan segenap komponen ‘pentaheliks’ yang meliputi pemerintah, dunia usaha, akademisi, masyarakat dan media massa.
“Agar proses pengambilan keputusan harus melalui FORKOPIMDA dengan melibatkan segenap komponen masyarakat, termasuk pakar kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia, pakar epidemiologi, pakar kesehatan masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya, atau budayawan, tokoh masyarakat, pakar di bidang ekonomi kerakyatan, tokoh pers di daerah, dunia usaha, dan tentunya DPRD, melalui pendekatan kolaborasi pentahelix berbasis komunitas,” tegas Doni.
Dalam proses tersebut, Doni Monardo yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berharap agar para bupati/wali kota dapat melakukan konsultasi dan koordinasi yang ketat dengan pemerintah provinsi, khususnya kepada para Gubernur.
Proses pengambilan keputusan tersebut juga harus melalui tahapan prakondisi, yaitu edukasi, sosialisasi, kepada masyarakat, dan juga simulasi sesuai dengan sektor atau bidang yang akan dibuka.
Adapun sektor yang dimaskud adalah seperti pembukaan rumah ibadah masjid, gereja, pura, vihara. Selain itu juga Pasar atau pertokoan, transportasi umum, hotel, penginapan, dan restoran, perkantoran, dan bidang-bidang lain, yang dianggap penting, namun aman dari ancaman COVID-19.
"Tahapan-tahapan sosialisasi tersebut, tentunya harus bisa dipahami, dimengerti, dan juga dipatuhi oleh masyarakat. Intinya, keberhasilan masyarakat produktif dan aman COVID-19 sangat tergantung,” jelas Doni.
"Saya ulangi sekali lagi, sangat tergantung kepada kedisiplinan masyarakat dan kesadaran kolektif, dalam mematuhi protokol kesehatan, antara lain, wajib pakai masker, jaga jarak aman, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, senantiasa melaksanakan olahraga yang teratur, istirahat yang cukup, dan juga tidak boleh panik, serta upaya akan selalu dapat mengkonsumsi makanan yang bergizi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Gugus Tugas Pusat juga meminta setiap daerah menyiapkan manajemen krisis untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Dalam hal ini, waktu dan sektor yang akan dibuka kembali, ditentukan oleh para pejabat bupati dan wali kota di daerah. (Baca juga: Kritik New Normal, Pakar Epidemiologi: Utamakan Keamanan dan Kesehatan Masyarakat)
Apabila dalam perkembangannya, ditemukan kenaikan kasus, maka Tim Gugus Tugas tingkat kabupaten/kota bisa memutuskan untuk melakukan pengetatan atau penutupan kembali.
Dalam hal ini, data pendekatan yang dipakai adalah berdasarkan kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
"Sesuai dengan rekomendasi WHO, kami menggunakan pendekatan atau kriteria epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, serta pelayanan kesehatan,” ujar Wiku di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (30/5/2020).
Pada penerapannya, ada 11 indikator utama yang dipakai guna melihat penurunan jumlah kasus selama dua minggu sejak puncak terakhirnya dengan target lebih dari 50% untuk setiap wilayah. Adapun penurunan angka yang dilihat tersebut adalah berdasarkan dari jumlah yang meninggal, penurunan jumlah kasus positif, termasuk kasus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang dirawat di rumah sakit, juga jumlah pasien sembuh dan selesai pemantauan.
Selain itu, indikator lain adalah dengan melihat hasil dari jumlah pemeriksaan laboratorium, di mana positivity rate-nya harus di bawah 5% dan penggunaan metode pendekatan RT atau R-T yang disebut angka reproduktif efektif kurang dari 1.
Berdasarkan dari pengelolaan data kasus COVID-19 sebagai indikator tersebut, Gugus Tugas mendapatkan hasil di mana terdapat sebanyak 102 wilayah yang dinyatakan aman dan dikelompokkan dalam zona hijau. Seluruh wilayah tersebut selanjutnya diberikan wewenang untuk melaksanakan kegiatan masyarakat produktif dan aman COVID-19.
Adapun 102 wilayah tersebut meliputi Provinsi Aceh ada 14 kabupaten/kota, Sumatera Utara ada 15 kabupaten/kota, Kepulauan Riau ada 3 kabupaten, Riau 2 Kabupaten, Jambi 1 kabupaten, Bengkulu 1 kabupaten, Sumatera Selatan 4 kabupaten/kota, Bangka Belitung 1 kabupaten dan Lampung 2 kabupaten.
Kemudian Jawa Tengah ada 1 kota, Kalimantan Timur, 1 kabupaten, Kalimantan Tengah, 1 kabupaten, Sulawesi Utara, 2 kabupaten, Gorontalo, 1 kabupaten, Sulawesi Tengah, 3 kabupaten, Sulawesi Barat, 1 kabupaten, Sulawesi Selatan, 1 kabupaten, Sulawesi Tenggara, 5 kabupaten/kota.
Selanjutnya Nusa Tenggara Timur ada 14 kabupaten/kota, Maluku Utara, 2 kabupaten, Maluku, 5 kabupaten/kota, Papua, 17 kabupaten/kota dan Papua Barat 5 kabupaten/kota. (Baca juga: Zona Hijau, 102 Daerah Harus Koordinasi sebelum Buka Aktivitas Publik )
Dari keseluruhan wilayah tersebut, Wiku berharap agar peningkatan kesehatan masyarakat dapat terus ditingkatkan, baik secara individu maupun secara bersama-sama. Hal itu penting mengingat bahwa pandemi COVID-19 merupakan bentuk kedaruratan kesehatan masyarakat.
"Kita perlu meningkatkan ketahanan kesehatan masyarakat kita, kita semua paham keadaan saat ini adalah kedaruratan kesehatan masyarakat dan terutama virus ini melalui droplets, maka dari itu kita pastikan bahwa kita harus menggunakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Dan ini, perilaku ini harus dilakukan secara baik oleh individu maupun secara bersama-sama secara kolektif,” jelas Wiku.
Dia menuturkan, apabila perilaku tersebut dapat dilakukan mulai dari tingkat rumah tangga, keluarga, RT, RW, seluruhnya hingga tingkat nasional, maka hal itu akan menyulitkan perkembangbiakan virus corona jenis baru penyebab COVID-19. "Dengan demikian itulah upaya kita meningkatkan kesehatan masyarakat,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo memberikan arahan kepada para bupati dan walikota, selaku ketua Gugus Tugas tingkat kabupaten/kota, agar proses pengambilan keputusan pada tiap wilayah dalam melaksanakan Aktivitas Masyarakat Produktif dan Aman COVID-19 dapat melalui FORKOPIMDA dan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah (DPRD), serta melibatkan segenap komponen ‘pentaheliks’ yang meliputi pemerintah, dunia usaha, akademisi, masyarakat dan media massa.
“Agar proses pengambilan keputusan harus melalui FORKOPIMDA dengan melibatkan segenap komponen masyarakat, termasuk pakar kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia, pakar epidemiologi, pakar kesehatan masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya, atau budayawan, tokoh masyarakat, pakar di bidang ekonomi kerakyatan, tokoh pers di daerah, dunia usaha, dan tentunya DPRD, melalui pendekatan kolaborasi pentahelix berbasis komunitas,” tegas Doni.
Dalam proses tersebut, Doni Monardo yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berharap agar para bupati/wali kota dapat melakukan konsultasi dan koordinasi yang ketat dengan pemerintah provinsi, khususnya kepada para Gubernur.
Proses pengambilan keputusan tersebut juga harus melalui tahapan prakondisi, yaitu edukasi, sosialisasi, kepada masyarakat, dan juga simulasi sesuai dengan sektor atau bidang yang akan dibuka.
Adapun sektor yang dimaskud adalah seperti pembukaan rumah ibadah masjid, gereja, pura, vihara. Selain itu juga Pasar atau pertokoan, transportasi umum, hotel, penginapan, dan restoran, perkantoran, dan bidang-bidang lain, yang dianggap penting, namun aman dari ancaman COVID-19.
"Tahapan-tahapan sosialisasi tersebut, tentunya harus bisa dipahami, dimengerti, dan juga dipatuhi oleh masyarakat. Intinya, keberhasilan masyarakat produktif dan aman COVID-19 sangat tergantung,” jelas Doni.
"Saya ulangi sekali lagi, sangat tergantung kepada kedisiplinan masyarakat dan kesadaran kolektif, dalam mematuhi protokol kesehatan, antara lain, wajib pakai masker, jaga jarak aman, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, senantiasa melaksanakan olahraga yang teratur, istirahat yang cukup, dan juga tidak boleh panik, serta upaya akan selalu dapat mengkonsumsi makanan yang bergizi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Gugus Tugas Pusat juga meminta setiap daerah menyiapkan manajemen krisis untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Dalam hal ini, waktu dan sektor yang akan dibuka kembali, ditentukan oleh para pejabat bupati dan wali kota di daerah. (Baca juga: Kritik New Normal, Pakar Epidemiologi: Utamakan Keamanan dan Kesehatan Masyarakat)
Apabila dalam perkembangannya, ditemukan kenaikan kasus, maka Tim Gugus Tugas tingkat kabupaten/kota bisa memutuskan untuk melakukan pengetatan atau penutupan kembali.
(kri)