Refly Harun Ungkap Sejumlah Patologi Demokrasi di Indonesia

Sabtu, 07 Agustus 2021 - 19:57 WIB
loading...
Refly Harun Ungkap Sejumlah...
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyebut saat ini di Indonesia masih diselimuti oleh beberapa patologi yang mengganggu berjalannya demokrasi. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyebut saat ini di Indonesia masih diselimuti oleh beberapa patologi yang mengganggu berjalannya demokrasi . Salah satunya mengenai dugaan pemilu yang curang dan penerapan presidential threshold.

Baca Juga: demokrasiresidential threshold," kata Refly Harun dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (7/8/2021).

"Tapi rupanya hakim-hakim di mahkamah konstitusi masih belum lepas dari kungkungan kekuasaan yang kita tidak tahu, the invisible hand yang menghalangi mereka untuk menghapus pasal presidential threshold," tambahnya.

Baca juga: Bicara Kritik Jantung Demokrasi, Fadjroel Minta Hindari Hinaan dan Bully

Sementara kata Refly, padahal mereka sendiri harusnya paham nyata dan sadar bahwa itu adalah konstitusional dan nyata sekali, baca dissenting of opinion-nya Saldi Isra.

"Saya kira itu jawaban yang telak bagi hakim MK lainnya yang menyetujui presidential threshold," tambahnya.

Patologi demokrasi lainnya, kata Refly, yakni korupsi yang masih merajalela di Indonesia. Padahal, awalnya Refly berharap pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mau menegakkan pemberantasan korupsi dengan komitmen yang kuat.

"Karena berharap dari awal Jokowi tidak ada masalah dengan masa lalunya tidak terbelit kekuasaan masa lalu yang memungkinkan dia barang kali ada belitan-belitan korupsi," ucapnya.

Tapi ternyata menurut Refly, dibandingkan masa pemerintahan SBY bahkan justru pemberantasan korupsi dilemahkan saat ini termasuk pelemahan KPK.

"Jadi KPK sekarang tidak lagi mendapatkan tempat terhormat di mata masyarakat sipil terutama mereka yang antikorupsi atau berjuang untuk pemberantasan korupsi," jelasnya.

Patologi demokrasi lainnya, lanjut Refly, yakni adanya oligarki politik dan bisnis yang melingkari Istana dalam hal ini Presiden Jokowi. Munculnya oligarki di istana karena Jokowi bukan sosok pemimpin yang kuat atau strong leader.

"Jadi Presiden Jokowi sendiri menurut saya bukan tipe strong leader tapi karena dia bukan strong leader maka dia membutuhkan oligarki kekuasaan politik dan bisnis untuk melindunginya. Maka kemudian demokrasi kita punya patologi seperti itu," pungkasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1209 seconds (0.1#10.140)