Cerita Mantan Guru yang Mencoba Peruntungan di Dunia Digital
loading...
A
A
A
MUHAMMAD Abdul Wahid mengenang masa-masa awal saat mulai menggeluti dunia konten Youtube pada 2012. Mas Wahid, sapaan akrabnya, ingat saat itu banyak orang menertawakannya karena membuat video dan tak menghasilkan apa pun. Baru dua tahun kemudian dia menikmati buah dari apa yang sudah dimulainya.
Dan kini, setelah sembilan tahun, mantan guru itu memanen hasil jerih payahnya. Dia dikenal sebagai Youtuber spesialis otomotif. Memang, setidaknya dalam 6 tahun terakhir, bukan hanya anak-anak muda, tapi para orang tua pun ikut meramaikan jagat maya dengan beraneka ragam konten. Hampir semuanya berburu legitnya cuan di dunia digital.
Tetapi kenyataannya tak semudah dibayangkan. Mas Wahid salah satu yang merasakan. Dia pun memberikan tips pengalaman kepada siapa pun yang mau menekuni dunia konten. Pertama, menyadari potensi dari dunia digital. Kedua, mengetahui cara bagaimana diterima di dunia maya tersebut.
“Memang seolah-olah gampang, tapi sebenarnya enggak. Kita harus punya kemampuan public speaking yang baik. Kalau diamati orang-orang yang menang di dunia digital saat ini, public speaking baik. Itu ngomongnya enggak belibet. Dia bisa menyederhanakan kalimat seefektif mungkin. Itu kan perlu dipelajari semua,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat pekan lalu (18/6/2021).
Dia secara terbuka sempat kesulitan berbicara di depan kamera pada saat awal-awal membuat konten. Bahkan, saat ini jika ada permintaan promosi sebuah produk masih harus menggunakan naskah. Padahal, menurutnya, selama ini terbiasa berbicara di depan umum, misalnya saat mengajar atau mengisi seminar yang jumlah pesertanya sampai ratusan orang.
“Berikutnya, bukan hanya berbicara, tapi kemampuan menulis itu juga sangat penting. Kadang kita malas untuk video panjang. (Kemudian) Cuma satu foto tapi narasi dari foto itu yang berbicara. Lah ini juga enggak semua orang bisa. Bahkan, tim saya ada lulusan dari luar negeri masih saya back up untuk penulisan naskah di caption Instagram,” tuturnya.
Mas Wahid boleh dibilang seorang yang bisa beradaptasi dengan perkembangan dunia digital dan berbagai platform yang ada. Dia sempat memanfaatkan media sosial (medsos) Facebook untuk menawarkan jasa travel. Kemudian, dia terjun ke dunia konten kreator dengan membuat akun Youtube. Akun tersebut memiliki 1,08 juta subscriber dengan 706 video yang sudah diunggah.
Ketika pasar berubah atau ada sesuatu yang baru, Mas Wahid pun menyesuaikan dengan keadaan. Dia membuat akun Instagram sekitar tiga tahun lalu. Hal ini disebabkan ada permintaan dari mitranya untuk mempromosikan produk melalui Instagram. Pengikut akun instagramnya sudah mencapai 335 ribu.
“Di dunia digital, kita harus improvisasi dan inovatif. Seleksi alam (akan terjadi), kayak dulu (ada orang) tiba-tiba terkenal, (karena) nari-nari, kemudian hilang. Ini yang menjadi tantangan. Saya (selalu mengatakan) ketika mengisi pelatihan,’jangan sampai karena ketidaksiapan sudah punya satu video dengan view yang banyak. Lalu, tidak mengemas video-video berikutnya’,” paparnya.
Jika demikian, orang akan cepat melupakan. Sponsor pun akan lari karena penonton atau pengikut akun medsosnya tidak banyak. Pakar TI, Alfons Tanujaya, mengatakan masyarakat harus memahami bahwa secara prinsip dasar dunia digital dan konvensional itu tetap membutuhkan kerja keras. Masalahnya, yang muncul di benak sebagian orang, dengan jualan daring, membuat video dan diunggah di Youtube dan Instagram, uang akan datang dengan cepat. Tidak seperti itu.
Dia mencontohkan ada 10 toko konvensional yang beralih jualan daring, entah membuat website sendiri atau di lokapasar (marketplace). Belum tentu semua sukses. Kemungkinan toko-toko itu untuk tidak berkembang di dunia maya tetap ada. kegagalan itu, menurutnya, karena pemilik toko tidak mengerti cara atau trik berjualan di dunia digital.
“Mereka harus tahu bagaimana cara mengkomunikasi dan menampilkan produk dengan baik. Yang penting presentasinya cakep, cepat tanggap, dan barang banyak. (Saat ditanya) Gimana barangnya ready? (Harus) Ready. Tetap saja seperti metode lama. Ingat service itu penting,” ujarnya.
Namun, berjualan di ranah digital, menurutnya, lebih murah dibandingkan secara konvensional. Orang tidak lagi harus menyewa toko bahkan memiliki barang yang banyak. Sekarang, ada orang-orang yang hanya menjadi makelar dengan cara memajang produk-produk tertentu di marketplace atau akun medsosnya. “Bisa berhasil asalkan dia mempertahankan kualitas dan layanan,” ucapnya.
Dahulu, dunia TI selalu identik dengan orang yang punya keahlian dan pengetahuan tentang perangkat lunak dan keras. Saat ini tidak lagi seperti itu. Mereka yang menjadi konten kreator itu mungkin saja tidak terlalu terampil dan paham mengenai perangkat lunak dan keras. Tak sedikit pula yang sangat ahli karena sejak awal membangun brand untuk akun medsos mengerjakan sendiri.
“Kalau kamu mau berhasil, misalnya jadi Youtuber, harus punya konsep yang kuat. Lalu, (urusan) konten yang bagus dan konsistensi perlu ada tim khusus. Enggak mungkin mau jadi Youtuber dan berhasil melakukan sendiri. Enggak ada ceritanya. Akan tetapi, kamu bisa jadi otaknya. Jadi tidak harus menguasai coding (dan sebagainya),” jelasnya.
Menurutnya, orang punya konsep itu nantinya bisa bayar orang yang terampil menggunakan perangkat lunak dan keras. “Orang yang bisa bikin video-video cakep, orang yang bisa membuat animasi akan kepakai. Cuma sebatas jasa animasi dan bikin video. Tidak akan mendapatkan hasil maksimal dari (yang memiliki) follower Youtuber yang banyak,” tuturnya.
Untuk terjun ke kreatif dan digital ini tidak sepenuhnya harus sekolah khusus. Alfons menerangkan sekolah itu hanya akan memberikan dasar saja, tapi tidak memberikan keterampilan yang berbeda secara signifikan. Yang harus dilakukan adalah belajar dan berulang-ulang. Dia menyebut dunia digital dengan segala platform dan kontennya akan terus berkembang dan menjadi ladang uang. “Arahnya (kebutuhan) influencer. Metode iklan lama akan bergeser (digital),” katanya.
Pendampingan
Digitalisasi dalam semua sektor kehidupan tak bisa dihindari. Masyarakat, pemerintah, dan industri berlomba-lomba memanfaatkan teknologi informasi (TI) untuk menopang kegiatan agar produktif. Inilah era revolusi industri 4.0. Semua pekerjaan dan produksi sudah sangat tergantung pada internet of thing (IoT), artificial intelligence (AI), big data, dan robotic.
Laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company menyebutkan ekonomi digital Indonesia pada tahun 2020 mencapai $44 miliar. Pada 2025, jumlah transaksi di ranah digital diprediksi mencapai $124 miliar. Ranah digital menjadi arena baru meraup cuan.
Plt Direktur Ekonomi Digital Kominfo I Nyoman Adhiarna menerangkan sektor swasta, terutama perusahaan besar, seperti industri otomotif, itu secara mandiri mengembangkan dan memanfaatkan TI. Mereka memang harus bertransformasi ke digital. Jika tidak, bisnisnya akan tergerus oleh pesaing yang telah memanfaatkan segala penopang industri 4.0, seperti AI, big data, IoT, dan robotic.
Menurutnya, sektor yang perlu dibantu dalam beradaptasi dengan revolusi industri 4.0 adalah usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM), petani, nelayan, dan sebagainya. “Kami harus membantu dengan memfasilitasi, pendampingan, dan pelatihan UMKM. Misalnya, industri batik harus didorong tidak hanya menggambar secara manual. Sekarang harus menggunakan desain di komputer,” terangnya.
Pengguna internet, terutama pelaku usaha itu bukan hanya di Pulau Jawa, tapi di seluruh Indonesia. Kominfo berusaha menjembatani kreativitas dan bisnis mereka dengan membangunkan infrastruktur telekomunikasi hingga di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Ini demi kestabilan internet bagi semua masyarakat Indonesia.
Direktur Layanan Masyarakat dan Pemerintah Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Danny Januar Ismawan menyatakan pihaknya juga ikut mendorong ekosistem digital. BAKTI memberikan pelatihan terhadap pelaku pariwisata dan UMKM yang terdampak pandemi Covid-19.
“Memang syarat utama pelatihan digital adalah ketersediaan internet. Maka, kami prioritaskan pesertanya (dari) teman-teman yang sudah menerima layanan jaringan dari BAKTI. Ada BTS 4 G (dan) sudah ada internet gratis dari pemerintah. Selam pengalaman kemarin praktis tidak terlalu ada kendala,” pungkasnya.
Dan kini, setelah sembilan tahun, mantan guru itu memanen hasil jerih payahnya. Dia dikenal sebagai Youtuber spesialis otomotif. Memang, setidaknya dalam 6 tahun terakhir, bukan hanya anak-anak muda, tapi para orang tua pun ikut meramaikan jagat maya dengan beraneka ragam konten. Hampir semuanya berburu legitnya cuan di dunia digital.
Tetapi kenyataannya tak semudah dibayangkan. Mas Wahid salah satu yang merasakan. Dia pun memberikan tips pengalaman kepada siapa pun yang mau menekuni dunia konten. Pertama, menyadari potensi dari dunia digital. Kedua, mengetahui cara bagaimana diterima di dunia maya tersebut.
“Memang seolah-olah gampang, tapi sebenarnya enggak. Kita harus punya kemampuan public speaking yang baik. Kalau diamati orang-orang yang menang di dunia digital saat ini, public speaking baik. Itu ngomongnya enggak belibet. Dia bisa menyederhanakan kalimat seefektif mungkin. Itu kan perlu dipelajari semua,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat pekan lalu (18/6/2021).
Baca Juga
Dia secara terbuka sempat kesulitan berbicara di depan kamera pada saat awal-awal membuat konten. Bahkan, saat ini jika ada permintaan promosi sebuah produk masih harus menggunakan naskah. Padahal, menurutnya, selama ini terbiasa berbicara di depan umum, misalnya saat mengajar atau mengisi seminar yang jumlah pesertanya sampai ratusan orang.
“Berikutnya, bukan hanya berbicara, tapi kemampuan menulis itu juga sangat penting. Kadang kita malas untuk video panjang. (Kemudian) Cuma satu foto tapi narasi dari foto itu yang berbicara. Lah ini juga enggak semua orang bisa. Bahkan, tim saya ada lulusan dari luar negeri masih saya back up untuk penulisan naskah di caption Instagram,” tuturnya.
Mas Wahid boleh dibilang seorang yang bisa beradaptasi dengan perkembangan dunia digital dan berbagai platform yang ada. Dia sempat memanfaatkan media sosial (medsos) Facebook untuk menawarkan jasa travel. Kemudian, dia terjun ke dunia konten kreator dengan membuat akun Youtube. Akun tersebut memiliki 1,08 juta subscriber dengan 706 video yang sudah diunggah.
Ketika pasar berubah atau ada sesuatu yang baru, Mas Wahid pun menyesuaikan dengan keadaan. Dia membuat akun Instagram sekitar tiga tahun lalu. Hal ini disebabkan ada permintaan dari mitranya untuk mempromosikan produk melalui Instagram. Pengikut akun instagramnya sudah mencapai 335 ribu.
“Di dunia digital, kita harus improvisasi dan inovatif. Seleksi alam (akan terjadi), kayak dulu (ada orang) tiba-tiba terkenal, (karena) nari-nari, kemudian hilang. Ini yang menjadi tantangan. Saya (selalu mengatakan) ketika mengisi pelatihan,’jangan sampai karena ketidaksiapan sudah punya satu video dengan view yang banyak. Lalu, tidak mengemas video-video berikutnya’,” paparnya.
Baca Juga
Jika demikian, orang akan cepat melupakan. Sponsor pun akan lari karena penonton atau pengikut akun medsosnya tidak banyak. Pakar TI, Alfons Tanujaya, mengatakan masyarakat harus memahami bahwa secara prinsip dasar dunia digital dan konvensional itu tetap membutuhkan kerja keras. Masalahnya, yang muncul di benak sebagian orang, dengan jualan daring, membuat video dan diunggah di Youtube dan Instagram, uang akan datang dengan cepat. Tidak seperti itu.
Dia mencontohkan ada 10 toko konvensional yang beralih jualan daring, entah membuat website sendiri atau di lokapasar (marketplace). Belum tentu semua sukses. Kemungkinan toko-toko itu untuk tidak berkembang di dunia maya tetap ada. kegagalan itu, menurutnya, karena pemilik toko tidak mengerti cara atau trik berjualan di dunia digital.
“Mereka harus tahu bagaimana cara mengkomunikasi dan menampilkan produk dengan baik. Yang penting presentasinya cakep, cepat tanggap, dan barang banyak. (Saat ditanya) Gimana barangnya ready? (Harus) Ready. Tetap saja seperti metode lama. Ingat service itu penting,” ujarnya.
Namun, berjualan di ranah digital, menurutnya, lebih murah dibandingkan secara konvensional. Orang tidak lagi harus menyewa toko bahkan memiliki barang yang banyak. Sekarang, ada orang-orang yang hanya menjadi makelar dengan cara memajang produk-produk tertentu di marketplace atau akun medsosnya. “Bisa berhasil asalkan dia mempertahankan kualitas dan layanan,” ucapnya.
Dahulu, dunia TI selalu identik dengan orang yang punya keahlian dan pengetahuan tentang perangkat lunak dan keras. Saat ini tidak lagi seperti itu. Mereka yang menjadi konten kreator itu mungkin saja tidak terlalu terampil dan paham mengenai perangkat lunak dan keras. Tak sedikit pula yang sangat ahli karena sejak awal membangun brand untuk akun medsos mengerjakan sendiri.
“Kalau kamu mau berhasil, misalnya jadi Youtuber, harus punya konsep yang kuat. Lalu, (urusan) konten yang bagus dan konsistensi perlu ada tim khusus. Enggak mungkin mau jadi Youtuber dan berhasil melakukan sendiri. Enggak ada ceritanya. Akan tetapi, kamu bisa jadi otaknya. Jadi tidak harus menguasai coding (dan sebagainya),” jelasnya.
Menurutnya, orang punya konsep itu nantinya bisa bayar orang yang terampil menggunakan perangkat lunak dan keras. “Orang yang bisa bikin video-video cakep, orang yang bisa membuat animasi akan kepakai. Cuma sebatas jasa animasi dan bikin video. Tidak akan mendapatkan hasil maksimal dari (yang memiliki) follower Youtuber yang banyak,” tuturnya.
Untuk terjun ke kreatif dan digital ini tidak sepenuhnya harus sekolah khusus. Alfons menerangkan sekolah itu hanya akan memberikan dasar saja, tapi tidak memberikan keterampilan yang berbeda secara signifikan. Yang harus dilakukan adalah belajar dan berulang-ulang. Dia menyebut dunia digital dengan segala platform dan kontennya akan terus berkembang dan menjadi ladang uang. “Arahnya (kebutuhan) influencer. Metode iklan lama akan bergeser (digital),” katanya.
Pendampingan
Digitalisasi dalam semua sektor kehidupan tak bisa dihindari. Masyarakat, pemerintah, dan industri berlomba-lomba memanfaatkan teknologi informasi (TI) untuk menopang kegiatan agar produktif. Inilah era revolusi industri 4.0. Semua pekerjaan dan produksi sudah sangat tergantung pada internet of thing (IoT), artificial intelligence (AI), big data, dan robotic.
Laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company menyebutkan ekonomi digital Indonesia pada tahun 2020 mencapai $44 miliar. Pada 2025, jumlah transaksi di ranah digital diprediksi mencapai $124 miliar. Ranah digital menjadi arena baru meraup cuan.
Plt Direktur Ekonomi Digital Kominfo I Nyoman Adhiarna menerangkan sektor swasta, terutama perusahaan besar, seperti industri otomotif, itu secara mandiri mengembangkan dan memanfaatkan TI. Mereka memang harus bertransformasi ke digital. Jika tidak, bisnisnya akan tergerus oleh pesaing yang telah memanfaatkan segala penopang industri 4.0, seperti AI, big data, IoT, dan robotic.
Menurutnya, sektor yang perlu dibantu dalam beradaptasi dengan revolusi industri 4.0 adalah usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM), petani, nelayan, dan sebagainya. “Kami harus membantu dengan memfasilitasi, pendampingan, dan pelatihan UMKM. Misalnya, industri batik harus didorong tidak hanya menggambar secara manual. Sekarang harus menggunakan desain di komputer,” terangnya.
Pengguna internet, terutama pelaku usaha itu bukan hanya di Pulau Jawa, tapi di seluruh Indonesia. Kominfo berusaha menjembatani kreativitas dan bisnis mereka dengan membangunkan infrastruktur telekomunikasi hingga di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Ini demi kestabilan internet bagi semua masyarakat Indonesia.
Direktur Layanan Masyarakat dan Pemerintah Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Danny Januar Ismawan menyatakan pihaknya juga ikut mendorong ekosistem digital. BAKTI memberikan pelatihan terhadap pelaku pariwisata dan UMKM yang terdampak pandemi Covid-19.
“Memang syarat utama pelatihan digital adalah ketersediaan internet. Maka, kami prioritaskan pesertanya (dari) teman-teman yang sudah menerima layanan jaringan dari BAKTI. Ada BTS 4 G (dan) sudah ada internet gratis dari pemerintah. Selam pengalaman kemarin praktis tidak terlalu ada kendala,” pungkasnya.
(muh)