Halauan Negara, Pertahanan Nasional dan Urgensi Percepatan Infrastruktur Teknologi Informasi

Kamis, 27 Mei 2021 - 12:08 WIB
loading...
Halauan Negara, Pertahanan...
Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Partai Golkar/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Partai Golkar/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

KASUS pencurian data pribadi berisi informasi lengkap tentang 279 juta warga negara Indonesia (WNI) hendaknya semakin membangun kesadaran bersama tentang urgensi penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang mumpuni. Karena Indonesia sudah dalam era digital, MPR RI memastikan halauan negara sebagai arah dasar pembangunan nasional yang berkelanjutan akan merekomendasikan percepatan pembangunan infrastruktur TIK sebagai prioritas guna mewujudkan dan mendukung ketahanan siber.

Kapasitas dan kapabilitas Infrastruktur TIK Indonesia memang belum mumpuni, karena target pembangunannya masih jauh dari rampung. Oleh pemerintah, pembangunan infrastruktur TIK ditargetkan rampung pada 2032. Kalau rentang waktu penyelesaiannya masih butuh waktu demikian lama, orang awam sekali pun bisa membayangkan gambaran tentang kapasitas dan kapabilitas infrastruktur TIK nasional saat ini.

Oleh karena kapasitas dan kapabilitasnya yang masih jauh dari memadai, infrastruktur TIK di dalam negeri belum efektif mencegah pembobolan dan pencurian data. Bahkan juga belum mumpuni untuk merespons potensi ancaman atau insiden malicious software yang dikenal dengan sebutan malware.

Dan, oleh karena faktor terbatasnya kapasitas dan kapabilitas itu pula, masih terjadi kesenjangan digital. Hingga tahun ini, sekitar 12.548 desa atau kelurahan belum mendapatkan akses broadband 4G.

Pencurian dan pembobolan data pribadi bukan cerita atau kasus baru. Pencurian dan jual beli data publik sudah lama berlangsung. Terkesan ada pembiaran sehingga pencurian data itu leluasa dilakukan. Sudah lama pula masyarakat mengeluhkan masalah ini, tetapi respon dari pihak berwenang amat minim, bahkan nyaris tidak ada sama sekali.

Contoh kasus yang masih berlangsung hingga hari ini adalah pembocoran atau penyebarluasan nomor telepon seluler pribadi oleh oknum di sejumlah istitusi layanan publik. Masyarakat mengeluh karena nomor teleponnya begitu sering dijejali dengan iklan, promosi dan ragam penawaran jasa atau produk lainnya, termasuk maraknya tawaran kredit tanpa agunan (KTA) yang tidak jelas benar latar belakangnya. Tidak pernah ada respons dari pihak berwenang terhadap fakta seperti ini.

Kasus pencurian data pribadi bermuatan informasi lengkap 279 juta WNI itu memang bukanlah yang pertama. Namun, kasus ini menjadi heboh dan viral karena skalanya yang masif dan detail datanya lengkap. Kasus ini menambah panjang daftar pencurian dan penyalahgunaan data publik. Masyarakat tentu masih dengan beberapa kasus sebelumnya.

Misalnya, dalam rentang waktu setahun terakhir saja, ada lima kasus pembocoran atau pencurian data pribadi yang terekspos ke publik. Sebut saja bocornya data pribadi 230 ribu pasien Covid-19 di Indonesia, bocornya 2,3 juta data pribadi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), pembocoran 1,2 juta data pribadi konsumen perusahaan e-commerce Bhinneka, 13 juta data pribadi pemilik akun e-commerce Bukalapak, dan bocornya 91 juta data pribadi pemilik akun e-commerce Tokopedia.

Kebocoran data pribadi informasi lengkap 279 juta WNI yang diperjualbelikan secara online di forum hacker Raid Forums tak hanya menyentak publik, tapi juga menampar pemangku kepentingan. Kominfo turun tangan, BPJS Kesehatan ikut mendalami, karena data yang bocor itu identik dengan data milik BPJS Kesehatan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1059 seconds (0.1#10.140)