Serius Usulkan Puan-Anies di Pilpres 2024, Politikus PDIP Effendi Simbolon: Bukan Asbun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Effendi Simbolon menegaskan bahwa dirinya serius mengusulkan pasangan Ketua DPR RI Puan Maharani dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Menurut Effendi, itu merupakan bentuk rekonsiliasi antara kelompok nasionalis dan religius yang selama ini saling berhadap-hadapan. Hal ini disampaikannya menanggapi rilis survei Parameter Politik Indonesia (PPI) bertajuk "Peta Politik Menuju 2024 dan Peta Politik Mutakhir" secara daring, Sabtu (5/6/2021).
"Bagaimana kalau dipasangkan Mbak Puan dengan Mas Anies ya itu bukan asbun (asal bunyi), itu itu sesuatu yang kita telaah dari perjalanan adanya satu kelompok besar yaitu kelompok nasionalus, kita tidak bisa kesampingkan ada kelompok nasionalis tapi sekaligus ada kelompok besar kelompok religius, yang selama ini di dalam satu periode terakhir ini berhadap-hadapan," kata Effendi.
Sebagai politisi, kata Effendi, kenapa tidak untuk mewujudkan itu, karena politisi seharusnya bisa mempertemukan masyarakat yang ada di kolam religius dan kolam nasionalis demi kepentingan bangsa Indonesia. Karena itu, ia pribadi mendorong untuk Puan itu sebagai capresnya dan Anies sebagai cawapres, dengan elektabilitas Anies yang sekitar 22-26% di berbagai survei, kenapa tidak untuk ditempatkan sebagai cawapres.
"Itu kan kesannya kita kok tidak percaya diri bertanding, untuk apa, wong politik itu untul berkuasa kok, ketika berkuasa baru kita menerapkan program untuk kepentingan rakyat. Jadi, saya pribadi mengusulkan ya pasangan itu Mbak Puan sebagai capres dan Mas Anies yang pasti didukung Mas Aniesnya ya," ujarnya.
Soal bagaimana keduanya dikombinasikan, Anggota Komisi I DPR ini mengakui bahwa itu sebagai tantangan, karena Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto dipasangkan dengan Puan itu berita lama. Sementara, saat Prabowo dipasangkan dengan Megawati pada Pemilu 2009 keterpilihannya sudah maksimal.
"Kalau ini figur tidak setara dengan Ibu (Megawati), apa iya kita masih harus mendorong (Prabowo-Puan) yang notabene adalah itu menjadi celah kelemahan bagi lawan, lawan waduh pasti akan senang," ucapnya.
Karena itu, menurut dia, proses ini bisa dimulai dua tahun ke depan dan memang ini sebuah tantangan bagaimana kolam yang awalnya berseberangan bisa dirajut hingga terjadi rekonsiliasi nasionalis dengan religius, sehingga 2024 bisa berdamai, tidak ada lagi yang disebut kadrun atau cebong. Jadi, dia serius untuk mengusulkan pasangan Puan-Anies ini.
"Nanti kalau khusus membahas itu sepanjang Mbak Puan memang mau, ini kan masalahnya saya nggak tahu Mbak Puan mau apa nggak. Kalau nggak mau ya sudah jangan lakukan nggak apa-apa. Tetapi kalau mau walaupun belum ada keputusan dari Ibu, ya kita jalan dulu menyapa untuk test the water melihat kondisi di berbagai Indonesia barat, tengah dan timur," tandasnya.
Menurut Effendi, itu merupakan bentuk rekonsiliasi antara kelompok nasionalis dan religius yang selama ini saling berhadap-hadapan. Hal ini disampaikannya menanggapi rilis survei Parameter Politik Indonesia (PPI) bertajuk "Peta Politik Menuju 2024 dan Peta Politik Mutakhir" secara daring, Sabtu (5/6/2021).
"Bagaimana kalau dipasangkan Mbak Puan dengan Mas Anies ya itu bukan asbun (asal bunyi), itu itu sesuatu yang kita telaah dari perjalanan adanya satu kelompok besar yaitu kelompok nasionalus, kita tidak bisa kesampingkan ada kelompok nasionalis tapi sekaligus ada kelompok besar kelompok religius, yang selama ini di dalam satu periode terakhir ini berhadap-hadapan," kata Effendi.
Sebagai politisi, kata Effendi, kenapa tidak untuk mewujudkan itu, karena politisi seharusnya bisa mempertemukan masyarakat yang ada di kolam religius dan kolam nasionalis demi kepentingan bangsa Indonesia. Karena itu, ia pribadi mendorong untuk Puan itu sebagai capresnya dan Anies sebagai cawapres, dengan elektabilitas Anies yang sekitar 22-26% di berbagai survei, kenapa tidak untuk ditempatkan sebagai cawapres.
"Itu kan kesannya kita kok tidak percaya diri bertanding, untuk apa, wong politik itu untul berkuasa kok, ketika berkuasa baru kita menerapkan program untuk kepentingan rakyat. Jadi, saya pribadi mengusulkan ya pasangan itu Mbak Puan sebagai capres dan Mas Anies yang pasti didukung Mas Aniesnya ya," ujarnya.
Soal bagaimana keduanya dikombinasikan, Anggota Komisi I DPR ini mengakui bahwa itu sebagai tantangan, karena Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto dipasangkan dengan Puan itu berita lama. Sementara, saat Prabowo dipasangkan dengan Megawati pada Pemilu 2009 keterpilihannya sudah maksimal.
"Kalau ini figur tidak setara dengan Ibu (Megawati), apa iya kita masih harus mendorong (Prabowo-Puan) yang notabene adalah itu menjadi celah kelemahan bagi lawan, lawan waduh pasti akan senang," ucapnya.
Karena itu, menurut dia, proses ini bisa dimulai dua tahun ke depan dan memang ini sebuah tantangan bagaimana kolam yang awalnya berseberangan bisa dirajut hingga terjadi rekonsiliasi nasionalis dengan religius, sehingga 2024 bisa berdamai, tidak ada lagi yang disebut kadrun atau cebong. Jadi, dia serius untuk mengusulkan pasangan Puan-Anies ini.
"Nanti kalau khusus membahas itu sepanjang Mbak Puan memang mau, ini kan masalahnya saya nggak tahu Mbak Puan mau apa nggak. Kalau nggak mau ya sudah jangan lakukan nggak apa-apa. Tetapi kalau mau walaupun belum ada keputusan dari Ibu, ya kita jalan dulu menyapa untuk test the water melihat kondisi di berbagai Indonesia barat, tengah dan timur," tandasnya.
(zik)