Aktivis 98 Menceritakan Kembali Tujuan Reformasi

Jum'at, 22 Mei 2020 - 06:42 WIB
loading...
Aktivis 98 Menceritakan...
Reformasi 1998. Foto/Istimewa
A A A
Reformasi Indonesia sudah berusia 22 tahun. Sepanjang itu pula banyak pihak mempertanyakan apakah tujuan utamanya sudah tercapai atau tidak.

Salah seorang aktivis 1998 Fahri Hamzah mengatakan, keinginan masyarakat itu hidup bernegara dengan menikmati keadilan. Itu tercermin dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945. “Mimpi semua orang Indonesia,” ucapnya dalam diskusi daring bertajuk Makna Reformasi 21 Mei 98-20 di tengah Covid-19: Bersiap Menghadapi New Normal, Kamis 21 Mei 2020 malam.

Waketum Partai Gelora ini menceritakan kenapa masyarakat dan mahasiswa menuntut adanya reformasi kala itu. Menurutnya, karena saat itu kebebasan masyarakat telah hilang dan presiden berkuasa lama sehingga tidak bisa mengontrol orang-orang di lingkarannya.

Ada juga dwifungsi ABRI yang sangat menguasai teritorial karena mereka mengisi jabatan gubernur, bupati, dan wali kota. ABRI saat itu menjadi kekuatan politik. “Kita menolak dwifungsi ABRI,” tuturnya. ( )

Maka, ada mandat mengubah konstitusi dengan membatasi kewenangan dan masa jabatan presiden menjadi hanya dua periode. Indonesia pun akhirnya memilih sebagai negara kesatuan yang menitikberatkan pada otonomi daerah.

Di era reformasi inilah lahir Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Ini sebagai bentuk penghargaan terhadap otonomi desa. Lewat reformasi, kata Fahri, bangsa ini ingin mengakhiri korupsi dalam birokrasi. Caranya, dengan menjalankan demokrasi secara penuh dan birokrasi yang transparan.

Ini dibarengi dengan lahirnya sejumlah institusi negara, seperti Komisi Informasi. Itu lahir lewat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Pejabat negara tidak boleh merasa paling hebat. Jangan ada pejabat negara yang gampang terhina,” tegasnya.

Fahri menyebut hidup pejabat itu seperti hidup dalam aquarium. Ia mengungkapkan salat satu yang belum tercapai dari tuntutan reformasi adalah penegakan supremasi hukum. UUD 1945 pun tak luput dari amandemen. Fahri menyatakan itu 88 persen isinya ketentuan baru. ( )

Pada masa reformasi juga lahir Mahkamah Konstitusi (MK). Ini untuk menjaga agar semua aturan yang diterbitkan tidak melanggar konstitusi. Terakhir, mantan anggota DPR itu mengatakan pemimpin itu seharusnya memahami perubahan-perubahan itu. Negara ini adalah negara demokrasi, transparan, dan terbuka. “Kepemimpinan ini tertatih-tatih membaca jiwa dan arti perubahan,” pungkasnya.
(mhd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2165 seconds (0.1#10.140)