Viva Yoga Mauladi: Kok Ikan Lele Dipolitisasi? Apa Kesalahan Ikan Lele?
loading...
A
A
A
Cerita rakyat (folktale) atau legenda soal ikan lele sampai sekarang masih diyakini masyarakat Lamongan, terutama di Utara daerah Glagah, Karangbinangun, Deket, dan sekitarnya. Ada cerita soal Sunan Giri III, muridnya yang bernama Boyopati, Mbok Rondo Barang, dan ikan lele, yang sudah menjadi cerita rakyat.
"Bagi orang Lamongan, ikan lele melambangkan sikap ulet, sabar, tahan menderita dalam apa pun, meski di air keruh, bahkan tanpa air, masih bisa hidup. Dan Jangan diganggu karena punya senjata patil. Kok mengapa ikan lele saat ini dibuat metafora sosial politik sebagai ikan busuk, tidak berguna, jahat, dan konotasi buruk, sebagai personifikasi para politisi/aktivis politik busuk?"
Dia menambahkan, jika tidak mengerti asal-usul suatu perlambang, jangan buat kiasan hewan sembarangan. Namanya melakukan framing negatif terhadap ikan lele.
Jadi, kata Juru Bicara DPP PAN ini, setop wacana kiasan politisi ikan lele ditempelkan atau dipersonifikasikan dengan politisi/aktivis busuk. "Cobalah sekali-kali merasakan bagaimana rasanya kena patil lele (saya sudah pernah 3 kali). Badan akan meriang, panas, sakit. Mungkin seperti kena Covid 19. Pasti Anda akan menangis."
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengingatkan perlunya mewaspadai manuver politisi 'ikan lele' di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, buruknya penanganan pandemi tidak hanya disebabkan oleh dampak sosial dan ekonomi semata, tapi juga karena ulah mereka.
Mu'ti menjelaskan, istilah politisi ikan lele ini dipinjamnya dari ungkapan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif untuk menunjuk mereka yang senang tampil memperkeruh suasana dan mengadu domba.
“Saya menyebut politisi ini tidak selalu mereka yang menjadi pengurus partai politik, tetapi orang yang pikirannya selalu mengaitkan berbagai keadaan itu dengan politik, berbagai persoalan dipolitisasi,” jelas Mu’ti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima, Kamis (5/8/2021).
"Bagi orang Lamongan, ikan lele melambangkan sikap ulet, sabar, tahan menderita dalam apa pun, meski di air keruh, bahkan tanpa air, masih bisa hidup. Dan Jangan diganggu karena punya senjata patil. Kok mengapa ikan lele saat ini dibuat metafora sosial politik sebagai ikan busuk, tidak berguna, jahat, dan konotasi buruk, sebagai personifikasi para politisi/aktivis politik busuk?"
Dia menambahkan, jika tidak mengerti asal-usul suatu perlambang, jangan buat kiasan hewan sembarangan. Namanya melakukan framing negatif terhadap ikan lele.
Jadi, kata Juru Bicara DPP PAN ini, setop wacana kiasan politisi ikan lele ditempelkan atau dipersonifikasikan dengan politisi/aktivis busuk. "Cobalah sekali-kali merasakan bagaimana rasanya kena patil lele (saya sudah pernah 3 kali). Badan akan meriang, panas, sakit. Mungkin seperti kena Covid 19. Pasti Anda akan menangis."
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengingatkan perlunya mewaspadai manuver politisi 'ikan lele' di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, buruknya penanganan pandemi tidak hanya disebabkan oleh dampak sosial dan ekonomi semata, tapi juga karena ulah mereka.
Mu'ti menjelaskan, istilah politisi ikan lele ini dipinjamnya dari ungkapan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif untuk menunjuk mereka yang senang tampil memperkeruh suasana dan mengadu domba.
“Saya menyebut politisi ini tidak selalu mereka yang menjadi pengurus partai politik, tetapi orang yang pikirannya selalu mengaitkan berbagai keadaan itu dengan politik, berbagai persoalan dipolitisasi,” jelas Mu’ti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima, Kamis (5/8/2021).
(zik)