Kriminalitas Meningkat saat Pandemi Covid-19, Ini Komentar Anggota Komnas HAM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kriminalitas meningkat di tengah pandemi Covid-19 dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tinggi. Beberapa yang beraksi adalah narapidana yang dilepas lewat proses asimilasi.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) M Choirul Anam coba berprasangka baik dengan tidak langsung menyimpulkan gara-gara ada PHK massal, lalu kriminalitas tinggi. Itu, menurutnya, sama saja menuduh buruh.
"Ini memang ada kesulitan mengakses ekonomi iya. Kesempatan memungkinkan. Ini yang dalam teori kejahatan selalu terbuka. Mungkin juga soal teman-teman kepolisian lagi konsentrasi penuh kepada penanganan corona sehingga mungkin kata penjahat ini kesempatan," katanya saat dihubungi SINDOnews, Senin (20/4/2020).
Ia menilai perlu membuat klaster kejahatan. Dalam situasi darurat ini, menurutnya, kejahatan yang menyerang kebutuhan pokok dan alat kesehatan dilakukan tindakan pemberatan. Ia mengungkapkan keanehan terkait upaya pencurian sepeda motor di rumah ketika diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pencurian itu tidak berhasil dan pelakunya tidak tertangkap. "Itu ada beberapa titik yang informasinya begitu. Persoalannya, ini lagi PSBB, semua orang lagi di rumah kok berani-beraninya mau mengambil. Itu aneh," ujarnya.
Anam mengatakan, pola seperti itu perlu didalami apakah kejahatan murni atau hanya untuk bikin panik orang saja. "Memang ada kejahatan murni. Kalau karakter residivis itu pencurian dan penjambretan. Itu angkanya paling tinggi di dunia, bukan hanya di Indonesia," terangnya.
Khusus kasus narapidana yang berulah lagi, ada dua yang bisa dilakukan. Pertama, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) langsung mencabut asimilasi dan pembebasan bersyaratnya (PB). Kedua, penegakan hukum selanjutnya harus ada pemberatan, yakni penambahan sepertiga dari angka hukuman.
Memang perlu pendalaman lagi apakah meningkatnya kejahatan saat ini ada hubungan atau tidak dengan pembebasan para narapidana. Dalam kondisi normal saja lembaga pemasyarakat (LP) itu sangat penuh. Itu artinya, angka kriminalitas memang besar.
Berdasarkan pantauan Komnas HAM, ada 15 kasus yang melibatkan narapidana yang baru dilepas. Jika dibandingkan dengan angka 38.000 orang yang dibebaskan, terlihat kecil.
"Tapi bukan soal kecil atau besarnya. Persoalannya, harus ada mekanisme monitoring. Asimilasi dan PB itu bukan bebas. (Mereka) ada mekanisme melaporkan kerja untuk yang asimilasi. Ada mekanisme laporan terus menerus kepada lapas. Itu harus dilakukan dan menjadi evaluasi yang baik," pungkasnya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) M Choirul Anam coba berprasangka baik dengan tidak langsung menyimpulkan gara-gara ada PHK massal, lalu kriminalitas tinggi. Itu, menurutnya, sama saja menuduh buruh.
"Ini memang ada kesulitan mengakses ekonomi iya. Kesempatan memungkinkan. Ini yang dalam teori kejahatan selalu terbuka. Mungkin juga soal teman-teman kepolisian lagi konsentrasi penuh kepada penanganan corona sehingga mungkin kata penjahat ini kesempatan," katanya saat dihubungi SINDOnews, Senin (20/4/2020).
Ia menilai perlu membuat klaster kejahatan. Dalam situasi darurat ini, menurutnya, kejahatan yang menyerang kebutuhan pokok dan alat kesehatan dilakukan tindakan pemberatan. Ia mengungkapkan keanehan terkait upaya pencurian sepeda motor di rumah ketika diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pencurian itu tidak berhasil dan pelakunya tidak tertangkap. "Itu ada beberapa titik yang informasinya begitu. Persoalannya, ini lagi PSBB, semua orang lagi di rumah kok berani-beraninya mau mengambil. Itu aneh," ujarnya.
Anam mengatakan, pola seperti itu perlu didalami apakah kejahatan murni atau hanya untuk bikin panik orang saja. "Memang ada kejahatan murni. Kalau karakter residivis itu pencurian dan penjambretan. Itu angkanya paling tinggi di dunia, bukan hanya di Indonesia," terangnya.
Khusus kasus narapidana yang berulah lagi, ada dua yang bisa dilakukan. Pertama, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) langsung mencabut asimilasi dan pembebasan bersyaratnya (PB). Kedua, penegakan hukum selanjutnya harus ada pemberatan, yakni penambahan sepertiga dari angka hukuman.
Memang perlu pendalaman lagi apakah meningkatnya kejahatan saat ini ada hubungan atau tidak dengan pembebasan para narapidana. Dalam kondisi normal saja lembaga pemasyarakat (LP) itu sangat penuh. Itu artinya, angka kriminalitas memang besar.
Berdasarkan pantauan Komnas HAM, ada 15 kasus yang melibatkan narapidana yang baru dilepas. Jika dibandingkan dengan angka 38.000 orang yang dibebaskan, terlihat kecil.
"Tapi bukan soal kecil atau besarnya. Persoalannya, harus ada mekanisme monitoring. Asimilasi dan PB itu bukan bebas. (Mereka) ada mekanisme melaporkan kerja untuk yang asimilasi. Ada mekanisme laporan terus menerus kepada lapas. Itu harus dilakukan dan menjadi evaluasi yang baik," pungkasnya.
(zik)