Dinilai Tendensius, KAI Minta Pasal 282 Soal Advokat Curang Dicabut dari RUU KUHP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) , Henry Indraguna merespons surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Nomor PPE.2.PP.01.04/579 per tanggal 6 Agustus 2021, perihal Undangan Rapat Internal Pemerintah pembahasan RUU tentang KUHP yang mengagendakan pembahasan terkait advokat curang.
Dimana, dalam Pasal 282 RUU KUHP berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori V advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang:
a. Mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau
b. Memengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi juru bahasa penyidik, penuntut hukum atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.
Adapun penjelasan Pasal 282 ketentuan ini ditujukan kepada advokat yang secara curang merugikan kliennya atau meminta kliennya menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses peradilan.
Henry menilai bahwa pasal ini dibuat dengan paradigma yang kurang tepat. Sebab, dengan adanya pasal ini seakan-akan hanya advokat yang dapat berlaku curang kepada kliennya.
"Padahal penegak hukum lain juga dapat melakukan kecurangan, bahkan klien juga bisa berlaku curang kepada advokat," ujar Henry Indraguna melalui pesan tertulis, Kamis (12/8/2021).
Secara keseluruhan, menurut Henry, Pasal 282 RUU KUHP tersebut perlu ditinjau ulang oleh para pembuat undang-undang dengan melibatkan partisipasi organisasi advokat yang ingin agar keberadaan pasal a quo dihapuskan.
UU yang partisipatif adalah UU yang mengakomodir partisipasi masyarakat (in casu para advokat). Henry lalu mengutif pendapat Daniel S Lev, ilmuwan politik asal Amerika, yang mengatakan bahwa advokat Indonesia adalah ujung tombak pembaruan hukum, demokrasi, dan tulang punggung kelas menengah di Indonesia.
Henry melanjutkan, kalaupun pasal ini tetap dipertahankan maka tidak boleh hanya ditujukan kepada advokat tetapi juga ditujukan kepada penegak hukum lainnya, yaitu hakim, jaksa, penyidik, panitera, termasuk juga klien.
Menyadari bahwa dalam praktiknya ada advokat yang berlaku curang terhadap kliennya dan perlu mendapat sanksi tetapi tidak tepat dikenakan dengan Pasal 282 tersebut.
"Advokat meminta pemerintah mencabut Pasal 282 dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP yang memuat ancaman pidana bagi advokat yang diketahui curang dalam menjalankan pekerjaannya. Pasal tersebut dinilai diskriminatif, prejudice, dan tendensius karena seolah-olah hanya advokat yang dapat berlaku curang," jelasnya.
Henry Indraguna meminta pemerintah dan DPR,agar mengeluarkan Pasal 282 dari Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
"Saya meminta kepada pemerintah dan DPR untuk mengeluarkan ketetentuan Pasal 282 tersebut dari isi RUU KUHP," pungkasnya.
Dimana, dalam Pasal 282 RUU KUHP berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori V advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang:
a. Mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau
b. Memengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi juru bahasa penyidik, penuntut hukum atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.
Adapun penjelasan Pasal 282 ketentuan ini ditujukan kepada advokat yang secara curang merugikan kliennya atau meminta kliennya menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses peradilan.
Henry menilai bahwa pasal ini dibuat dengan paradigma yang kurang tepat. Sebab, dengan adanya pasal ini seakan-akan hanya advokat yang dapat berlaku curang kepada kliennya.
"Padahal penegak hukum lain juga dapat melakukan kecurangan, bahkan klien juga bisa berlaku curang kepada advokat," ujar Henry Indraguna melalui pesan tertulis, Kamis (12/8/2021).
Secara keseluruhan, menurut Henry, Pasal 282 RUU KUHP tersebut perlu ditinjau ulang oleh para pembuat undang-undang dengan melibatkan partisipasi organisasi advokat yang ingin agar keberadaan pasal a quo dihapuskan.
UU yang partisipatif adalah UU yang mengakomodir partisipasi masyarakat (in casu para advokat). Henry lalu mengutif pendapat Daniel S Lev, ilmuwan politik asal Amerika, yang mengatakan bahwa advokat Indonesia adalah ujung tombak pembaruan hukum, demokrasi, dan tulang punggung kelas menengah di Indonesia.
Henry melanjutkan, kalaupun pasal ini tetap dipertahankan maka tidak boleh hanya ditujukan kepada advokat tetapi juga ditujukan kepada penegak hukum lainnya, yaitu hakim, jaksa, penyidik, panitera, termasuk juga klien.
Menyadari bahwa dalam praktiknya ada advokat yang berlaku curang terhadap kliennya dan perlu mendapat sanksi tetapi tidak tepat dikenakan dengan Pasal 282 tersebut.
"Advokat meminta pemerintah mencabut Pasal 282 dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP yang memuat ancaman pidana bagi advokat yang diketahui curang dalam menjalankan pekerjaannya. Pasal tersebut dinilai diskriminatif, prejudice, dan tendensius karena seolah-olah hanya advokat yang dapat berlaku curang," jelasnya.
Henry Indraguna meminta pemerintah dan DPR,agar mengeluarkan Pasal 282 dari Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
"Saya meminta kepada pemerintah dan DPR untuk mengeluarkan ketetentuan Pasal 282 tersebut dari isi RUU KUHP," pungkasnya.
(kri)