Paradigma Normal Baru

Jum'at, 29 Mei 2020 - 07:26 WIB
loading...
A A A
Risiko imported case baru dapat dikelola. Masyarakat sepenuhnya dididik, dilibatkan, dan diberdayakan untuk hidup era normal baru. Melihat syarat-syarat tersebut, rasanya sekarang kita semua belum siap dan ada baiknya kita masih berkomitmen dengan pembatasan hingga menunggu situasi syarat-syarat tadi benar-benar terpenuhi minimal bisa dikendalikan.

Kedua, kebijakannya harus jelas dan memberi arahan. Jangan membuat kebijakan yang bersifat polisemi atau multitafsir di saat pandemi. Saat ini, pemerintah memang belum mengeluarkan kebijakan soal normal baru ini. Kebijakan yang sifatnya parsial sudah mulai ada misalnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang panduan pencegahan dan pengendalian Covid-19 di tempat kerja perkantoran dan industri dalam mendukung keberlangsungan usaha pada situasi pandemi. Tentu, memasuki normal baru, harus ada kebijakan yang sifatnya komprehensif. Janganlah satu kebijakan paradoks dengan kebijakan lainnya. Saat ini, pemerintah wajib mensinkronkan berbagai kebijakan yang sudah, sedang dan akan diambil untuk menjadi dasar memasuki fase normal baru secara terkoordinasi.

Ketiga, dibutuhkan kepemimpinan informasi (information leadership) dalam mengkomunikasikan kebijakan di tengah masyarakat yang sangat kompleks. Narasi komunikasi pemerintah harus jelas. Sebuah kebijakan yang bagus tak akan menghasilkan hal yang bagus jika tidak ditunjang oleh narasi komunikasi kebijakan yang optimal. Ingat, salah satu modal paling fundamental dalam penanganan pandemi adalah kepercayaan publik. Dengan tumbuhnya kepercayaan bahwa pemerintah serius, kredibel, pro publik, dan hadir di tengah ragam masalah yang membuncah, maka akan menumbuhkan bahkan menguatkan kepercayaan rakyat tanpa diminta sekalipun.

Dalam komunikasi harus dipenuhi dulu syarat pemahaman (understanding) dari khalayak. Oleh karenanya, sebelum kebijakan ini dimulai harus ada sosialisasi atau penyuluhan yang memadai. Komunikasi dengan masyarakat terutama melalui komunitas-komunitas, media massa dan media sosial, melalui jejaring dunia usaha, para akademisi kampus dan lain-lain. Tujuannya agar terbangun kesadaran bersama. Tanpa kepemimpinan informasi yang baik, wacana normal baru ini hanya akan menjadi kegaduhan yang membahayakan kebersamaan. Normal baru butuh kuatnya paradigma berpikir, yang diturunkan ke perilaku bersama, dilandasi kebijakan publik yang jelas dan terarah, serta diikat dengan kebersamaan rakyat Indonesia melawan corona.
(ysw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1659 seconds (0.1#10.140)