Tingkat Keberhasilan Tinggi, Terapi Plasma Konvalesen Diharapkan Mampu Atasi Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Terapi plasma konvalesen bagi pasien COVID-19 hingga saat ini masih menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Ada yang mendukung, tapi tidak sedikit pula yang meragukan efektivitas untuk kesembuhan pasien tersebut.
Dokter Theresia Monica dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha (FK UKM) menjelaskan bahwa terapi plasma konvalesen merupakan salah satu bentuk dari vaksinasi pasif yang diambil dari pasien sembuh Covid-19. Plasma yang dimiliki pasien sembuh ini mengandung kekebalan tubuh yang cukup tinggi. Dengan penanganan yang tepat, terapi ini dapat membantu pasien membentuk antibodi untuk melawan infeksi virus corona.
"Hanya saja antibodi yang terkandung di dalam plasma berfungsi untuk menghilangkan virus bukan untuk memperbaiki organ yang rusak," kata Monica dalam webinar internasional "Convalescent Plasma Therapy" yang diselenggarakan FK UKM dan didukung oleh PT Itama Ranoraya Tbk dan PT Terumo Indonesia, Jumat (21/5/2021) malam.
Baca juga: Terapi Plasma Meningkat, Permintaan Plasma Konvalesen di Kota Bandung Tinggi
Selain Theresia Monica dan dr Ria Syafitri Evi Gantini dari Palang Merah Indonesia (PMI), perwakilan Indonesia, webinar ini menghadirkan 3 narasumber bertaraf Internasional dari AS dan merupakan pakar dalam penelitian TPK, Masing-masing Profesor Michael J Joyner dari Mayo Clinic, Profesor Arturo Casadevall dari Johns Hopkins dan Profesor Pirofski dari Albert Einstein College of Medicine.
Menurut Monica, selama ini banyak penelitian untuk memahami penyakit akibat SARS-CoV-2, dari mulai vaksinasi, pengobatan, efeknya pada tubuh, hingga terapi plasma konvalesen. Khusus untuk terapi plasma konvalesen, banyak penelitian yang hasilnya berbeda, ada yang memberikan hasil mendukung dan sebaliknya. Namun, kata Monica, keberhasilan dari terapi plasma konvalesen ini tergantung dari beberapa faktor utama yaitu dosis, kadar antibodi, dan waktu pemberian.
"Supaya terapi plasma ini maksimal, terdapat kondisi atau kriteria tertentu yang harus diperhatikan," kata Ketua PPIDK (Pusat Pengembangan, Inovasi & Kerjasama) Fakultas Kedokteran UKM ini.
Baca juga: Donor Plasma Konvalesen, Solidaritas Penyintas Menjadi Penyelamat
Monica mengatakan bahwa saat ini banyak penelitian tentang terapi plasma konvalesen yang sudah dan sedang dilakukan di Indonesia. Salah satunya adalah kolaborasi antara FK UKM dan RS Primaya. Penelitian lain diadakan di RS Mayapada dan RS Mandara Bali. Ada pun RS Saiful Anwar juga sudah melaksanakan penelitian TPK. Demikan pula, sementara dilaksanakan penelitian nasional multi centre yang melibatkan 10 RS di Indonesia.
"Dari hasil internal, ternyata TPK dapat menurunkan angka mortalitas secara signifikan atau nyata pada pasien Covid-19 stadium sedang dan berat," katanya.
Lebih lanjut dr Ria Syafitri Evi Gantini dari PMI menjelaskan bahwa ada sejumlah syarat bagi pendonor plasma konvalesen. Antara lain berusia 18-60 tahun, berat badan minimal 55 kg, diutamakan pria atau jika perempuan belum pernah hamil, pernah terkonfirmasi Covid-19.
"Kemudian memiliki surat keterangan sembuh dari dokter yang merawat, bebas keluhan minimal 14 hari, tidak menerima transfusi darah selama 6 bulan terakhir, dan lebih diutamakan yang pernah mendonorkan darah," katanya.
Dokter Theresia Monica dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha (FK UKM) menjelaskan bahwa terapi plasma konvalesen merupakan salah satu bentuk dari vaksinasi pasif yang diambil dari pasien sembuh Covid-19. Plasma yang dimiliki pasien sembuh ini mengandung kekebalan tubuh yang cukup tinggi. Dengan penanganan yang tepat, terapi ini dapat membantu pasien membentuk antibodi untuk melawan infeksi virus corona.
"Hanya saja antibodi yang terkandung di dalam plasma berfungsi untuk menghilangkan virus bukan untuk memperbaiki organ yang rusak," kata Monica dalam webinar internasional "Convalescent Plasma Therapy" yang diselenggarakan FK UKM dan didukung oleh PT Itama Ranoraya Tbk dan PT Terumo Indonesia, Jumat (21/5/2021) malam.
Baca juga: Terapi Plasma Meningkat, Permintaan Plasma Konvalesen di Kota Bandung Tinggi
Selain Theresia Monica dan dr Ria Syafitri Evi Gantini dari Palang Merah Indonesia (PMI), perwakilan Indonesia, webinar ini menghadirkan 3 narasumber bertaraf Internasional dari AS dan merupakan pakar dalam penelitian TPK, Masing-masing Profesor Michael J Joyner dari Mayo Clinic, Profesor Arturo Casadevall dari Johns Hopkins dan Profesor Pirofski dari Albert Einstein College of Medicine.
Menurut Monica, selama ini banyak penelitian untuk memahami penyakit akibat SARS-CoV-2, dari mulai vaksinasi, pengobatan, efeknya pada tubuh, hingga terapi plasma konvalesen. Khusus untuk terapi plasma konvalesen, banyak penelitian yang hasilnya berbeda, ada yang memberikan hasil mendukung dan sebaliknya. Namun, kata Monica, keberhasilan dari terapi plasma konvalesen ini tergantung dari beberapa faktor utama yaitu dosis, kadar antibodi, dan waktu pemberian.
"Supaya terapi plasma ini maksimal, terdapat kondisi atau kriteria tertentu yang harus diperhatikan," kata Ketua PPIDK (Pusat Pengembangan, Inovasi & Kerjasama) Fakultas Kedokteran UKM ini.
Baca juga: Donor Plasma Konvalesen, Solidaritas Penyintas Menjadi Penyelamat
Monica mengatakan bahwa saat ini banyak penelitian tentang terapi plasma konvalesen yang sudah dan sedang dilakukan di Indonesia. Salah satunya adalah kolaborasi antara FK UKM dan RS Primaya. Penelitian lain diadakan di RS Mayapada dan RS Mandara Bali. Ada pun RS Saiful Anwar juga sudah melaksanakan penelitian TPK. Demikan pula, sementara dilaksanakan penelitian nasional multi centre yang melibatkan 10 RS di Indonesia.
"Dari hasil internal, ternyata TPK dapat menurunkan angka mortalitas secara signifikan atau nyata pada pasien Covid-19 stadium sedang dan berat," katanya.
Lebih lanjut dr Ria Syafitri Evi Gantini dari PMI menjelaskan bahwa ada sejumlah syarat bagi pendonor plasma konvalesen. Antara lain berusia 18-60 tahun, berat badan minimal 55 kg, diutamakan pria atau jika perempuan belum pernah hamil, pernah terkonfirmasi Covid-19.
"Kemudian memiliki surat keterangan sembuh dari dokter yang merawat, bebas keluhan minimal 14 hari, tidak menerima transfusi darah selama 6 bulan terakhir, dan lebih diutamakan yang pernah mendonorkan darah," katanya.