La Nyalla Minta Maksimalkan Aspal Buton untuk Hentikan Impor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti menghadiri acara ramah tamah yang digelar Wali Kota Baubau, AS Tamrin di rumah jabatan Wali Kota Baubau, Kamis 17 Juni 2021 malam.
Acara ini juga diikuti Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan Sultan Buton ke-40 La Ode Muhammad Izzat Manarfa.
La Nyalla yang hadir didampingi Ketua Komite III DPD Sylviana Murni dan tiga anggota DPD daerah pemilijan Sultra Amirul Tamim, Dewa Putu Ardika Seputra, Andi Nirwana membahas tentang potensi alam Pulau Buton.
Salah satunya, aspal Buton yang merupakan aspal alam dengan cadangan terbesar di dunia. Saat ini aspal Buton berjumlah 694 juta ton dengan kadar bitumen 15-35% ditaksir dapat melayani kebutuhan aspal nasional untuk menyuplai pembangunan jalan nasional selama 330 tahun dengan asumsi kebutuhan aspal nasional sebesar 2 juta ton/tahun.
“Apakah kita akan bersuka cita menyambut satu abad aspal Buton, atau justru bersedih karena pemerintah belum juga mampu mendayagunakan anugerah Tuhan ini dengan maksimal dan optimal untuk kemajuan bangsa dan negara ini?” tanya La Nyalla.
Aspal Buton akan genap berusia 100 tahun atau satu abad pada tahun 2024. Namun La Nyalla merasa Indonesia belum bisa memaksimalkan potensi alam yang ada di Bumi Seribu Benteng tersebut karena lebih banyak melakukan impor untuk kebutuhan aspal dalam negeri.
“Karena sampai hari ini pemerintah membangun infrastruktur jalan tanpa menggunakan aspal Buton. Dengan segudang alasan, termasuk tidak efisiennya aspal Buton sehingga lebih baik pemerintah melakukan impor aspal minyak,” lanjutnya.
Menurut dia, upaya-upaya pemerintah dalam mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan aspal Buton kurang tepat sasaran dan tidak menyentuh inti substansi dari permasalahan yang sebenarnya.
“Yang selalu menjadi perhatian pemerintah adalah bagaimana mengoptimalkan produksi aspal Buton untuk mengurangi impor aspal minyak. Pada saat ini produksi aspal Buton dalam bentuk granular adalah tidak lebih dari 70.000 ton per tahun,” tuturnya.
Sedangkan kebutuhan aspal Nasional adalah 1,5 juta ton per tahun. Akibatnya lebih dari 1 juta ton per tahun, Indonesia masih harus memenuhi kebutuhan aspal dari aspal minyak impor.
“Kalau pun sekarang ini pemerintah berhasil mengupayakan untuk mengoptimalkan produksi aspal Buton granular dari 70.000 ton per tahun, misalnya menjadi 350.000 ton per tahun. Maka tetap saja Indonesia masih akan harus terus mengimpor aspal minyak sebesar 650.000 ton per tahun,” katanya.
Dia menambahkan, Indonesia bisa mengurangi sebagian impor aspal minyak dari 1 juta ton per tahun menjadi 650.000 ton per tahun. Hanya saja upaya-upaya tersebut dianggap masih kurang tepat sasaran dan tidak menyentuh inti substansi.
“Karena nyatanya kita masih tetap menjadi importir aspal minyak. Kita masih belum mampu berswasembada aspal. Aspal Buton pun masih belum mampu menjadi ‘tuan rumah di negeri sendiri’,” ujarnya.
Menurut dia, peringatan satu abad aspal Buton harus menjadi tahun bersejarah. Momen tersebut menjadi tonggak nasionalisme sebagai bangsa Indonesia dengan menjadikan aspal Buton sebagai pengganti aspal minyak impor.
“Hal itu seharusnya bisa dilakukan dengan visi besar kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Terutama dengan cadangan deposit aspal Buton yang sangat melimpah, dan mampu menggantikan aspal minyak impor yang jumlahnya sebesar 1 juta ton per tahun,” tuturnya.
La Nyalla mengatakan, untuk menggantikan aspal minyak impor 1 juta ton per tahun, aspal Buton harus diproses terlebih dahulu menjadi aspal Buton "full" ekstraksi. Teknologi untuk melakukan proses ekstraksi secara andal dan ekonomis sekarang ini pun sudah ada.
“Dengan asumsi kandungan bitumen rata-rata adalah 20 persen, maka untuk menghasilkan aspal Buton ‘full’ ekstraksi sejumlah 1 juta ton per tahun, diperlukan bahan baku sebanyak 5 juta ton per tahun,” tuturnya.
Dengan mengetahui inti permasalahan aspal Buton itu, La Nyalla mengimbau pemerintah segera mengupayakan sejumlah langkah-langkah strategis. Pemerintah dinulai harus membuat road map untuk mampu menggantikan 1 juta ton per tahun aspal minyak impor dengan 1 juta ton per tahun aspal Buton "full" ekstraksi dalam kurun waktu 10 tahun.
“Pemerintah harus melakukan asesmen dan pengkajian yang mendalam terhadap kehandalan dan keekonomian dari teknologi ekstraksi,” ujarnya.
Dia juga mengharapkan pemerintah menunjuk sebuah BUMN atau BUMD untuk membangun pabrik ekstraksi aspal Buton. La Nyalla menambahkan, Pemerintah harus melakukan penataan ulang IUP-IUP (Izin Usaha Pertambangan) untuk mendukung penyediaan bahan baku 5 juta ton per tahun dalam waktu 10 tahun ke depan.
“Pemerintah harus menghentikan impor aspal minyak dan menggantikannya dengan aspal Buton ‘full’ ekstraksi secara bertahap,” tegasnya.
La Nyalla menyebut, tahun 2024 tidak akan lama lagi. Oleh karena itu Pemerintah harus segera melakukan langkah-langkah konkret, taktis dan strategis agar segala sesuatunya dapat berjalan sesuai dengan jadwal dalam road map.
Dia menyadari permasalahan-permasalahan lain yang perlu dibenahi masih cukup banyak dan bervariasi. Namun menurut LaNyalla, dengan adanya acuan road map untuk kurun waktu 10 tahun ke depan, maka segala sesuatunya akan dapat dikelola dengan baik dan terarah.
“Terutama hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah ‘kawasan ekonomi khusus’, investasi, infrastruktur, terbukanya lapangan kerja baru, keselamatan kerja, dan lingkungan hidup. Pada tahun 2024, saat kita peringati 1 abad aspal Buton, Pabrik Ekstraksi Aspal Buton sudah harus selesai dibangun,” katanya.
La Nyalla mendorong agar pabrik yang dimaksud sudah harus dapat beroperasi dan berproduksi secara optimal. Produk akhir yang akan dihasilkan adalah aspal Buton ‘full’ ekstraksi penetrasi 60/70 yang mampu menggantikan aspal minyak impor.
“Saya yakin, pemerintah dan masyarakat Buton mampu mendorong terwujudnya cita- cita besar tersebut, dengan momentum 1 abad aspal Buton,” kata LaNyalla.
Wali Kota Baubau, AS Tamrin mengaku bangga dan bersyukur semua pihak bisa hadir dalam acara itu. Termasuk seluruh jajaran Forkompida Baubau dan beberapa Kepala Dinas dari Provinsi Sultra.
"Ini menjadi isyarat bahwa harapan warga Buton sangat besar mengenai pemekaran wilayah yang aspirasinya sudah dititipkan kepada Ketua DPD," ujarnya.
Tamrin juga menjelaskan Baubau memiliki visi misi sebagai kota yang maju sejahtera dan berbudaya. Dia berharap semua daerah di Sultra terutama di Buton harus saling bersinergi.
"Bersama-sama adalah kekuatan," katanya.
Sedangkan Gubernur Ali Mazi juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Ketua DPD yang merespons positif aspirasi dari masyarakat Buton terkait pemekaran wilayah atau pembentukan Provinsi Kepton (Kepulauan Buton).
"Kami berterima kasih juga soal RUU Daerah Kepulauan yang diinisiasi oleh DPD Sehingga bisa menjadi landasan daerah kepulauan dalam membangun wilayahnya," ujar Ali Mazi.
Acara ini juga diikuti Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan Sultan Buton ke-40 La Ode Muhammad Izzat Manarfa.
La Nyalla yang hadir didampingi Ketua Komite III DPD Sylviana Murni dan tiga anggota DPD daerah pemilijan Sultra Amirul Tamim, Dewa Putu Ardika Seputra, Andi Nirwana membahas tentang potensi alam Pulau Buton.
Salah satunya, aspal Buton yang merupakan aspal alam dengan cadangan terbesar di dunia. Saat ini aspal Buton berjumlah 694 juta ton dengan kadar bitumen 15-35% ditaksir dapat melayani kebutuhan aspal nasional untuk menyuplai pembangunan jalan nasional selama 330 tahun dengan asumsi kebutuhan aspal nasional sebesar 2 juta ton/tahun.
“Apakah kita akan bersuka cita menyambut satu abad aspal Buton, atau justru bersedih karena pemerintah belum juga mampu mendayagunakan anugerah Tuhan ini dengan maksimal dan optimal untuk kemajuan bangsa dan negara ini?” tanya La Nyalla.
Aspal Buton akan genap berusia 100 tahun atau satu abad pada tahun 2024. Namun La Nyalla merasa Indonesia belum bisa memaksimalkan potensi alam yang ada di Bumi Seribu Benteng tersebut karena lebih banyak melakukan impor untuk kebutuhan aspal dalam negeri.
“Karena sampai hari ini pemerintah membangun infrastruktur jalan tanpa menggunakan aspal Buton. Dengan segudang alasan, termasuk tidak efisiennya aspal Buton sehingga lebih baik pemerintah melakukan impor aspal minyak,” lanjutnya.
Menurut dia, upaya-upaya pemerintah dalam mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan aspal Buton kurang tepat sasaran dan tidak menyentuh inti substansi dari permasalahan yang sebenarnya.
“Yang selalu menjadi perhatian pemerintah adalah bagaimana mengoptimalkan produksi aspal Buton untuk mengurangi impor aspal minyak. Pada saat ini produksi aspal Buton dalam bentuk granular adalah tidak lebih dari 70.000 ton per tahun,” tuturnya.
Sedangkan kebutuhan aspal Nasional adalah 1,5 juta ton per tahun. Akibatnya lebih dari 1 juta ton per tahun, Indonesia masih harus memenuhi kebutuhan aspal dari aspal minyak impor.
“Kalau pun sekarang ini pemerintah berhasil mengupayakan untuk mengoptimalkan produksi aspal Buton granular dari 70.000 ton per tahun, misalnya menjadi 350.000 ton per tahun. Maka tetap saja Indonesia masih akan harus terus mengimpor aspal minyak sebesar 650.000 ton per tahun,” katanya.
Dia menambahkan, Indonesia bisa mengurangi sebagian impor aspal minyak dari 1 juta ton per tahun menjadi 650.000 ton per tahun. Hanya saja upaya-upaya tersebut dianggap masih kurang tepat sasaran dan tidak menyentuh inti substansi.
“Karena nyatanya kita masih tetap menjadi importir aspal minyak. Kita masih belum mampu berswasembada aspal. Aspal Buton pun masih belum mampu menjadi ‘tuan rumah di negeri sendiri’,” ujarnya.
Menurut dia, peringatan satu abad aspal Buton harus menjadi tahun bersejarah. Momen tersebut menjadi tonggak nasionalisme sebagai bangsa Indonesia dengan menjadikan aspal Buton sebagai pengganti aspal minyak impor.
“Hal itu seharusnya bisa dilakukan dengan visi besar kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Terutama dengan cadangan deposit aspal Buton yang sangat melimpah, dan mampu menggantikan aspal minyak impor yang jumlahnya sebesar 1 juta ton per tahun,” tuturnya.
La Nyalla mengatakan, untuk menggantikan aspal minyak impor 1 juta ton per tahun, aspal Buton harus diproses terlebih dahulu menjadi aspal Buton "full" ekstraksi. Teknologi untuk melakukan proses ekstraksi secara andal dan ekonomis sekarang ini pun sudah ada.
“Dengan asumsi kandungan bitumen rata-rata adalah 20 persen, maka untuk menghasilkan aspal Buton ‘full’ ekstraksi sejumlah 1 juta ton per tahun, diperlukan bahan baku sebanyak 5 juta ton per tahun,” tuturnya.
Dengan mengetahui inti permasalahan aspal Buton itu, La Nyalla mengimbau pemerintah segera mengupayakan sejumlah langkah-langkah strategis. Pemerintah dinulai harus membuat road map untuk mampu menggantikan 1 juta ton per tahun aspal minyak impor dengan 1 juta ton per tahun aspal Buton "full" ekstraksi dalam kurun waktu 10 tahun.
“Pemerintah harus melakukan asesmen dan pengkajian yang mendalam terhadap kehandalan dan keekonomian dari teknologi ekstraksi,” ujarnya.
Dia juga mengharapkan pemerintah menunjuk sebuah BUMN atau BUMD untuk membangun pabrik ekstraksi aspal Buton. La Nyalla menambahkan, Pemerintah harus melakukan penataan ulang IUP-IUP (Izin Usaha Pertambangan) untuk mendukung penyediaan bahan baku 5 juta ton per tahun dalam waktu 10 tahun ke depan.
“Pemerintah harus menghentikan impor aspal minyak dan menggantikannya dengan aspal Buton ‘full’ ekstraksi secara bertahap,” tegasnya.
La Nyalla menyebut, tahun 2024 tidak akan lama lagi. Oleh karena itu Pemerintah harus segera melakukan langkah-langkah konkret, taktis dan strategis agar segala sesuatunya dapat berjalan sesuai dengan jadwal dalam road map.
Dia menyadari permasalahan-permasalahan lain yang perlu dibenahi masih cukup banyak dan bervariasi. Namun menurut LaNyalla, dengan adanya acuan road map untuk kurun waktu 10 tahun ke depan, maka segala sesuatunya akan dapat dikelola dengan baik dan terarah.
“Terutama hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah ‘kawasan ekonomi khusus’, investasi, infrastruktur, terbukanya lapangan kerja baru, keselamatan kerja, dan lingkungan hidup. Pada tahun 2024, saat kita peringati 1 abad aspal Buton, Pabrik Ekstraksi Aspal Buton sudah harus selesai dibangun,” katanya.
La Nyalla mendorong agar pabrik yang dimaksud sudah harus dapat beroperasi dan berproduksi secara optimal. Produk akhir yang akan dihasilkan adalah aspal Buton ‘full’ ekstraksi penetrasi 60/70 yang mampu menggantikan aspal minyak impor.
“Saya yakin, pemerintah dan masyarakat Buton mampu mendorong terwujudnya cita- cita besar tersebut, dengan momentum 1 abad aspal Buton,” kata LaNyalla.
Wali Kota Baubau, AS Tamrin mengaku bangga dan bersyukur semua pihak bisa hadir dalam acara itu. Termasuk seluruh jajaran Forkompida Baubau dan beberapa Kepala Dinas dari Provinsi Sultra.
"Ini menjadi isyarat bahwa harapan warga Buton sangat besar mengenai pemekaran wilayah yang aspirasinya sudah dititipkan kepada Ketua DPD," ujarnya.
Tamrin juga menjelaskan Baubau memiliki visi misi sebagai kota yang maju sejahtera dan berbudaya. Dia berharap semua daerah di Sultra terutama di Buton harus saling bersinergi.
"Bersama-sama adalah kekuatan," katanya.
Sedangkan Gubernur Ali Mazi juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Ketua DPD yang merespons positif aspirasi dari masyarakat Buton terkait pemekaran wilayah atau pembentukan Provinsi Kepton (Kepulauan Buton).
"Kami berterima kasih juga soal RUU Daerah Kepulauan yang diinisiasi oleh DPD Sehingga bisa menjadi landasan daerah kepulauan dalam membangun wilayahnya," ujar Ali Mazi.
(dam)