Perlu Edukasi Saat Mengonsumsi Obat Covid-19

Senin, 28 Juni 2021 - 08:14 WIB
loading...
A A A
“Itu namanya meng-copy resep. Kalau kita bicara undang-undang, itu kriminal. Masuk ranah pidana. Karena masing-masing pasien itu kondisi tubuhnya berbeda-beda. Kalau dia punya penyakit tertentu, tidak cocok dengan obat itu, dihantam obat yang lain, ya matilah itu. Jadi nggak boleh masyarakat menyebarkan info obat Covid-19. Yang boleh meng-copy resep hanya dokter yang punya keterampilan farmasi dan lainnya, nggak boleh orang awam karena itu menyangkut keselamatan pasien,” jelasnya.

Tulus menganjurkan, masyarakat bisa belajar memahami infodemik Covid-19 yang isinya mencakup hoaks terkait pandemi. Wadah itu menjadi sarana literasi itu bagi konsumen sehingga mereka mengetahui apa yang mesti dilakukan untuk bisa terhindar dari kerugian akibat mengonsumsi obat-obatan yang tidak sesuai.

Secara teknis, pemerintah harus aktif dengan tim siber untuk menyasar informasi yang dianggap belum benar. Dengan begitu, ada klarifikasi yang dapat dipahami publik dan masyarakat tidak berlanjut menyebarluaskan informasi tersebut sehingga bisa terlindungi dari obat-obatan yang belum teruji secara klinis dan berpotensi merugikan kesehatan.

“Jika disebarluaskan dan kemudian semakin luas serta tidak ada kontrol dari pemerintah, maka itu dianggap benar,” ujarnya.



Lebih lanjut, Tulus juga mengingatkan agar ada komunikasi publik antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jangan sampai mereka justru kecolongan dengan beredarnya informasi obat-obatan yang khasiat dan keamanannya belum tentu terjamin. Secara tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) itu menjadi ranah kedua lembaga tersebut.

Dosen Psikologi Ekonomi dan Perilaku Konsumen dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Rahmat Hidayat mengatakan, ada beberapa kelompok konsumen berdasarkan mekanisme psikologis yang membuat mudah atau tidaknya tergoda dengan khasiat obat-obatan yang belum terbukti secara klinis.

Kelompok pertama terdiri atas sebagian kecil konsumen yang cenderung tidak kritis. Mereka mudah terbuai janji yang sebenarnya tidak rasional maupun tidak ada bukti ilmiah.

“Dalam kondisi kepepet, mereka memerlukan sebuah penanganan menghadapi Covid tetapi tidak tersedia. Dalam situasi itu, mereka tergoda dengan resep-resep seperti itu,” kata Rahmat kepada Koran SINDO, Minggu (27/6/2021).

Kelompok berikutnya adalah konsumen yang kritis, rasional, memiliki kognitif yang tinggi dan menginginkan penjelasan ilmiah lebih dahulu. Namun, jumlah ini masih sedikit. Adapun kelompok terakhir atau yang paling umum adalah konsumen yang berusaha untuk rasional, tetapi dalam situasi kepepet mau tidak mau menjadi mudah tergoda.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4017 seconds (0.1#10.140)