Anggap Pendidikan Cermin Intelektualitas Capres, Peneliti LIPI Kritik Syarat SMA

Selasa, 13 Juli 2021 - 21:10 WIB
loading...
Anggap Pendidikan Cermin Intelektualitas Capres, Peneliti LIPI Kritik Syarat SMA
Peneliti LIPI Lili Romli mengusulkan agar syarat pendidikan minimal SMA untuk capres direvisi menjadi minimal pendidikan tinggi. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) Lili Romli berharap dilakukan revisi terhadap undang-undang pemilu tentang syarat calon presiden dan wakil presiden hanya sebatas SMA. Dia menilai bahwa intelektualitas seseorang harus menjadi faktor penting yang harus dimiliki para calon pemimpin bangsa.

"Aspek yang harus dipenuhi oleh capres tiga hal karakter atau integritas, visi atau intelektual dan rekam jejak. Ini penting menjadi catatan," kata Lili Romli dalam zoom meeting, Selasa (13/7/2021).

Lebih lanjut dia mengatakan, keberhasilan kepemimpinan seseorang tidak hanya dilandasi popularitas semata, namun juga intelektualitas sehingga harus dilakukan revisi. "Saya berharap UU Pilpres dilakukan revisi di sana," jelasnya.

Dengan pendidikan tinggi tingkat intelektualitas juga semakin tinggi. Dia berharap tiga hal tersebut menjadi catatan para pemimpin partai dalam melakukan rekrutmen anggota partai yang nantinya mengisi pemerintahan.



"Mestinya ini dicatat oleh pemimpin partai. Jangan disodorkan karena faktor popularitas minus kapasitas tetap didorong. Karena di UU boleh minimal SLTA bisa jadi dibajak, karena banyak pembajakan kan UU tidak melarang sehingga terjadi pembajakan," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia (ASI) Ali Rif'an menyebut bahwa dari hasil penelitian yang ditujukan kepada para pakar, aktivis dan sejumlah tokoh masyarakat berharap calon presiden harus memiliki aspek karakter dan integritas dengan nilai 35,6 persen, visi dan intelektualitas sebanyak 24,2 persen, dan track record/rekam jejak 18,2 persen merupakan aspek yang paling penting dan harus dimiliki oleh seorang Presiden RI 2024.

Survei dilakukan 2-10 Juli 2021 dengan melibatkan 130 pakar/public opinion makers dan menggunakan metode purposive sampling, yakni sampling diambil tidak secara acak dan sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditetapkan mulai dari akademisi, aktivis mahasiswa, pemimpin parpol dan sejumlah elemen lain.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1217 seconds (0.1#10.140)