New Normal dan Ayah yang Membisu
loading...
A
A
A
Budi Suswanto
Dosen Ilmu Komunikasi Institut Bisnis Muhammadiyah Bekasi
MASYARAKAT pada beberapa waktu ke depan, bersiap untuk menghadapai new normal. Sebuah tatanan baru yang berbeda dari kehidupan sebelumnya.
Bahkan Direktur Regional WHO untuk Eropa Dr Hans Henri . Kludge sudah memberikan panduan bagi negara-negara di Eropa untuk melaksanakan kehidupan new normal.
Di Indonesia, Kemenko Perekonomian sudah berancang-ancang melakukan pemulihan ekonomi. Dalam kajian awalnya, terbagi dalam lima fase. Fase pertama dimulai dari awal Juni, fase kedua di pertengahan Juni, begitu seterusnya hingga akhir Juli.
Diperkirakan awal bulan Agustus, seluruh kegiatan ekonomi semuanya dibuka kembali. Tentunya dengan tetap memperhatikan protokol dan standar kebersihan dan kesehatan yang ketat.
Sebenarnya “persiapan” kehidupan new normal tersebut sudah dimulai saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan. Orang terpaksa harus banyak berdiam diri di rumah. Tidak terkecuali bagi ayah, yang sebagian besar menghabiskan waktunya berada di luar rumah untuk mencari nafkah.
Bagi ibu, keberadaan dirinya di rumah bukan sesuatu yang istimewa bagi anak-anak. Karena memang, kebanyakan tugas ibu berada di rumah. Tentu saja pengecualian bagi ibu yang sehari-harinya bekerja di luar rumah. Hal yang berbeda dirasakan anak, saat sosok ayah lebih banyak berada di rumah.
Anak lelaki saya berusia lima tahun seringkali bertanya,”Ayah tidak pergi kerja?” Saya hanya memberi pemahaman yang mudah dimengerti olehnya, kalau ayah bekerja di rumah. Tentu awalnya tidak langsung membuatnya paham. Karena pada beberapa kesempatan yang lain ia masih saja bertanya tentang keberadaan ayahnya di rumah.
Sikap berbeda ditunjukkan oleh anak perempuan saya, yang tahun ini memasuki bangku sekolah tingkat lanjutan atas (SLTA). Ia memaklumi kondisi yang terjadi.
Aktivitas saya di rumah menjadi lebih banyak. Selain menyelesaikan “tugas rutin” pekerjaan di rumah (work from home), saya juga ikut mengurus anak lelaki. Dari mulai memandikan, menyuapinya makan, menemaninya bermain sampai mendengarkan cerita tentang film kartun yang ditontonnya.
Dosen Ilmu Komunikasi Institut Bisnis Muhammadiyah Bekasi
MASYARAKAT pada beberapa waktu ke depan, bersiap untuk menghadapai new normal. Sebuah tatanan baru yang berbeda dari kehidupan sebelumnya.
Bahkan Direktur Regional WHO untuk Eropa Dr Hans Henri . Kludge sudah memberikan panduan bagi negara-negara di Eropa untuk melaksanakan kehidupan new normal.
Di Indonesia, Kemenko Perekonomian sudah berancang-ancang melakukan pemulihan ekonomi. Dalam kajian awalnya, terbagi dalam lima fase. Fase pertama dimulai dari awal Juni, fase kedua di pertengahan Juni, begitu seterusnya hingga akhir Juli.
Diperkirakan awal bulan Agustus, seluruh kegiatan ekonomi semuanya dibuka kembali. Tentunya dengan tetap memperhatikan protokol dan standar kebersihan dan kesehatan yang ketat.
Sebenarnya “persiapan” kehidupan new normal tersebut sudah dimulai saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan. Orang terpaksa harus banyak berdiam diri di rumah. Tidak terkecuali bagi ayah, yang sebagian besar menghabiskan waktunya berada di luar rumah untuk mencari nafkah.
Bagi ibu, keberadaan dirinya di rumah bukan sesuatu yang istimewa bagi anak-anak. Karena memang, kebanyakan tugas ibu berada di rumah. Tentu saja pengecualian bagi ibu yang sehari-harinya bekerja di luar rumah. Hal yang berbeda dirasakan anak, saat sosok ayah lebih banyak berada di rumah.
Anak lelaki saya berusia lima tahun seringkali bertanya,”Ayah tidak pergi kerja?” Saya hanya memberi pemahaman yang mudah dimengerti olehnya, kalau ayah bekerja di rumah. Tentu awalnya tidak langsung membuatnya paham. Karena pada beberapa kesempatan yang lain ia masih saja bertanya tentang keberadaan ayahnya di rumah.
Sikap berbeda ditunjukkan oleh anak perempuan saya, yang tahun ini memasuki bangku sekolah tingkat lanjutan atas (SLTA). Ia memaklumi kondisi yang terjadi.
Aktivitas saya di rumah menjadi lebih banyak. Selain menyelesaikan “tugas rutin” pekerjaan di rumah (work from home), saya juga ikut mengurus anak lelaki. Dari mulai memandikan, menyuapinya makan, menemaninya bermain sampai mendengarkan cerita tentang film kartun yang ditontonnya.