GoTo Siap Go Public, Mitra Driver Senang
loading...
A
A
A
SETELAH melalui penantian lama akhirnya Gojek dan Tokopedia resmi mengumumkan merger alias penggabungan. Merger kedua perusahaan digital karya putra-putri Indonesia itu memang sangat dinantikan publik, terutama kalangan investor pasar modal. Menanggapi merger dua perusahaan internet yang melahirkan nama GoTo itu disambut beragam masyarakat, mulai dari komentar bernada positif hingga bercanda. Wajar saja karena kedua perusahaan yang telah sukses mengambil hati konsumen itu memiliki sekitar 100 juta pengguna aktif bulanan. Hal itu terlihat dari respons saat merger diumumkan di Youtube. Akun Gojek ditonton sebanyak 25.812 kali dan akun Tokopedia sebanyak 29.322 kali, lalu menjadi trending topic Twitter di Indonesia. Lantas apa dampaknya terhadap konsumen dan mitra Gojek pascamerger perusahaan itu?
Euforia menyambut kehadiran GoTo tidak berhenti di media sosial (medsos), gaungnya tak kalah kencang di kalangan investor pasar modal. Sebab telah berembus kabar sebelumnya bahwa Gojek akan menjajal Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah merger dengan Tokopedia. Kabar merger itu menjadi kenyataan dan melahirkan GoTo, sebuah kolaborasi usaha terbesar di Indonesia sekaligus kolaborasi terbesar antara dua perusahaan internet dan layanan media di Asia saat ini. Lalu akankah segera terpenuhi harapan kalangan investor pasar modal untuk mencicipi penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) GoTo?
Rupanya kalangan investor pasar modal mesti bersabar dulu. Mengutip pernyataan Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, pihaknya belum menerima secuil kabar pun seputar pengajuan rencana IPO dari Gojek, Tokopedia atau entitas perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia. Meski demikian manajemen BEI siap selalu menerima dan memproses seluruh permohonan perusahaan yang berencana IPO dan mencatatkan saham di BEI. Untuk urusan IPO, Gede Nyoman Yetna menyatakan hal itu adalah sebuah keputusan perusahaan yang bersifat strategis. Sebelum IPO, manajemen perusahaan harus mempertimbangkan secara matang dan cermat sehingga bisa berjalan lancar.
Sebenarnya IPO GoTo tinggal menunggu waktu alias tak lama lagi. Sayangnya CEO Tokopedia William Tanuwijaya masih merahasiakan waktunya. Yang jelas penjualan saham kepada publik akan diwujudkan pada tahun ini. Sementara itu pendiri dan CEO Gojek Kevin Aluwi mengakui proses IPO masih digodok. Jadi calon investor harap bersabar dulu biar rencana besar itu (melepas saham ke publik) mendapat dukungan dari masyarakat dan seluruh konsumen di Indonesia. Untuk sementara, manajemen fokus dulu menyelesaikan pembentukan GoTo. Pekerjaan rumah terbesar saat ini adalah memastikan kelancaran dan optimalisasi integrasi.
Setelah muncul nama GoTo, apakah juga bakal lahir aplikasi baru sesuai dengan nama perusahaan hasil merger? William Tanuwijaya menjawab tegas tidak ada aplikasi baru, sebab GoTo merupakan perusahaan induk (holding company) bagi Gojek dan Tokopedia. Lini bisnis dari holding company adalah Gojek untuk transportasi, pengiriman barang maupun makanan seperti yang sudah dinikmati selama ini. Lalu Tokopedia tetap fokus pada layanan jual beli online yang sudah berjalan dengan baik. Adapun Gopay konsentrasi pada layanan keuangan. Kabarnya Gopay ini akan mengakuisisi sebuah bank untuk melebarkan sayap bisnisnya. Contoh sederhananya seperti Google dengan Youtube di bawah holding company bernama Alphabet.
Dari kalangan mitra Gojek dalam hal ini driver ojek online (ojol), mereka juga menyambut gembira perkawinan Gojek dan Tokopedia. Alasannya, sebagaimana dikemukakan Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono, merger kedua perusahaan itu tidak akan mengubah layanan Gojek dan tetap fokus pada transportasi, begitu pula Tokopedia tetap sebagai salah satu marketplace terbesar di negeri ini. Jadi keduanya bisa saling melengkapi yang pada akhirnya berdampak positif terhadap mitra. Beda ceritanya ketika muncul rencana merger antara Gojek dan Grab yang ditolak mentah-mentah oleh pengurus Garda. Bahkan CEO GoTo Andre Soelistyo menyebut pendapatan mitra Gojek berpeluang besar meningkat. Sementara konsumen dapat menikmati layanan lebih efisien bila bertransaksi dengan lini bisnis GoTo.
Penggabungan dua perusahaan besar digital itu diyakini berdampak positif terhadap perekonomian digital Indonesia. Ke depan persaingan pasar ekonomi digital dalam negeri akan mengerucut pada tiga pemain besar, yaitu GoTo, Shopee, dan kolaborasi Grab dan Ovo. Terbentuknya tiga konglomerasi perusahaan digital tersebut menambah pekerjaan baru pemerintah untuk membuat aturan bisnis yang jelas dan tegas, agar perusahaan digital berskala kecil tetap punya hak hidup dalam berkompetisi di pasar dalam negeri.
Euforia menyambut kehadiran GoTo tidak berhenti di media sosial (medsos), gaungnya tak kalah kencang di kalangan investor pasar modal. Sebab telah berembus kabar sebelumnya bahwa Gojek akan menjajal Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah merger dengan Tokopedia. Kabar merger itu menjadi kenyataan dan melahirkan GoTo, sebuah kolaborasi usaha terbesar di Indonesia sekaligus kolaborasi terbesar antara dua perusahaan internet dan layanan media di Asia saat ini. Lalu akankah segera terpenuhi harapan kalangan investor pasar modal untuk mencicipi penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) GoTo?
Rupanya kalangan investor pasar modal mesti bersabar dulu. Mengutip pernyataan Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, pihaknya belum menerima secuil kabar pun seputar pengajuan rencana IPO dari Gojek, Tokopedia atau entitas perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia. Meski demikian manajemen BEI siap selalu menerima dan memproses seluruh permohonan perusahaan yang berencana IPO dan mencatatkan saham di BEI. Untuk urusan IPO, Gede Nyoman Yetna menyatakan hal itu adalah sebuah keputusan perusahaan yang bersifat strategis. Sebelum IPO, manajemen perusahaan harus mempertimbangkan secara matang dan cermat sehingga bisa berjalan lancar.
Sebenarnya IPO GoTo tinggal menunggu waktu alias tak lama lagi. Sayangnya CEO Tokopedia William Tanuwijaya masih merahasiakan waktunya. Yang jelas penjualan saham kepada publik akan diwujudkan pada tahun ini. Sementara itu pendiri dan CEO Gojek Kevin Aluwi mengakui proses IPO masih digodok. Jadi calon investor harap bersabar dulu biar rencana besar itu (melepas saham ke publik) mendapat dukungan dari masyarakat dan seluruh konsumen di Indonesia. Untuk sementara, manajemen fokus dulu menyelesaikan pembentukan GoTo. Pekerjaan rumah terbesar saat ini adalah memastikan kelancaran dan optimalisasi integrasi.
Setelah muncul nama GoTo, apakah juga bakal lahir aplikasi baru sesuai dengan nama perusahaan hasil merger? William Tanuwijaya menjawab tegas tidak ada aplikasi baru, sebab GoTo merupakan perusahaan induk (holding company) bagi Gojek dan Tokopedia. Lini bisnis dari holding company adalah Gojek untuk transportasi, pengiriman barang maupun makanan seperti yang sudah dinikmati selama ini. Lalu Tokopedia tetap fokus pada layanan jual beli online yang sudah berjalan dengan baik. Adapun Gopay konsentrasi pada layanan keuangan. Kabarnya Gopay ini akan mengakuisisi sebuah bank untuk melebarkan sayap bisnisnya. Contoh sederhananya seperti Google dengan Youtube di bawah holding company bernama Alphabet.
Dari kalangan mitra Gojek dalam hal ini driver ojek online (ojol), mereka juga menyambut gembira perkawinan Gojek dan Tokopedia. Alasannya, sebagaimana dikemukakan Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono, merger kedua perusahaan itu tidak akan mengubah layanan Gojek dan tetap fokus pada transportasi, begitu pula Tokopedia tetap sebagai salah satu marketplace terbesar di negeri ini. Jadi keduanya bisa saling melengkapi yang pada akhirnya berdampak positif terhadap mitra. Beda ceritanya ketika muncul rencana merger antara Gojek dan Grab yang ditolak mentah-mentah oleh pengurus Garda. Bahkan CEO GoTo Andre Soelistyo menyebut pendapatan mitra Gojek berpeluang besar meningkat. Sementara konsumen dapat menikmati layanan lebih efisien bila bertransaksi dengan lini bisnis GoTo.
Penggabungan dua perusahaan besar digital itu diyakini berdampak positif terhadap perekonomian digital Indonesia. Ke depan persaingan pasar ekonomi digital dalam negeri akan mengerucut pada tiga pemain besar, yaitu GoTo, Shopee, dan kolaborasi Grab dan Ovo. Terbentuknya tiga konglomerasi perusahaan digital tersebut menambah pekerjaan baru pemerintah untuk membuat aturan bisnis yang jelas dan tegas, agar perusahaan digital berskala kecil tetap punya hak hidup dalam berkompetisi di pasar dalam negeri.
(bmm)