Kisah Duka Lasiyem: Sang Putra Dihukum Seumur Hidup dan Jiwanya Terguncang

Selasa, 04 Mei 2021 - 21:18 WIB
loading...
Kisah Duka Lasiyem: Sang Putra Dihukum Seumur Hidup dan Jiwanya Terguncang
Lasiyem (55) bersama sang suami, Kasdi mengisahkan tentang nasib anaknya yang dipenjara. Foto/MPI/Erfan Maaruf
A A A
JAKARTA - Lasiyem (55) terus menyeka air mata yang berlinang di balik kacamatanya. Suara ibunda terpidana kasus narkoba dengan vonis seumur hidup, Agus Nuri itu bergetar saat mengisahkan nasib anak sulungnya.

Tatkala keluarga belum menerima kenyataan bahwa sang putra harus menghabiskan sisa hidup di balik bui, kabar pilu berikutnya datang.

Tahun ini memasuki tahun keenam anaknya mendekam di penjara. Setelah bertahun-tahun menjadi warga binaan di Lapas Kelas IIA Kalianda, Lampung Selatan, dan Lapas Kelas I Rajabasa Bandar Lampung, Agus Nuri (35), pada Oktober 2020 lalu dipindahkan ke Lapas Karanganyar di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Saat itu keluarga sama sekali tidak menerima pemberitahuan tentang pemindahan tersebut. Benar-benar hilang kontak.

Sempat tersiar kabar bahwa sang anak sudah berada di Nusakambangan. Namun tak ada satu pun pihak yang dapat dimintai kepastian. Setelah mencari tahu ke sana kemari, Lasiyem dan suaminya, Kasdi (56) mendatangi Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Bogor. Benar saja, pihak Bapas mengamini bahwa Agus telah dipindahkan ke Nusakambangan.

Sesuai petunjuk dari Bapas Bogor, pihak keluarga berupaya menghubungi Agus Nuri dengan mendaftarkan kartu keluarga (KK) ke Lapas Karanganyar. Namun tidak pernah ada tanggapan.

Untuk datang ke pulau di selatan Jawa Tengah itu keluarga tidak memiliki cukup uang. Pendapatan Lasiyem dan Kasdi sebagai pedagang nasi hanya cukup untuk membiayai hidup sehari-hari. Keduanya berjualan di sebuah kios kecil di Pasar Kemiri, Kota Depok, Jawa Barat. Agus Nuri memiliki empat adik. Baru satu yang sudah berkeluarga. Sisanya masih tinggal bersama orang tua mereka di sebuah rumah kecil di Gang Kedondong, Depok.

Setelah hampir lima bulan tanpa kabar dan tanpa kepastian, suatu hari di bulan Maret 2021, seorang dokter di RSUD Banyumas, Jawa Tengah, menghubungi keluarga.

Dokter itu mengabarkan bahwa Agus Nuri sedang dirawat di sana. Tanpa pikir panjang, Lasiyem, Kasdi dan anak-anak mereka pun berangkat ke sana dengan uang seadanya.

Agus ternyata dirawat di Instalasi Kesehatan Jiwa. Pandangan matanya kosong. Murung. Badannya kurus kering dan sangat kumuh. Dia susah bergerak dan tidak bisa berjalan. Seperti lumpuh. Dokter bilang Agus terdampak gizi buruk.

“Betapa sakitnya hati ini melihat keadaan anak saya seperti itu. Sudah dipenjara seumur hidup meski tidak bersalah, kondisinya pun menjadi begitu menyedihkan. Tapi ke mana saya bisa bersuara. Sakit melebihi rasa sakit apapun,” tutur Lasiyem. Perempuan itu kembali terisak.



Kasdi dibantu Lasiyem, menggendong Agus ke kamar mandi. Berdua mereka memandikan putra satu-satunya layaknya seorang anak kecil. “Sampai badannya benar-benar bersih. Lalu saya pakaikan baju yang bagus,” kenang Kasdi.

Melihat kedatangan orang tua dan adik-adiknya, Agus senangnya bukan main. Dia berangsur-angsur “hidup”. Agus pun mampu menceritakan nestapanya selama di Nusakambangan kepada keluarga. Jatuh sakit tidak ada yang mempedulikan. Tiga bulan tanpa perawatan dan pengobatan hingga kemudian dilarikan ke RSUD Banyumas.

“Alhamdulillah sekarang kakak saya sudah keluar dari rumah sakit dan kini berada di Lapas Kelas II A Purwokerto. Di sana kondisinya cukup diperhatikan. Kejiwaannya pun membaik,” ungkap adik Agus, Anni Kusuma.

Keluarga Yakin Agus Korban Salah Tangkap

Kisah lara Agus Nuri tidak sampai di sini. Sejak 2015 hingga kini, Lasiyem, Kasdi dan anak-anak mereka terus berjuang agar Agus bisa dibebaskan. Pihak keluarga beranggapan pihak berwajib salah tangkap.

Agus divonis seumur hidup di Pengadilan Negeri Kalianda dalam perkara kepemilikan ganja seberat 2,6 ton. Dia didakwa menyediakan tempat untuk menyimpan paket ganja tersebut.

Berbagai cara telah ditempuh oleh Kasdi dan Lasiyem agar putra lajang mereka bisa menghirup udara bebas. Mereka telah mengadu ke LBH Jakarta dan mengirim surat kepada Kapolri, DPR, Menteri Sekretaris Negara hingga mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo.

“Kami rakyat kecil buta hukum. Mohon pejabat berwenang membantu agar anak saya mendapat keadilan seadil-adilnya. Saya ingin merawat sendiri anak saya sampai benar-benar sehat kembali,” tutur Lasiyem.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memberi atensi terhadap kondisi Agus Nuri. Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Rika Apriyanti mengatakan, kondisi Agus Nuri memang sempat memburuk setelah dipindahkan dari Lapas Rajabasa ke Lapas Karanganyar.

“Dia ditempatkan di sel sendiri karena termasuk narapidana kategori risiko tinggi. Karena tidak mau menerima perubahan ini, secara psikologis kejiwaannya sempat terganggu. Termasuk mogok makan. Hal inilah yang membuat AN mengalami gizi buruk,” tutur Rika.

Sekadar diketahui, Lapas Karanganyar adalah salah satu dari tiga lapas kategori super maximum security di Pulau Nusakambangan setelah Lapas Batu dan Lapas Pasir Putih.

Lapas berkapasitas 696 warga binaan ini menampung narapidana kasus narkoba dan terorisme dengan sistem one man one cell. Napi risiko tinggi atau high risk diidentifikasi berpotensi mengatur atau membuat jaringan baru meski berada di penjara.

Kenapa keluarga tidak mendapat kabar tentang pemindahan dan sulit berkomunikasi dengan Agus Nuri? Rika menjelaskan, pemindahan warga binaan bersifat rahasia. Terlebih untuk narapidana kategori high risk seperti Agus.

Dia juga mengungkapkan, Lapas Karanganyar menyediakan layanan video call untuk keluarga dan warga binaan secara berkala. “Tapi AN sering ngamuk bahkan sering melempar petugas dengan kotoran. Dengan kondisi ini, kurang memungkinkan bagi pihak lapas untuk memberi akses komunikasi dengan keluarga,” terang Rika.

Dia menambahkan, pihak Lapas Karanganyar membawa Agus ke RSUD Banyumas ketika melihat kondisinya kian memburuk. Setelah dirawat beberapa hari, saat ini kondisi AN sudah sangat membaik dan bisa diajak berkomunikasi. “Yang jelas, kami melakukan yang terbaik untuk warga binaan. Tak ada penelantaran atau penyiksaan,” ujar Rika.

Mengenai keinginan keluarga agar Agus segera dibebaskan, Rika menegaskan bahwa hal itu bukan ranah Ditjen Pemasyarakatan. “Yang bisa kami lakukan adalah terus membina agar setelah enam bulan, yang bersangkutan bisa pindah ke penjara maximum security kemudian pindah lagi ke medium security. Artinya, semakin membaik,” pungkas Rika.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2326 seconds (0.1#10.140)