Pembinaan Petani oleh Moeldoko Dinilai Bagian dari Kepedulian Pemerintah
loading...
A
A
A
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo bersama jajaran menteri terkait melaksanakan rapat terbatas (ratas) pada Oktober 2020 mengenai impor garam bagi industri makanan dan industri lain yang membutuhkan garam dengan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Mengingat persentase realisasi penyerapan garam rakyat oleh industri pengelola masih sebesar 45,01%, maka pemerintah pun mengusulkan agar importasi garam (khususnya jenis aneka pangan) supaya tidak dilakukan saat panen raya.
Impor garam pun hanya boleh dilakukan untuk industri pengguna langsung (end user) seperti industri kaca yang memerlukan bahan baku garam. Apabila industri tersebut membocorkan garam impor ke pasar domestik dan membuat harga garam rakyat turun, maka pemerintah akan langsung mencabut izinnya.
Untuk mendukung produksi garam rakyat, pemerintah pun menargetkan adanya serapan garam rakyat dalam industri sebesar 1,5 juta ton per tahun 2021.
Menurut data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton per tahunnya.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan bahwa kebutuhan garam untuk memenuhi pasar domestik garam konsumsi sedikitnya diperlukan sebanyak 812.132 ton. Sedangkan kebutuhan garam industri diperlukan sebanyak kurang lebih 3.6 juta ton.
Sementara itu, jumlah produksi garam rakyat secara nasional hanya mencapai 1,5 juta ton. Oleh karenanya, saat ini produksi garam rakyat lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga saja.
Karena kebutuhan garam yang belum dipenuhi produksi di dalam negeri itulah, maka Pemerintah membuka keran impor garam dari dua negara produsen garam dunia saat ini yakni Australia dan India.
Ke depannya pemerintah akan terus mendiskusikan mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Komoditas Pergaraman dan Gula yang masih memerlukan pertimbangan khusus mengingat bahwa secara umum substansi dari rancangan peraturan tersebut telah tertera di dalam pengaturan turunan UU Cipta Kerja No. 11/ tahun 2020.
Lihat Juga: Wamentan Sudaryono Ajak Milenial Berperan dalam Ketahanan Pangan Nasional di Era Digital
Mengingat persentase realisasi penyerapan garam rakyat oleh industri pengelola masih sebesar 45,01%, maka pemerintah pun mengusulkan agar importasi garam (khususnya jenis aneka pangan) supaya tidak dilakukan saat panen raya.
Impor garam pun hanya boleh dilakukan untuk industri pengguna langsung (end user) seperti industri kaca yang memerlukan bahan baku garam. Apabila industri tersebut membocorkan garam impor ke pasar domestik dan membuat harga garam rakyat turun, maka pemerintah akan langsung mencabut izinnya.
Untuk mendukung produksi garam rakyat, pemerintah pun menargetkan adanya serapan garam rakyat dalam industri sebesar 1,5 juta ton per tahun 2021.
Menurut data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton per tahunnya.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan bahwa kebutuhan garam untuk memenuhi pasar domestik garam konsumsi sedikitnya diperlukan sebanyak 812.132 ton. Sedangkan kebutuhan garam industri diperlukan sebanyak kurang lebih 3.6 juta ton.
Sementara itu, jumlah produksi garam rakyat secara nasional hanya mencapai 1,5 juta ton. Oleh karenanya, saat ini produksi garam rakyat lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga saja.
Karena kebutuhan garam yang belum dipenuhi produksi di dalam negeri itulah, maka Pemerintah membuka keran impor garam dari dua negara produsen garam dunia saat ini yakni Australia dan India.
Ke depannya pemerintah akan terus mendiskusikan mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Komoditas Pergaraman dan Gula yang masih memerlukan pertimbangan khusus mengingat bahwa secara umum substansi dari rancangan peraturan tersebut telah tertera di dalam pengaturan turunan UU Cipta Kerja No. 11/ tahun 2020.
Lihat Juga: Wamentan Sudaryono Ajak Milenial Berperan dalam Ketahanan Pangan Nasional di Era Digital
(maf)