Harga Obat hingga Alkes Meroket, DPR Minta Kapolri Sikat Mafia dan Penjual Nakal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di tengah lonjakan kasus Covid-19 dan keterbatasan BOR di rumah sakit (RS) rujukan, publik masih harus berhadapan dengan melambungnya harga obat-obatan, alat-alat kesehatan (alkes), vitamin, hingga oksigen.
Selain masalah harga, kelangkaan barang tersebut juga terjadi di pasaran. Bahkan kelangkaan oksigen menyebabkan puluhan nyawa melayang sebagaimana yang terjadi di RS Sardjito Yogyakarta. Terkait fenomena ini, Wakil Koordinator Satgas Lawan Covid-19 DPR Ahmad Sahroni menilai bahwa praktik ini sama sekali tidak bisa dibenarkan dan tidak masuk akal.
“Ini sudah parah. Saya amati beberapa barang, misalnya oxymeter, harganya biasa di bawah seratus ribu, kini jadi masuk ke Rp 200 ribu, bahkan ke Rp 300 ribu. Lalu juga obat Ivermectin, yang biasanya Rp 5.000-7.000 per tablet, kini sampai hampir 200ribuan per strip, bahkan harga susu beruang aja naik hingga semua harga jadi tidak masuk akal,” kata Sahroni kepada wartawan, Senin (5/7/2021).
Untuk itu, Wakil Ketua Komisi III DPR ini meminta kepolisian untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menertibkan para penimbun dan mafia yang membuat harga barang menjadi tidak terkendali. Koordinasi dengan penyedia jasa e-commerce yang ada juga diperlukan.
“Kepolisian wajib berkoordinasi dengan ecommerce juga, seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, dan lain-lainnya, agar mereka bertanggung jawab menjaga harga. Harus ada unit khusus di ecommerce yg mengawasi seller-seller nakal ini. Kalau sudah pasang harga tak wajar, tutup saja tokonya,” tegasnya.
Politikus Partai Nasdem ini menambahkan, dalam kondisi pandemi yang kian memprihatinkan seperti saat ini, tidak seharusnya pihak-pihak tertentu mengambil keuntungan dengan melakukan penggelembungan harga atau menimbun barang.
“Masa warga udah banyak yang darurat membutuhkan, tapi harganya malah dinaikkan? Nurani kita di mana? Untuk para penjual, silakan ambil untung, tapp saat sekarang buka lah perasaan sedikit untuk membantu orang banyak pada masa pandemi ini,” tandas Sahroni.
Lihat Juga: Prabowo Ajukan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas, Pengamat: Bukti Serius Lawan Korupsi
Selain masalah harga, kelangkaan barang tersebut juga terjadi di pasaran. Bahkan kelangkaan oksigen menyebabkan puluhan nyawa melayang sebagaimana yang terjadi di RS Sardjito Yogyakarta. Terkait fenomena ini, Wakil Koordinator Satgas Lawan Covid-19 DPR Ahmad Sahroni menilai bahwa praktik ini sama sekali tidak bisa dibenarkan dan tidak masuk akal.
“Ini sudah parah. Saya amati beberapa barang, misalnya oxymeter, harganya biasa di bawah seratus ribu, kini jadi masuk ke Rp 200 ribu, bahkan ke Rp 300 ribu. Lalu juga obat Ivermectin, yang biasanya Rp 5.000-7.000 per tablet, kini sampai hampir 200ribuan per strip, bahkan harga susu beruang aja naik hingga semua harga jadi tidak masuk akal,” kata Sahroni kepada wartawan, Senin (5/7/2021).
Untuk itu, Wakil Ketua Komisi III DPR ini meminta kepolisian untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menertibkan para penimbun dan mafia yang membuat harga barang menjadi tidak terkendali. Koordinasi dengan penyedia jasa e-commerce yang ada juga diperlukan.
“Kepolisian wajib berkoordinasi dengan ecommerce juga, seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, dan lain-lainnya, agar mereka bertanggung jawab menjaga harga. Harus ada unit khusus di ecommerce yg mengawasi seller-seller nakal ini. Kalau sudah pasang harga tak wajar, tutup saja tokonya,” tegasnya.
Politikus Partai Nasdem ini menambahkan, dalam kondisi pandemi yang kian memprihatinkan seperti saat ini, tidak seharusnya pihak-pihak tertentu mengambil keuntungan dengan melakukan penggelembungan harga atau menimbun barang.
“Masa warga udah banyak yang darurat membutuhkan, tapi harganya malah dinaikkan? Nurani kita di mana? Untuk para penjual, silakan ambil untung, tapp saat sekarang buka lah perasaan sedikit untuk membantu orang banyak pada masa pandemi ini,” tandas Sahroni.
Lihat Juga: Prabowo Ajukan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas, Pengamat: Bukti Serius Lawan Korupsi
(cip)