Pembinaan Petani oleh Moeldoko Dinilai Bagian dari Kepedulian Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko meminta pemerintah membina petani garam di daerah-daerah. Itu untuk memaksimalkan produksi garam rakyat secara optimal sehingga mampu menekan kebutuhan impor komoditi garam.
Menurut dia, negara harus mengeluarkan standar mutu yang jelas untuk komoditas garam petani. Kemudian pemerintah tidak boleh menganaktirikan produksi garam dari petani atau petambak.
"Karena ada perbedaan yang signifikan antara produksi Madura dan Jawa, apalagi luar Jawa. Juga soal masa panen dan pemerintah harus karena petani lapar dan ingin cepat punya uang untuk makan sementara harganya sekarang turun," paparnya.
Maka kata dia, petani garam membutuhkan jaminan kesejahteraan dengan bantuan yang mampu meningkatkan kesejahteraan. "Lembaga pemerintah tidak ada yang bisa memberikan pinjaman untuk petani sebelum produksi," pungkasnya.
Sebelumnya Moeldoko menyatakan petani garam harus dimasukkan dalam Perpres Neraca Komoditas. Pasalnya, produksi petani garam nasional kurang bagus.
Petani kerap memanen garam lebih cepat dengan alasan terdesak kebutuhan ekonomi. Padahal memanen garam lebih cepat dari waktunya akan membuat garam berkualitas buruk.
Moeldoko lebih lanjut meminta pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meninjau kembali kebijakan mengenai pembinaan para petani garam lokal. Kepala Staf juga menekankan pentingnya pembangunan washing plant (fasilitas pencucian garam) untuk industri-industri pengimpor garam.
Washing plant adalah serangkaian mesin yang digunakan untuk mencuci dan memurnikan garam. Teknologi ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat guna memenuhi kebutuhan industri sehingga mampu menyerap produksi garam rakyat dan meningkatkan harga jual garam, serta membangun akses pasar garam berbasis ekonomi rakyat.
“Pengendalian impor garam akan sangat membantu dan memberikan kepastian kepada petani garam kita. Oleh karenanya penting untuk dibahas dan dikalkulasi dengan baik,” lanjut Moeldoko.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo bersama jajaran menteri terkait melaksanakan rapat terbatas (ratas) pada Oktober 2020 mengenai impor garam bagi industri makanan dan industri lain yang membutuhkan garam dengan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Mengingat persentase realisasi penyerapan garam rakyat oleh industri pengelola masih sebesar 45,01%, maka pemerintah pun mengusulkan agar importasi garam (khususnya jenis aneka pangan) supaya tidak dilakukan saat panen raya.
Impor garam pun hanya boleh dilakukan untuk industri pengguna langsung (end user) seperti industri kaca yang memerlukan bahan baku garam. Apabila industri tersebut membocorkan garam impor ke pasar domestik dan membuat harga garam rakyat turun, maka pemerintah akan langsung mencabut izinnya.
Untuk mendukung produksi garam rakyat, pemerintah pun menargetkan adanya serapan garam rakyat dalam industri sebesar 1,5 juta ton per tahun 2021.
Menurut data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton per tahunnya.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan bahwa kebutuhan garam untuk memenuhi pasar domestik garam konsumsi sedikitnya diperlukan sebanyak 812.132 ton. Sedangkan kebutuhan garam industri diperlukan sebanyak kurang lebih 3.6 juta ton.
Sementara itu, jumlah produksi garam rakyat secara nasional hanya mencapai 1,5 juta ton. Oleh karenanya, saat ini produksi garam rakyat lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga saja.
Karena kebutuhan garam yang belum dipenuhi produksi di dalam negeri itulah, maka Pemerintah membuka keran impor garam dari dua negara produsen garam dunia saat ini yakni Australia dan India.
Ke depannya pemerintah akan terus mendiskusikan mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Komoditas Pergaraman dan Gula yang masih memerlukan pertimbangan khusus mengingat bahwa secara umum substansi dari rancangan peraturan tersebut telah tertera di dalam pengaturan turunan UU Cipta Kerja No. 11/ tahun 2020.
Lihat Juga: Ramai Unjuk Rasa di Istana Peringati Hari Tani Nasional, Jokowi Pilih Kunker ke Kalimantan
Menurut dia, negara harus mengeluarkan standar mutu yang jelas untuk komoditas garam petani. Kemudian pemerintah tidak boleh menganaktirikan produksi garam dari petani atau petambak.
"Karena ada perbedaan yang signifikan antara produksi Madura dan Jawa, apalagi luar Jawa. Juga soal masa panen dan pemerintah harus karena petani lapar dan ingin cepat punya uang untuk makan sementara harganya sekarang turun," paparnya.
Maka kata dia, petani garam membutuhkan jaminan kesejahteraan dengan bantuan yang mampu meningkatkan kesejahteraan. "Lembaga pemerintah tidak ada yang bisa memberikan pinjaman untuk petani sebelum produksi," pungkasnya.
Sebelumnya Moeldoko menyatakan petani garam harus dimasukkan dalam Perpres Neraca Komoditas. Pasalnya, produksi petani garam nasional kurang bagus.
Petani kerap memanen garam lebih cepat dengan alasan terdesak kebutuhan ekonomi. Padahal memanen garam lebih cepat dari waktunya akan membuat garam berkualitas buruk.
Moeldoko lebih lanjut meminta pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meninjau kembali kebijakan mengenai pembinaan para petani garam lokal. Kepala Staf juga menekankan pentingnya pembangunan washing plant (fasilitas pencucian garam) untuk industri-industri pengimpor garam.
Washing plant adalah serangkaian mesin yang digunakan untuk mencuci dan memurnikan garam. Teknologi ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat guna memenuhi kebutuhan industri sehingga mampu menyerap produksi garam rakyat dan meningkatkan harga jual garam, serta membangun akses pasar garam berbasis ekonomi rakyat.
“Pengendalian impor garam akan sangat membantu dan memberikan kepastian kepada petani garam kita. Oleh karenanya penting untuk dibahas dan dikalkulasi dengan baik,” lanjut Moeldoko.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo bersama jajaran menteri terkait melaksanakan rapat terbatas (ratas) pada Oktober 2020 mengenai impor garam bagi industri makanan dan industri lain yang membutuhkan garam dengan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Mengingat persentase realisasi penyerapan garam rakyat oleh industri pengelola masih sebesar 45,01%, maka pemerintah pun mengusulkan agar importasi garam (khususnya jenis aneka pangan) supaya tidak dilakukan saat panen raya.
Impor garam pun hanya boleh dilakukan untuk industri pengguna langsung (end user) seperti industri kaca yang memerlukan bahan baku garam. Apabila industri tersebut membocorkan garam impor ke pasar domestik dan membuat harga garam rakyat turun, maka pemerintah akan langsung mencabut izinnya.
Untuk mendukung produksi garam rakyat, pemerintah pun menargetkan adanya serapan garam rakyat dalam industri sebesar 1,5 juta ton per tahun 2021.
Menurut data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton per tahunnya.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan bahwa kebutuhan garam untuk memenuhi pasar domestik garam konsumsi sedikitnya diperlukan sebanyak 812.132 ton. Sedangkan kebutuhan garam industri diperlukan sebanyak kurang lebih 3.6 juta ton.
Sementara itu, jumlah produksi garam rakyat secara nasional hanya mencapai 1,5 juta ton. Oleh karenanya, saat ini produksi garam rakyat lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga saja.
Karena kebutuhan garam yang belum dipenuhi produksi di dalam negeri itulah, maka Pemerintah membuka keran impor garam dari dua negara produsen garam dunia saat ini yakni Australia dan India.
Ke depannya pemerintah akan terus mendiskusikan mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Komoditas Pergaraman dan Gula yang masih memerlukan pertimbangan khusus mengingat bahwa secara umum substansi dari rancangan peraturan tersebut telah tertera di dalam pengaturan turunan UU Cipta Kerja No. 11/ tahun 2020.
Lihat Juga: Ramai Unjuk Rasa di Istana Peringati Hari Tani Nasional, Jokowi Pilih Kunker ke Kalimantan
(maf)