Amati dan Waspadai Dampak Pergerakan 1,5 juta Pemudik
loading...
A
A
A
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/ Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
LAYAK dan sepantasnya untuk memberi apresiasi kepada seluruh elemen masyarakat yang telah menunjukan semangat kerjasama dalam menanggapi larangan mudik Lebaran. Kesediaan puluhan juta orang untuk tidak mudik merupakan sinergi antara masyarakat dan pemerintah menghindari gelombang kedua pandemi Covid-19 di dalam negeri.
Tanggapan sangat positif dari masyarakat atas larangan mudik lebaran tahun ini memang layak diapresiasi. Kendati sudah banyak warga perkotaan disuntik vaksin corona, jutaan orang masih mau menahan diri untuk tidak mudik. Dari perkiraan awal 17 juta orang yang nekad akan melakukan perjalanan mudik – menurut hasil survei Kementerian Perhubungan -- tercatat hanya 1,5 juta orang yang pulang kampung sepanjang periode larangan mudik lebaran. Apresiasi juga layak diberikan kepada semua petugas di lapangan, utamanya jajaran kepolisian, TNI dan polisi pamong praja di semua daerah, yang telah bekerja keras melakukan penyekatan.
Dalam situasi normal, potensi jumlah pemudik bisa mencapai 33 juta orang. Tahun 2019, jumlah pemudik mencapai 23 juta orang. Tahun 2020, saat puasa Ramadan dan lebaran dirayakan di tengah pandemi Covid-19, jumlah pemudik turun drastis, mendekati 99%, dibanding periode libur lebaran 2019.
Catatan jumlah pemudik lebaran 2021 ini tidak hanya menunjukan kemauan masyarakat bekerjasama, tetapi juga menjelaskan dua aspek lainnya. Pertama, masyarakat menyadari bahwa potensi penularan Covid-19 masih tinggi. Gambaran mengerikan di India, serta gelombang kedua Pandemi Covid-19 yang terjadi di sejumlah negara di Asia menjadi acuan banyak orang. Seperti diketahui, Singapura, Malaysia dan beberapa kota di Jepang harus lockdown lagi karena jumlah kasus Covid-19 cenderung meningkat.
Kedua, dengan tidak berlebaran di kampung halaman, warga perkotaan secara tidak langsung menunjukan keinginan mereka melindungi orang tua dan kerabat dari kemungkinan tertular Covid-19 yang mungkin saja dibawa warga perkotaan. Kampung halaman atau desa dengan demikian tetap bersih dari virus corona. Artinya, pilihan tidak mudik oleh belasan atau puluhan juta orang itu menjadi bagian tak terpisah dari upaya bersama memutus rantai penularan Covid-19.
Kini, setelah periode libur lebaran berakhir, kerja sama masyarakat dengan pemerintah -- dalam bentuk ketaatan semua orang pada protokol kesehatan (prokes) -- masih harus dilanjutkan. Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan bersama, perkembangan pandemi Covid-19 pada tingkat global masih memprihatinkan.
Sejumlah negara, termasuk tetangga Indonesia, harus menerapkan lockdown lagi untuk merespons gelombang kedua pandemi Covid-19. Fakta ini harus menjadi faktor pendorong bagi semua elemen masyarakat Indonesia untuk terus bertahan pada posisi waspada. Siapa pun harus konsisten menerapkan Prokes.
Sejumlah fakta dan kecenderungan terkini patut digarisbawahi oleh masyarakat dan pemerintah, agar setiap orang makin paham mengapa waspada Covid-19 menjadi keharusan yang tak bisa ditawar. Mengacu pada tragedi di India, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengingatkan bahwa tahun kedua pandemi atau 2021, menjadi tahun yang lebih mematikan dibanding tahun pertama 2020.
Karena virus corona varian B.1.617 lebih ganas dan menyebabkan begitu banyak kematian di India, WHO menjadikan varian B.1.617 berstatus varian perhatian global atau variant of concern. Hingga jelang pertengahan Mei 2021, varian B.1.617 telah menyebar ke 49 negara. Kalau puluhan negara dimaksud lengah dan tidak konsisten menerapkan Prokes, varian B.1.617 bisa memicu krisis global.
Ketua MPR RI/ Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
LAYAK dan sepantasnya untuk memberi apresiasi kepada seluruh elemen masyarakat yang telah menunjukan semangat kerjasama dalam menanggapi larangan mudik Lebaran. Kesediaan puluhan juta orang untuk tidak mudik merupakan sinergi antara masyarakat dan pemerintah menghindari gelombang kedua pandemi Covid-19 di dalam negeri.
Tanggapan sangat positif dari masyarakat atas larangan mudik lebaran tahun ini memang layak diapresiasi. Kendati sudah banyak warga perkotaan disuntik vaksin corona, jutaan orang masih mau menahan diri untuk tidak mudik. Dari perkiraan awal 17 juta orang yang nekad akan melakukan perjalanan mudik – menurut hasil survei Kementerian Perhubungan -- tercatat hanya 1,5 juta orang yang pulang kampung sepanjang periode larangan mudik lebaran. Apresiasi juga layak diberikan kepada semua petugas di lapangan, utamanya jajaran kepolisian, TNI dan polisi pamong praja di semua daerah, yang telah bekerja keras melakukan penyekatan.
Dalam situasi normal, potensi jumlah pemudik bisa mencapai 33 juta orang. Tahun 2019, jumlah pemudik mencapai 23 juta orang. Tahun 2020, saat puasa Ramadan dan lebaran dirayakan di tengah pandemi Covid-19, jumlah pemudik turun drastis, mendekati 99%, dibanding periode libur lebaran 2019.
Catatan jumlah pemudik lebaran 2021 ini tidak hanya menunjukan kemauan masyarakat bekerjasama, tetapi juga menjelaskan dua aspek lainnya. Pertama, masyarakat menyadari bahwa potensi penularan Covid-19 masih tinggi. Gambaran mengerikan di India, serta gelombang kedua Pandemi Covid-19 yang terjadi di sejumlah negara di Asia menjadi acuan banyak orang. Seperti diketahui, Singapura, Malaysia dan beberapa kota di Jepang harus lockdown lagi karena jumlah kasus Covid-19 cenderung meningkat.
Kedua, dengan tidak berlebaran di kampung halaman, warga perkotaan secara tidak langsung menunjukan keinginan mereka melindungi orang tua dan kerabat dari kemungkinan tertular Covid-19 yang mungkin saja dibawa warga perkotaan. Kampung halaman atau desa dengan demikian tetap bersih dari virus corona. Artinya, pilihan tidak mudik oleh belasan atau puluhan juta orang itu menjadi bagian tak terpisah dari upaya bersama memutus rantai penularan Covid-19.
Kini, setelah periode libur lebaran berakhir, kerja sama masyarakat dengan pemerintah -- dalam bentuk ketaatan semua orang pada protokol kesehatan (prokes) -- masih harus dilanjutkan. Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan bersama, perkembangan pandemi Covid-19 pada tingkat global masih memprihatinkan.
Sejumlah negara, termasuk tetangga Indonesia, harus menerapkan lockdown lagi untuk merespons gelombang kedua pandemi Covid-19. Fakta ini harus menjadi faktor pendorong bagi semua elemen masyarakat Indonesia untuk terus bertahan pada posisi waspada. Siapa pun harus konsisten menerapkan Prokes.
Sejumlah fakta dan kecenderungan terkini patut digarisbawahi oleh masyarakat dan pemerintah, agar setiap orang makin paham mengapa waspada Covid-19 menjadi keharusan yang tak bisa ditawar. Mengacu pada tragedi di India, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengingatkan bahwa tahun kedua pandemi atau 2021, menjadi tahun yang lebih mematikan dibanding tahun pertama 2020.
Karena virus corona varian B.1.617 lebih ganas dan menyebabkan begitu banyak kematian di India, WHO menjadikan varian B.1.617 berstatus varian perhatian global atau variant of concern. Hingga jelang pertengahan Mei 2021, varian B.1.617 telah menyebar ke 49 negara. Kalau puluhan negara dimaksud lengah dan tidak konsisten menerapkan Prokes, varian B.1.617 bisa memicu krisis global.