Perlu Edukasi Saat Mengonsumsi Obat Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di masa pandemi Covid-19 ini peluang mengonsumsi obat-obatan yang tidak sesuai kebutuhan kian tinggi. Dengan meledaknya penularan virus korona semakin meningkat pula kebutuhan obat.
Bahkan, tak jarang masyarakat mengonsumsi obat hanya karena saran atau testimoni dari orang lain, tanpa resep dan pengawasan dokter. Tingginya harapan untuk sembuh ditambah dengan literasi soal kesehatan yang masih rendah, diduga jadi penyebabnya.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai pemerintah maupun masyarakat harus paham lebih dahulu mengenai tujuan rujukan suatu obat. Dia mencontohkan Ivermectin yang belakangan mencuat dan menjadi polemik karena disinyalir bisa dijadikan sebagai obat Covid-19. Padahal, peruntukannya jelas bukan untuk obat Covid.
“Itu yang pertama kali memplesetkan untuk obat Covid itu siapa? Sehingga seolah-olah itu menjadi obat Covid, padahal izinnya adalah obat cacing. Ini harus kembali ke regulasinya dan juga petunjuk yang diberikan lewat label izin obatnya itu,” tuturnya kepada Koran SINDO, Minggu (27/6)
Dia menambahkan, berbeda dengan obat herbal atau tradisional yang sejak awal tidak dilarang. Pasalnya, jenis obat itu hanya untuk pencegahan dan menjaga imunitas.
“Tapi tidak ada satupun obat herbal atau obat modern sekalipun yang bisa dipakai untuk mengobati Covid. Kalau untuk membunuh virusnya sendiri sampai sekarang belum ada,” katanya.
Ada sejumlah penyebab masyarakat relatif mudah percaya dalam mengonsumsi obat-obatan tanpa harus melalui izin dokter. Pertama, literasi terhadap produk dan khasiat obat masih rendah sehingga tidak banyak pengetahuan soal manfaat dan dampaknya. Kedua, secara psikologis karena adanya tekanan di mana kasus Covid-19 terus meningkat tajam dan belum ada obatnya sehingga informasi yang dianggap belum jelas malah dipakai sebagai cara untuk mengobatinya.
Dia mencontohkan banyaknya informasi beredar di aplikasi pesan mengenai obat Covid-19 dengan mengatasnamakan resep dokter. Padahal, resep tersebut tidak boleh di-copy dan disebarluaskan.
Bahkan, tak jarang masyarakat mengonsumsi obat hanya karena saran atau testimoni dari orang lain, tanpa resep dan pengawasan dokter. Tingginya harapan untuk sembuh ditambah dengan literasi soal kesehatan yang masih rendah, diduga jadi penyebabnya.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai pemerintah maupun masyarakat harus paham lebih dahulu mengenai tujuan rujukan suatu obat. Dia mencontohkan Ivermectin yang belakangan mencuat dan menjadi polemik karena disinyalir bisa dijadikan sebagai obat Covid-19. Padahal, peruntukannya jelas bukan untuk obat Covid.
Baca Juga
“Itu yang pertama kali memplesetkan untuk obat Covid itu siapa? Sehingga seolah-olah itu menjadi obat Covid, padahal izinnya adalah obat cacing. Ini harus kembali ke regulasinya dan juga petunjuk yang diberikan lewat label izin obatnya itu,” tuturnya kepada Koran SINDO, Minggu (27/6)
Dia menambahkan, berbeda dengan obat herbal atau tradisional yang sejak awal tidak dilarang. Pasalnya, jenis obat itu hanya untuk pencegahan dan menjaga imunitas.
“Tapi tidak ada satupun obat herbal atau obat modern sekalipun yang bisa dipakai untuk mengobati Covid. Kalau untuk membunuh virusnya sendiri sampai sekarang belum ada,” katanya.
Ada sejumlah penyebab masyarakat relatif mudah percaya dalam mengonsumsi obat-obatan tanpa harus melalui izin dokter. Pertama, literasi terhadap produk dan khasiat obat masih rendah sehingga tidak banyak pengetahuan soal manfaat dan dampaknya. Kedua, secara psikologis karena adanya tekanan di mana kasus Covid-19 terus meningkat tajam dan belum ada obatnya sehingga informasi yang dianggap belum jelas malah dipakai sebagai cara untuk mengobatinya.
Dia mencontohkan banyaknya informasi beredar di aplikasi pesan mengenai obat Covid-19 dengan mengatasnamakan resep dokter. Padahal, resep tersebut tidak boleh di-copy dan disebarluaskan.