Menyemai Bibit Unggul Pelajar Indonesia

Kamis, 12 Agustus 2021 - 05:55 WIB
loading...
A A A
Dalam identifikasi Puspresnas Kemendikbudristek ada sekitar 150.000-250.000 pelajar yang memiliki minat dan prestasi di sembilan mata pelajaran. Bahkan, ada anak yang memiliki minat pada bidang yang tidak ada pelajarannya di sekolah, seperti astronomi. Mereka biasanya belajar otodidak dan dibimbing oleh sekolah. Dari jumlah tersebut, setelah melalui serangkaian kompetisi di tingkat nasional biasanya tersisa 400-500 orang. Lalu, diambil lagi 30 terbaik di masing-masing bidang. Mereka belum aman karena harus masih menjalani pembinaan dan seleksi lanjutan. Nantinya, akan dipilih 5-6 pelajar untuk dibimbing oleh para ahli dari perguruan tinggi.

Bak seorang atlet, mereka pun harus menjalani pelatnas. Beberapa kota yang sering dijadikan pusat pelatihan adalah Jakarta, Bandung, Malang, dan Bogor. Di luar sains, Kemendikbudristek melebarkan pemantauan dan pembinaannya pada minat kewirausahaan siswa-siswi Indonesia. Saban tahun, ada 1.800-2.000 karya, seperti fesyen, kuliner, kriya, dan games, yang ikut tival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Indonesia.

“Kita tidak semata-mata mencari yang genius, tapi anak yang kreatif,” tegas Asep.



Peraih medali emas di International Olympiad in Informatics (IOI) tahun 2020 dan 2021 Pikatan Arya Bramajati membenarkan proses seleksi yang harus dilalui sejak di tingkat daerah. Sebelum masuk tim olimpiade informatika nasional, Ia mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN). Kemudian, ia masuk pelatnas. Di pelatnas, dia digembleng oleh para alumni siswa berprestasi di olimpiade internasional dan sejumlah dosen dari UI, Binus, dan sebagainya.

Peraih medali perak di Asia Pacific Informatics Olympiad 2020 dan 2021 menceritakan proses pertandingan di olimpiade biasanya panitia memberikan soal dalam bentuk cerita. Soalnya sebanyak tiga buah dan harus diselesaikan dalam waktu lima jam.

“Tugas membuat program untuk menyelesaikan masalah itu. Semakin banyak kasus yang bisa diselesaikan, makin banyak poin didapat,” ujarnya.

Memiliki kemampuan TI dan sedang banyak dimanfaatkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19, Pikatan sudah berancang-ancang untuk mengaplikasikan ilmunya tersebut. Pria yang baru diterima di UI itu salah satu sudah membayangkan membuat aplikasi yang bisa membantu masyarakat, entah di bidang pertanian atau perkebunan. “Belum tahu mau menjadi apa. Harusnya nyambung ke informatika,” ucapnya.

Menyelesaikan Disparitas
Masalahnya, ada stigma di masyarakat mereka yang bisa bertualang di kompetisi internasional itu siswa-siswi dari sekolah favorit, berada di kota besar, dan berbiaya mahal.

Wasekjen Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Abdul Qadir mengatakan pemerintah perlu mendorong sekolah-sekolah negeri untuk melengkapi sarana dan prasarana. Kemudian, pemerintah juga harus meningkatkan kualitas dan tata kelola gurunya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1322 seconds (0.1#10.140)