Amankan Pasokan Oksigen !!

Selasa, 06 Juli 2021 - 07:20 WIB
loading...
Amankan Pasokan Oksigen !!
Pasokan oksigen harus diamankan untuk penanganan Covid-19. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Kelangkaan oksigen untuk penanganan pasien Covid-19 yang terjadi beberapa hari terakhir dipastikan segera teratasi. Pemerintah menegaskan telah meminta kepada lima produsen oksigen dalam negeri agar 100% produksinya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan fasilitas kesehatan.

Kekurangan pasokan oksigen sempat membuat para pengelola rumah sakit (RS) keteteran. Hal ini seiring melonjaknya pasien Covid-19 yang membutuhkan penanganan. Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sarjito di Yogyakarta bahkan sempat mengalami kekurangan pasokan oksigen pada Sabtu (3/7) yang mengakibatkan sejumlah pasien meninggal dunia.



Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, dalam konteks ketersediaan dan pasokan oksigen, pemerintah menyiapkan sejumlah langkah. Selain meminta produsen agar memasok kebutuhan oksigen untuk dalam negeri, pemerintah juga akan melakukan impor tabung oksigen dari luar negeri.

“(Impor tabung oksigen) saat ini sedang berlangsung (on going),” kata Luhut di Jakarta kemarin.

Lebih dari itu, Luhut mengakui bahwa saat ini terjadi kekurangan oksigen untuk penanganan pasien Covid-19 di sejumlah daerah dan rumah sakit karena terjadi peningkatan kebutuhan hingga tiga sampai empat kali lipat.

“Memang ada sedikit kekurangan, tapi dengan pengaturan dari lima produsen oksigen, kami minta 100% didedikasikan untuk masalah kesehatan. Penanganan (Covid-19) semua masih terkendali. Ada kritis di sana-sini, yes, tapi masih terkendali,” ungkapnya.



Selain menjamin ketersediaan tabung oksigen, Luhut juga menegasan bahwa pemerintah terus berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam penanganan Covid-19. Dia berujar, pemerintah menyiapkan beberapa rumah sakit tambahan seperti rumah sakit darurat di asrama haji di beberapa daerah, termasuk RS Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur sebagai rumah sakit yang merawat pasien Covid-19. Yang tak kalah penting, kata Luhut, terkait pengendalian pasokan obat dan alat kesehatan (alkes) lainnya, termasuk oksigen.

“Oksigen ini bisa diselesaikan karena ada dua tipe oksigen, yakni untuk di ruang isolasi dan ruang intensif. Kemudian ada oksigen konsentrator nanti kita beli dan kita pesan,” ujar Luhut.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membeberkan, guna memastikan ketersediaan pasokan dan distribusi oksigen untuk berbagai fasilitas kesehatan, termasuk guna penanganan pasien Covid-19, pemerintah telah membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Oksigen.

Satgas yang terdiri atas beberapa kementerian/lembaga itu akan melakukan pendataan serta menyesuaikan jumlah permintaan yang ada dengan kebutuhan di masing-masing rumah sakit. Satu di antara terobosan yang dilakukan pemerintah adalah meminta produsen-produsen oksigen mengonversi kebutuhan industri untuk kebutuhan rumah sakit.



“Kalau misalnya ternyata terjadi kekurangan, Kementerian Perindustrian tinggal mengonversikan oksigen yang tadinya dialokasikan ke industri menjadi dialokasikan ke rumah sakit dan kalau perlu mengimpor oksigen. Kita juga memastikan transportasi logistik ke masing-masing rumah sakit dari produsen yang ada,” ungkap Budi.

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengaku prihatin dengan kondisi kelangkaan oksigen bagi pasien di berbagai fasilitas kesehatan. Dalam sejarahnya, menurut dia, baru saat sekarang ini terdengar dan terjadi kelangkaan oksigen. Kondisi ini menujukkan bahwa kecepatan penularan terpapar Covid-19 semakin tinggi serta kebutuhan terhadap obat-obatan dan alat kesehatan termasuk oksigen pun kian meningkat.

“Oleh karena itu, ya tentu harus dijelaskan dan diselesaikan oleh pemerintah,” ujar Saleh saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Senin (5/7).

Ketua Fraksi PAN di DPR ini menilai ada banyak tindakan yang bisa dilakukan pemerintah guna mengatasi kelangkaan oksigen. Di antaranya, pertama, pemerintah mendesak produsen-produsen oksigen dalam negeri untuk meningkatkan produksi oksigen sehingga bisa memenuhi kebutuhan.

Kedua, pemerintah mendorong agar ketersediaan oksigen bisa didistribusikan ke seluruh rumah sakit yang ada di kabupaten/kota atau kota-kota besar yang benar-benar zona merah.

“Nah, kemudian dalam hal ini juga pemerintah harus memikirkan bagaimana caranya ketersediaan oksigen di dalam negeri tetap terpenuhi walaupun nantinya produsen dalam negeri tidak bisa mencukupi produksinya. Salah satunya tentu saya melihat adanya peluang impor itu (oksigen),” bebernya.

Saleh berpandangan, impor oksigen boleh saja dilakukan oleh pemerintah karena saat ini dalam kondisi darurat. Meski demikian, dia berharap impor tersebut jangan sampai berubah menjadi komersialisasi penanganan kelangkaan oksigen.

Untuk itu, pemerintah harus bisa mengatur secara baik impor tersebut sehingga ketika perusahaan-perusahaan yang melakukan impor melakukan dengan benar dan tidak terkesan ada komersialisasi. Karena itu, kata Saleh, pemerintah harus menentukan dan mengambil keputusan yang tepat dan cepat ihwal siapa atau perusahaan mana yang bisa melakukan impor oksigen.

“Bisa jadi diserahkan kepada BUMN yang bergerak di bidang farmasi dan alat kesehatan. Saya kira, kalau impor itu diserahkan kepada BUMN, tentu nanti bisa diatur pasokan dan distribusinya. Lebih baik seperti itu. Daripada dibuka lebar, nanti ada persaingan dagang dan komersialisasi yang tidak sehat. Jadi, sama seperti vaksin, dikelola oleh BUMN,” tegasnya.

Dia menambahkan, ada beberapa kebijakan atau tindakan guna mengatur distribusi tabung oksigen agar benar-benar tepat dan sampai ke fasilitas kesehatan. Pertama, pemerintah mendata secara baik berapa kebutuhan tabung oksigen setiap rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya.

Kedua, rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang benar-benar membutuhkan tabung oksigen mengajukan/menyampaikan jumlah kebutuhannya ke pemerintah. Bagi Saleh, rumah sakit atau fasilitas kesehatan tak boleh ditolak atau diabaikan begitu saja oleh pemerintah.

“Jadi setelah kita ketahui rumah sakit-rumah sakit mana yang membutuhkan dan menjadi prioritas, itu harus dipenuhi. Jadi pendataan dulu, kemudian tentukan mana yang diprioritaskan. Kalaupun dikirimkan ke daerah-daerah yang zona hijau, itu kan bisa dimanfaatkan dengan bagus, lebih baik diberikan ke rumah sakit-rumah sakit yang ada di zona merah,” ungkap Saleh.

Sementara itu, epidemiolog Kamaluddin Latief mengatakan tak terlalu kaget dengan masalah yang muncul sistem kesehatan Indonesia dalam menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Namun, dia tak menyangka masalah itu terjadi pada ketersediaan oksigen untuk pasien Covid-19.

Dia menerangkan, Indonesia sebenarnya memiliki sistem penilaian dan pengawasan alat dan kebutuhan lainnya di rumah sakit. Sistem itu berada di bawah Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Kelangkaan oksigen ini seharusnya bisa diantisipasi jika sistem itu berjalan dengan baik.

“Saya enggak kaget walaupun enggak terpikir sampai RS tipe A. Sardjito itu RS tipe A. Mungkin kalau kita menyebut tiga RS terbaik, itu masuk. Kalau salah satu RS terbaiknya saja seperti itu, bisa kita bayangkan bagaimana gambaran RS tipe B, C, dan D di belahan Indonesia sana. Yang mau saya kritisi, ini terjadi bertahun-tahun dan dibiarkan. Ini harusnya diperbaiki,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) itu menyatakan oksigen ini sangat penting dalam penanganan pasien Covid-19. Pasalnya, virus Covid-19 menyerang paru-paru sehingga apabila saturasinya turun dan sesak, oksigen sangat esensial dan dibutuhkan oleh pasien.

Meski sudah ada beberapa langkah untuk mengatasi kelangkaan oksigen, namun Kamaluddin menyarankan agar pemerintah membuat kebijakan yang tidak responsif saat ada peristiwa karena terkesan seperti tambal sulam.

Pemerintah, kata dia, harusnya mengedepankan antisipasi mengingat kasus positif Covid-19 tidak pernah menurun drastis. Apalagi, sekarang muncul varian delta yang cepat menular.

“Khawatirnya akan mengganggu hal lain. Kedua, kita tidak bisa menggunakan teknik pemadam kebakaran seperti ini. Saya berulang-ulang, selalu bicara sistem. Kenapa penting? Kalau dia (sistem) itu sesuatu yang berkesinambungan,” jelasnya.

Dia mengingatkan pemerintah untuk mencari solusi yang komprehensif karena lonjakan kasus ini diprediksi akan terjadi hingga 2-3 bulan ke depan. Ini dikhawatirkan membuat kolaps sistem pelayanan kesehatan.

Dia berpendapat, pembukaan keran impor oksigen juga sebaiknya jangan dijadikan solusi satu-satunya karena dikhawatirkan terjadi lonjakan di negara lain.

“(Kalau) mereka butuh, akan menutup keran itu dan akan berbahaya juga buat kita. Kita harus berpikir bagaimana mencari solusi dalam negeri. Itu yang penting sekarang,” pungkasnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3143 seconds (0.1#10.140)