Deretan Kasus Penghinaan Presiden, dari Sri Bintang Pamungkas hingga Arsyad Penjual Sate

Sabtu, 12 Juni 2021 - 17:17 WIB
loading...
Deretan Kasus Penghinaan...
Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali menjadi polemik. Prokontra muncul menyikapi rancangan aturan tersebut. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali menjadi sorotan. Salah satunya karena memuat pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kembali dimasukkan ke dalam draf terbaru.

Pasal penghinaan presiden pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2006 silam. Berdasarkan catatan SINDOnews, tidak sedikit orang yang pernah terjerat kasus penghinaan terhadap presiden.

Mulai dari tokoh, musisi hingga pelajar pernah terseret kasus penghinaan presiden. Berikut deretan sejumlah kasus penghinaan presiden dari era Soeharto hingga Joko Widodo (Jokowi):

Aktivis Sri Bintang Pamungkas pernah didakwa melakukan tindakan subversi dengan mendirikan Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI), menentang Soeharto, membuat kartu lebaran politik dan membuat Undang-undang Dasar baru pada masa orde baru. Dia pernah ditangkap dan ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung pada 5 Mei 1997 silam.

Ketika itu, Sri Bintang bersama Saleh Abdullah dan Julius Usman dituduh telah melakukan tindakan subversi. Kemudian, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus bebas Sri Bintang pada tahun 2000.

Selain Sri Bintang, Musisi Iwan Fals atau pemilik nama lengkap Virgiawan Listanto pernah dicekal lagu-lagunya pada tahun 1984. Dia juga dilarang melakukan pertunjukan di beberapa daerah karena lagunya yang berjudul “Mbak Tini”.

Pihak berwenang kala itu menganggap lagu tersebut menghina Presiden Soeharto. Akibatnya, Iwan terancam bakal masuk penjara.

Di era Megawati, juga pernah ada kasus serupa. Supratman yang saat itu menjadi redaktur harian nasional Rakyat Merdeka (RM) pernah didakwa melakukan penghinaan terhadap presiden terkait beberapa pemberitaannya.

Secara berturut-turut 6, 8, dan 31 Januari 2003, RM menulis judul berita cukup menghebohkan, yakni "Mulut Mega Bau Solar", "Mega Lintah Darat", dan "Mega Lebih Ganas dari Sumanto". Pada 4 Februari 2003, muncul juga judul tulisan “Mega Cuma Sekelas Bupati”.

Supratman kala itu pernah dijerat Pasal 134 juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Akan tetapi, ketua majelis hakim pada sidang yang digelar 27 Oktober 2013 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menganggap dakwaan primer itu tidak terbukti.

Dia tetap dikenai Pasal 137 Ayat 1 KUHP tentang perbuatan menyiarkan tulisan atau lukisan yang menghina Presiden atau Wakil Presiden. Supratman divonis hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan.

Selanjutnya, M Iqbal Siregar yang kala itu sebagai Ketua Gerakan Pemuda Islam (GPI) didakwa pasal penghinaan kepala negara setelah ikut demonstrasi di Istana Merdeka, pada medio Januari 2003 atau lima tahun usai reformasi.

Di samping itu, Nanang dan Muzakir yang ketika itu sebagai pendemo didakwa satu tahun penjara karena menginjak foto Megawati Soekarnoputri saat berdemo di depan Istana Negara, 2003.

Lalu, Monang J Tambunan yang waktu itu sebagai Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) pernah merasakan dinginnya sel tahanan setelah terbukti bersalah menghina Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan sengaja di depan umum pada 2005. Monang saat itu ditangkap aparat saat melakukan aksi turun ke jalan memperingati 100 hari masa pemerintahan SBY-Kalla di depan Istana Presiden.

I Wayan Gendo Suardana, seorang aktivis mahasiswa dari Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana (Unud) Bali kala itu pernah dipenjara selama enam bulan karena membakar foto Susilo Bambang Yudhoyono dalam aksi unjuk rasa menolak kenaikan bahan bakar minyak tahun 2005.

Saat itu, Majelis Hakim yang dipimpin I Made Sudia SH menyatakan Gendo Suardana bersalah melanggar pasal 134 KUHP junto pasal 136 tentang penghinaan terhadap Presiden.

Seorang bloger asal Yogyakarta sekaligus Karyawan di Gama Techno, salah satu perusahaan IT, Herman Saksono pada Oktober 2005 pernah berurusan dengan polisi.

Dia sempat ditetapkan sebagai tersangka karena menghina presiden, setelah memasang foto wajah SBY pada gambar hot versi Mayangsari-Bambang Tri pada blog pribadinya.

Herman memasang foto hasil retouch di blog-nya. Wajah Mayangsari dihapus dan diganti dengan wajah sederet tokoh politik dan selebriti, salah satunya SBY. Keusilannya itu pun membuat Herman sempat dijerat pasal penghinaan kepada kepala negara, 134 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. Akan tetapi, kasus itu dihentikan setelah dirinya menghapus foto rekayasa itu di blog-nya.

Seorang tukang sate, Muhammad Arsad pernah ditahan di Mabes Polri setelah menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi) di media sosial Facebook. Warga Ciracas, Jakarta Timur itu dijerat beberapa pasal berlapis, yaitu pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE dan UU Pornografi.

Dia membuat foto editan gambar Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri berbuat tak senonoh dan disebar luas di Facebook. Namun, kasus tersebut berujung damai.

Ibunda Arsad datang ke Istana Kepresidenan memohon agar anaknya tidak dihukum. Presiden Jokowi saat itu memaafkan Arsad yang menghinanya di Facebook. Presiden Jokowi berpesan agar Arsad lebih berhati-hati dalam bertindak.

Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada April 2020 menangkap AB karena dianggap menghina Presiden Jokowi melalui sebuah video yang beredar di media sosial. Dia mengkritik Presiden Jokowi mengenai penanganan wabah Covid-19.

Pasal berlapis pun menjerat AB, yakni Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE, pasal penghapusan diskriminasi ras dan etnis, dan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa dan badan umum.

Kemudian, Tim Opsnal Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Kepri menangkap seorang pria di Tanjungpinang, Kepulauan Riau berinisial MK (59) pada Mei 2021 di Supermarket Bintan 21 Tanjungpinang. Kasus itu berawal dari pelaku yang membuat postingan pada 8 Mei 2021 melalui akun twitter @MustafaKamalN13.

Dia menggunakan akun twitter bernama TIGER ANDALAS menyebarkan berita hoaks mengandung SARA tentang Presiden Jokowi beserta ibu dan istrinya dengan ungkapan tak senonoh. Kasus itu bukan pertama kali dilakukan MK.

Dia pernah terlibat dan ditangkap dengan kasus yang sama pada tahun 2017 dan 2018 lalu. Kemudian, Seorang perempuan, IF asal Kabupaten Blitar ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi setelah mengunggah foto mumi "Firaun" yang wajahnya diedit mirip wajah Presiden Jokowi, dengan ditulisi caption "the new firaun".

Pemilik akun Facebook Aida Konveksi, warga Desa Kalipucung, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar itu dijerat Pasal 45 A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 28 Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 207 KUHP.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2328 seconds (0.1#10.140)