Menkes Mengaku Tak Terlibat Urusan Vaksin Berbayar, Cuma Kena Getah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kesehatan ( Menkes ) Budi Gunadi Sadikin kembali menjelaskan bahwa kebijakan Vaksin Gotong Royong Individu yang biayanya dibebankan kepada masyarakat secara perorangan. Menurutnya, kebijakan ini diambil guna merespons penilaian masyarakat bahwa pemerintah kurang gesit dalam mencapai target vaksinasi.
“Vaksin gotong royong waktu di awal adalah merespons kebijakan ini dibikin untuk merespons, karena ada persepsi kalau pemerintah akan kurang gesit, kurang cepat, dibandingkan dengan swasta. Di awal memang dibikin seperti itu,” kata Menkes merespons beragam kritik Komisi IX DPR dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR, Selasa (13/7/2021).
Namun, Budi menegaskan bahwa Vaksin Gotong Royong ini murni urusan bisnis, tidak berkaitan dengan pemerintah. Hanya saja, koordinasinya melalui Kemenkes, begitu juga dengan pengaturannya melalui Peraturan Menkes Nomor 19/2021. Ia pun hanya terlibat dalam penentuan merek vaksin dan jumlah yang dialokasikan.
“Vaksin gotong royong ini pure business to business, jadi dikelola oleh BUMN, Bio Farma Group, dengan produsennya. Kami tidak terlibat, kemudian dijual juga oleh Bio Farma. Waktu itu keputusannya dikoordinasikan lewat kami. Kami hanya terlibat bahwa itu vaksinnya apa dan jumlahnya berapa banyak, itu saja kami terlibat,” terangnya.
Kemudian, Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh menanyakan, apakah vaksinasi berbayar ini dapat signifikan meningkatkan jumlah masyarakat yang vaksinasi. Padahal, keaduhan yang ditimbulkan luar biasa. “Itu daya ungkitnya berapa pak? Apakah signifikan atau tidak? Ini kalau tidak signifikan, ramainya luar biasa, tapi ininya nggak jelas,” katanya menyela.
Mantan Wamen BUMN ini malah berkeluh kesah, dia mengaku ikut kena getahnya dan dibuat pusing karena kebijakan ini. Padahal, kalau dia punya waktu luang dia lebih suka untuk melobi sejumlah negara untuk mendapatkan oksigen dan obat Covid-19 yang saat ini sedang dibutuhkan.
“Iya, ramainya saya yang pusing juga bu, saya juga bilang ke teman-teman, kalau saya bisa meluangkan waktu, saya nih melobi Amerika, China, untuk mendatangkan oksigen yang sangat dibutuhkan atau melobi Swiss untuk mendatangkan obat Actemra, yang globally susah sekali,” aku Budi.
Akan tetapi, sambung Budi, masalah ini juga menjadi tanggung jawabnya, dan dia harus menghadapi kontroversi ini. “Saya sebenarnya lebih suka ke sana. Tapi ini tanggung jawab saya, saya mesti menjalankan, saya hadapi,” pungkasnya.
“Vaksin gotong royong waktu di awal adalah merespons kebijakan ini dibikin untuk merespons, karena ada persepsi kalau pemerintah akan kurang gesit, kurang cepat, dibandingkan dengan swasta. Di awal memang dibikin seperti itu,” kata Menkes merespons beragam kritik Komisi IX DPR dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR, Selasa (13/7/2021).
Namun, Budi menegaskan bahwa Vaksin Gotong Royong ini murni urusan bisnis, tidak berkaitan dengan pemerintah. Hanya saja, koordinasinya melalui Kemenkes, begitu juga dengan pengaturannya melalui Peraturan Menkes Nomor 19/2021. Ia pun hanya terlibat dalam penentuan merek vaksin dan jumlah yang dialokasikan.
“Vaksin gotong royong ini pure business to business, jadi dikelola oleh BUMN, Bio Farma Group, dengan produsennya. Kami tidak terlibat, kemudian dijual juga oleh Bio Farma. Waktu itu keputusannya dikoordinasikan lewat kami. Kami hanya terlibat bahwa itu vaksinnya apa dan jumlahnya berapa banyak, itu saja kami terlibat,” terangnya.
Kemudian, Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh menanyakan, apakah vaksinasi berbayar ini dapat signifikan meningkatkan jumlah masyarakat yang vaksinasi. Padahal, keaduhan yang ditimbulkan luar biasa. “Itu daya ungkitnya berapa pak? Apakah signifikan atau tidak? Ini kalau tidak signifikan, ramainya luar biasa, tapi ininya nggak jelas,” katanya menyela.
Mantan Wamen BUMN ini malah berkeluh kesah, dia mengaku ikut kena getahnya dan dibuat pusing karena kebijakan ini. Padahal, kalau dia punya waktu luang dia lebih suka untuk melobi sejumlah negara untuk mendapatkan oksigen dan obat Covid-19 yang saat ini sedang dibutuhkan.
“Iya, ramainya saya yang pusing juga bu, saya juga bilang ke teman-teman, kalau saya bisa meluangkan waktu, saya nih melobi Amerika, China, untuk mendatangkan oksigen yang sangat dibutuhkan atau melobi Swiss untuk mendatangkan obat Actemra, yang globally susah sekali,” aku Budi.
Akan tetapi, sambung Budi, masalah ini juga menjadi tanggung jawabnya, dan dia harus menghadapi kontroversi ini. “Saya sebenarnya lebih suka ke sana. Tapi ini tanggung jawab saya, saya mesti menjalankan, saya hadapi,” pungkasnya.
(muh)