KPU Racik Skenario Pilkada Serentak 2020 di Tengah Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah membuat skenario pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 atau di tengah pandemi Covid-19. Selain menerapkan protokol corona, beberapa tahapan dilakukan inovasi dan juga dilakukan secara online.
Namun, itu semua menimbulkan risiko penambahan anggaran Pilkada yang cukup dignifikan. (Baca juga: Mendagri Beberkan Alasan Pilkada Serentak Tetap Digelar Tahun Ini)
"Pada prinsipnya KPU siap melaksanakan tahapan pilkada lanjutan baik Maret maupun September, itu sesuai syarat pada bulan apa kita melanjutkan. Untuk pilkada Desember 2020, kita akan mulai di Juni, tahapan sudah kita lakukan FGD dan uji publik, sudah dapat masukan dan catatan," kata Ketua KPU Arief Budiman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR secara virtual, Rabu (27/5/2020).
(Baca juga: Mendagri Sebut Petahana Bisa Diserang dengan Isu Corona di Pilkada 2020)
Arief memaparkan, pembentukan badan ad hoc seperti PPDB dan KPPS dan melakukan pelantikan secara online. Bimtek pun dengan media daring. Untuk itu, pihaknya akan menyusun bimtek secara online. Namun, apakah daerah siap kalau melakukan secara online karena, sarana dan prasarana di daerah juga harus terpenuhi.
"Pada intinya kita akan melakukan prinsip-prinsip kegiatan tahapan sesuai protocol kesehatan, menjaga jarak saat berinteraksi, melindungi diri dengan menggunakan masker, hand sanitizer, atau jika diperlukan melakukan disinfektan untuk ruangan tertentu," terangnya.
Untuk verifikasi pencalonan dan syarat calon perseorangan, Arief melanjutkan, bisa saja semua pendaftaran calon dilakukan secara online. Tetapi, mungkin tetap harus datang ke kantor KPUD untuk menandatangani berita acara dengan diwakili oleh 2 staf dan tidak perlu iring-iringan.
Dan langkah KPU untuk tahapan logistik, dia menjelaskan bahwa akan ada CCTV yang bisa diakses KPU. Mulai dari sortir, setting dan bongkar muat dilakukan di tempat yang luas dan terjadwal. Penyemprotan disinfektan pada boks pembungkus dan kendaraan pengangkut. Tapi, ada penambahan logistik seperti pengadaan masker, hand sanitizer, penyemprot disinfektan, penambahan bilik suara termasuk memperluas TPS menjadi 10x11 m atau 8x13 m dari semula 8x10 m.
"Konsekuensi akan terjadi penambahan anggaran logistik. Pada saat kampanye, Mendagri sudah samapaikan, ada beberapa hal disesuaikan termasuk metode kampanye, pembatasan kampanye yang pertemuan secara fisik," jelas Arief.
Kemudian, lanjut dia, untuk pemungutan dan penghitunagn suara, ditambahkan sejumlah metode yang sbeelumnya tidak. Tapi, ada konsekuensi paying hukum dengan hanya mengubah PKPU untuk ketentuan yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Undang-Undang (UU) Pilkada. Atau, dengan mengubah UU Pilkada itu.
"Seperti, mengurangi jumlah pemilih dalam TPS, berdasarkan data DP4 perkiraan jumlah TPS lebih dari 150 ribu TPS, dengan perkiraan pemilih 105 juta lebih pemilih, jumlah pemilih sampai dengan 800 pemilih per TPS kalau dikurangi setengahnya jumlah TPS akan bertambah, konsekuensi biaya jadi dua kali lipat," tutup Arief.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan KPU terkait dengan kegiatan yang bersiko. Seperti mislanya, pelantikan PPK, PPS bisa dilakukan virtual atau pelantikan dilakukan bergelombang.
Pemuktahiran data pemilih dilakukan door to door dengan dibantu perangkat Kemendagri di desa-desa dan juga teman-teman yang menyalurkan bansos seklaigus memvalidasi penerima manfaat BLT (bantuan langsung tunai). "Mereka akan gunakan makser bahkan pakai APD," kata Tito di kesempatan sama.
Kemudian, lanjut Tito, pendaftaran tidak harus rombongan, pemeriksaan kesehatan sesuai standard dan kampanye dilakukan dengan menghindari kampante akbar, kamppanye terbatas dalam ruangan dan diganti dengan menggunakan media live streaming yang bisa mencapai puluhan ribu mungkin juga kampnye bisa dipadatkan.
"Kami sudah komunikasikan dengan Kemenkes dan Gugus Tugas prinsipnya mereka lihat belum selesai 2021 mereka dukung 9 Desember namun, protokol kesehatan dipatuhi dan mengikuti mereka dan waktu pelaksanaan bersama-sama dan bisa menjadi pendorong," tandasnya.
Namun, itu semua menimbulkan risiko penambahan anggaran Pilkada yang cukup dignifikan. (Baca juga: Mendagri Beberkan Alasan Pilkada Serentak Tetap Digelar Tahun Ini)
"Pada prinsipnya KPU siap melaksanakan tahapan pilkada lanjutan baik Maret maupun September, itu sesuai syarat pada bulan apa kita melanjutkan. Untuk pilkada Desember 2020, kita akan mulai di Juni, tahapan sudah kita lakukan FGD dan uji publik, sudah dapat masukan dan catatan," kata Ketua KPU Arief Budiman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR secara virtual, Rabu (27/5/2020).
(Baca juga: Mendagri Sebut Petahana Bisa Diserang dengan Isu Corona di Pilkada 2020)
Arief memaparkan, pembentukan badan ad hoc seperti PPDB dan KPPS dan melakukan pelantikan secara online. Bimtek pun dengan media daring. Untuk itu, pihaknya akan menyusun bimtek secara online. Namun, apakah daerah siap kalau melakukan secara online karena, sarana dan prasarana di daerah juga harus terpenuhi.
"Pada intinya kita akan melakukan prinsip-prinsip kegiatan tahapan sesuai protocol kesehatan, menjaga jarak saat berinteraksi, melindungi diri dengan menggunakan masker, hand sanitizer, atau jika diperlukan melakukan disinfektan untuk ruangan tertentu," terangnya.
Untuk verifikasi pencalonan dan syarat calon perseorangan, Arief melanjutkan, bisa saja semua pendaftaran calon dilakukan secara online. Tetapi, mungkin tetap harus datang ke kantor KPUD untuk menandatangani berita acara dengan diwakili oleh 2 staf dan tidak perlu iring-iringan.
Dan langkah KPU untuk tahapan logistik, dia menjelaskan bahwa akan ada CCTV yang bisa diakses KPU. Mulai dari sortir, setting dan bongkar muat dilakukan di tempat yang luas dan terjadwal. Penyemprotan disinfektan pada boks pembungkus dan kendaraan pengangkut. Tapi, ada penambahan logistik seperti pengadaan masker, hand sanitizer, penyemprot disinfektan, penambahan bilik suara termasuk memperluas TPS menjadi 10x11 m atau 8x13 m dari semula 8x10 m.
"Konsekuensi akan terjadi penambahan anggaran logistik. Pada saat kampanye, Mendagri sudah samapaikan, ada beberapa hal disesuaikan termasuk metode kampanye, pembatasan kampanye yang pertemuan secara fisik," jelas Arief.
Kemudian, lanjut dia, untuk pemungutan dan penghitunagn suara, ditambahkan sejumlah metode yang sbeelumnya tidak. Tapi, ada konsekuensi paying hukum dengan hanya mengubah PKPU untuk ketentuan yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Undang-Undang (UU) Pilkada. Atau, dengan mengubah UU Pilkada itu.
"Seperti, mengurangi jumlah pemilih dalam TPS, berdasarkan data DP4 perkiraan jumlah TPS lebih dari 150 ribu TPS, dengan perkiraan pemilih 105 juta lebih pemilih, jumlah pemilih sampai dengan 800 pemilih per TPS kalau dikurangi setengahnya jumlah TPS akan bertambah, konsekuensi biaya jadi dua kali lipat," tutup Arief.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan KPU terkait dengan kegiatan yang bersiko. Seperti mislanya, pelantikan PPK, PPS bisa dilakukan virtual atau pelantikan dilakukan bergelombang.
Pemuktahiran data pemilih dilakukan door to door dengan dibantu perangkat Kemendagri di desa-desa dan juga teman-teman yang menyalurkan bansos seklaigus memvalidasi penerima manfaat BLT (bantuan langsung tunai). "Mereka akan gunakan makser bahkan pakai APD," kata Tito di kesempatan sama.
Kemudian, lanjut Tito, pendaftaran tidak harus rombongan, pemeriksaan kesehatan sesuai standard dan kampanye dilakukan dengan menghindari kampante akbar, kamppanye terbatas dalam ruangan dan diganti dengan menggunakan media live streaming yang bisa mencapai puluhan ribu mungkin juga kampnye bisa dipadatkan.
"Kami sudah komunikasikan dengan Kemenkes dan Gugus Tugas prinsipnya mereka lihat belum selesai 2021 mereka dukung 9 Desember namun, protokol kesehatan dipatuhi dan mengikuti mereka dan waktu pelaksanaan bersama-sama dan bisa menjadi pendorong," tandasnya.
(maf)