Dugaan Tipikor, Kejagung Terbitkan Sprindik di Perum Perikanan Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung ( Kejagung ) melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) secara resmi telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dugaan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam pengelolaan keuangan dan usaha di Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia (Perindo) Tahun 2016-2019 pada Senin 2 Agustus 2021 lalu.
Leonard menjelaskan, adapun kasus posisi tipikor di Perum Perindo, bahwa pada Tahun 2017 Perum Perindo menerbitkan MTN (Medium Tern Notes)/hutang jangka menengah. Bahwa MTN adalah salah satu cara mendapatkan dana dengan cara menjual Prospek.
Adapun prospek yang dijual Perum Perindo dalam hal penangkapan ikan, selanjutnya Perum Perindo mendapatkan Dana MTN sebesar Rp200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah), yang cair pada:
a. Bulan Agustus 2017 Rp100.000.000,000,- (seratus miliar rupiah) dengan return 9% dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Agustus 2020.
b. Bulan Desember 2017 Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) return 9,5% dibayar per triwulan, jangka waktu 3 (tiga) tahun yang jatuh tempo pada bulan Desember 2020.
"Bahwa dari MTN yang diterbitkan di tahun 2017 sebesar Rp200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupah), Perum Perindo menggunakannya sebagian besar dananya untuk modal kerja perdagangan," ucap Leonard.
"Dan hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya pendapatan perusahaan yang di tahun 2016 sebesar kurang lebih Rp223.000.000.000,- (dua ratus dua puluh tiga miliar rupiah), meningkat menjadi kurang lebih Rp603.000.000.000,- (enam ratus tiga miliar rupiah) di tahun 2017 dan mencapai kurang lebih Rp1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah) di tahun 2018," tambahnya.
Dikatakan Leonard, kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan. Pencapaian dilakukan dengan melibatkan semua unit usaha untuk melakukan perdagangan sehingga menimbulkan permasalahan kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah, dimana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet.
"Kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati menjadikan perdagangan pada saat itu, perputaran modal kerjanya melambat dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181.196.173.783,- (seratus delapan puluh satu miliar seratus sembilan puluh enam juta seratus tujuh puluh tiga ribu tujuh ratus delapan puluh tiga rupiah)," jelasnya.
Pada Senin 23 Agustus 2021, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung mulai melakukan pemeriksaan terhadap 2 (dua) orang saksi yang terkait dengan kasus tersebut di Perum Perindo Tahun 2016-2019.
"Saksi-saksi yang diperiksa antara lain, MT selaku Direktur Keuangan Perum Perindo, diperiksa terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia. Kedua IA selaku Anggota Komite Risk Management Perum Perindo, diperiksa terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia," tutupnya.
Leonard menjelaskan, adapun kasus posisi tipikor di Perum Perindo, bahwa pada Tahun 2017 Perum Perindo menerbitkan MTN (Medium Tern Notes)/hutang jangka menengah. Bahwa MTN adalah salah satu cara mendapatkan dana dengan cara menjual Prospek.
Adapun prospek yang dijual Perum Perindo dalam hal penangkapan ikan, selanjutnya Perum Perindo mendapatkan Dana MTN sebesar Rp200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah), yang cair pada:
a. Bulan Agustus 2017 Rp100.000.000,000,- (seratus miliar rupiah) dengan return 9% dibayar per triwulan, jangka waktu tiga tahun yang jatuh tempo pada bulan Agustus 2020.
b. Bulan Desember 2017 Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) return 9,5% dibayar per triwulan, jangka waktu 3 (tiga) tahun yang jatuh tempo pada bulan Desember 2020.
"Bahwa dari MTN yang diterbitkan di tahun 2017 sebesar Rp200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupah), Perum Perindo menggunakannya sebagian besar dananya untuk modal kerja perdagangan," ucap Leonard.
"Dan hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya pendapatan perusahaan yang di tahun 2016 sebesar kurang lebih Rp223.000.000.000,- (dua ratus dua puluh tiga miliar rupiah), meningkat menjadi kurang lebih Rp603.000.000.000,- (enam ratus tiga miliar rupiah) di tahun 2017 dan mencapai kurang lebih Rp1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah) di tahun 2018," tambahnya.
Dikatakan Leonard, kontribusi terbesar berasal dari pendapatan perdagangan. Pencapaian dilakukan dengan melibatkan semua unit usaha untuk melakukan perdagangan sehingga menimbulkan permasalahan kontrol transaksi perdagangan menjadi lemah, dimana masih terjadi transaksi walau mitra terindikasi macet.
"Kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati menjadikan perdagangan pada saat itu, perputaran modal kerjanya melambat dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181.196.173.783,- (seratus delapan puluh satu miliar seratus sembilan puluh enam juta seratus tujuh puluh tiga ribu tujuh ratus delapan puluh tiga rupiah)," jelasnya.
Pada Senin 23 Agustus 2021, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung mulai melakukan pemeriksaan terhadap 2 (dua) orang saksi yang terkait dengan kasus tersebut di Perum Perindo Tahun 2016-2019.
"Saksi-saksi yang diperiksa antara lain, MT selaku Direktur Keuangan Perum Perindo, diperiksa terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia. Kedua IA selaku Anggota Komite Risk Management Perum Perindo, diperiksa terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia," tutupnya.
(maf)