Satgas Sebut Relaksasi Kerap Disalahartikan Keadaan Aman Lalu Lupa Prokes
loading...
A
A
A
JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, bahwa relaksasi kebijakan pada masa pandemi Covid-19 perlu kehati-hatian. Menurutnya jika langkah relaksasi tidak tepat dan tak didukung oleh seluruh lapisan masyarakat maka hanya akan memicu kasus Covid-19 meningkat.
“Mekanisme pengetatan rata-rata dilakukan selama 4 sampai 8 minggu dengan efek melandainya kasus atau bahkan dapat menurun. Namun saat relaksasi saat 13 sampai 20 minggu kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat. Hal ini perlu menjadi refleksi penting pada pengetatan yang saat ini dilakukan,” tuturnya.
Wiku menyebut bahwa penanganan Covid-19 dapat berhasil dan efektif apabila saat keputusan relaksasi diambil dapat dipersiapkan dengan matang. Selain itu adanya komitmen dalam melaksanakan kebijakan atau kesepakatan dari seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.
“Kedua hal ini menjadi kunci terlaksanakan relaksasi yang efektif dan aman serta tidak memicu kasus kembali melonjak. Cara ini adalah cara yang paling murah dan mudah dan dapat terus dijalankan dengan berbagai penyesuaian pada kegiatan masyarakat,” ujarnya.
Namun begitu dari pengalaman relaksasi yang dilakukan di Indonesia sering memicu peningkatan kasus. Pasalnya relaksasi disalahartikan bahwa keadaan sudah aman sehingga protokol kesehatan (prokes) diabaikan.
"Sayangnya melalui pembelajaran yang ditemui di lapangan selama ini keputusan relaksasi sering tidak diikuti dengan sarana prasarana fasilitas pelayanan kesehatan dan pengawasan protokol kesehatan yang ideal. Selain itu relaksasi disalahartikan sebagai keadaan aman sehingga protokol kesehatan dilupakan dan penularan kembali terjadi di masyarakat dan menyebabkan kasus kembali meningkat," pungkasnya.
“Mekanisme pengetatan rata-rata dilakukan selama 4 sampai 8 minggu dengan efek melandainya kasus atau bahkan dapat menurun. Namun saat relaksasi saat 13 sampai 20 minggu kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat. Hal ini perlu menjadi refleksi penting pada pengetatan yang saat ini dilakukan,” tuturnya.
Wiku menyebut bahwa penanganan Covid-19 dapat berhasil dan efektif apabila saat keputusan relaksasi diambil dapat dipersiapkan dengan matang. Selain itu adanya komitmen dalam melaksanakan kebijakan atau kesepakatan dari seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.
“Kedua hal ini menjadi kunci terlaksanakan relaksasi yang efektif dan aman serta tidak memicu kasus kembali melonjak. Cara ini adalah cara yang paling murah dan mudah dan dapat terus dijalankan dengan berbagai penyesuaian pada kegiatan masyarakat,” ujarnya.
Namun begitu dari pengalaman relaksasi yang dilakukan di Indonesia sering memicu peningkatan kasus. Pasalnya relaksasi disalahartikan bahwa keadaan sudah aman sehingga protokol kesehatan (prokes) diabaikan.
"Sayangnya melalui pembelajaran yang ditemui di lapangan selama ini keputusan relaksasi sering tidak diikuti dengan sarana prasarana fasilitas pelayanan kesehatan dan pengawasan protokol kesehatan yang ideal. Selain itu relaksasi disalahartikan sebagai keadaan aman sehingga protokol kesehatan dilupakan dan penularan kembali terjadi di masyarakat dan menyebabkan kasus kembali meningkat," pungkasnya.
(maf)