Pilkada Sabu Raijua Diulang, Ini Sosok Dibalik Kekalahan Bupati Terpilih di MK
loading...
A
A
A
TANGERANG - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan hasil Pilkada Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dimenangkan pasangan nomor urut 2 Orient Patriot Riwu Kore dan Thobias Uly Orient Patriot Riwu Kore. Pasalnya, Orient terbukti masih merupakan warga negara (WN) Amerika Serikat (AS).
Dengan demikian, keputusan KPU soal Pilkada Sabu Raijua bernomor : 342/HK.03.1-Kpt.53/20/KPU-Kab/XII/2020 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan umum bupati dan wakil bupati Sabu Raijua 2020 tanggal 6 Desember 2020 dinyatakan batal. Gugatan MK itu salah satunya diajukan oleh Adhitya Nasution, kuasa hukum pemohon yang merupakan pasangan calon nomor urut 01, Nikodemus N Rihi Heke-Yohanis Uly Kale. Adhitya disebut sebagai sosok penting hingga mampu membeberkan fakta-fakta soal Pilkada Sabu Raijua.
Saat diwawancarai, Adhitya pun mengungkap awal keterlibatannya sebagai kuasa hukum Nikodemus N Rihi Heke-Yohanis Uly Kale. Meski sempat menolak pada awalnya, namun dia berubah pikiran setelah mengamati ada hal menarik dalam kasus tersebut. "Waktu itu awalnya saya menolak karena sudah lewat batas waktu, karena seingat saya, rekan saya menghubungi saya setelah beberapa kasus di MK sudah diputusan sela. Setelah saya pelajari, kasusnya ternyata menarik untuk didalami. Dengan dasar itu kemudian saya putuskan untuk menerima kasus Pilkada Sabu Raijua dan membela kepentingan hukum Paslon 01 yaitu Nikodemus dan Johanis," katanya, Rabu (21/4/2021).
Menurut dia, hal yang paling mencolok dan menjadi pembeda dalam Pilkada Sabu Raijua adalah adanya kelalaian KPU dalam memverifikasi paslon yang memiliki kewarganegaraan asing. Hal itu berakibat fatal, karena dampaknya sangat luas terhadap hak yang diberikan pemilih. "Sampai dengan proses pemilihan, hal tersebut tidak pernah terungkap, tentu ini sangat amat berbeda dari perkara pilkada yang telah lalu, yang mana biasanya saya hanya menangani perkara dengan kasus adanya politik uang, mobilisasi PNS dan lain sebagainya," ujarnya.
Dia menyebut, beberapa kasus sengketa pilkada yang pernah ditangani selama ini antara lain Pilkada Kabupaten Pegunungan Bintang. Ketika itu, dia mewakili Spei Bidana dan Piter Kalakmabin selaku pemenang Pilkada yang digugat oleh pasangan incumbent. "Waktu itu menarik juga karena dengan persentase kemenangan kita yang 70% melawan 30%. Pihak incumbent tetap mengajukan gugatan di MK, namun hasilnya dalam putusan sela dinyatakan gugatan atau permohonan tersebut tidak dikabulkan," ungkapnya.
Di samping itu, Adhitya terbiasa pula menangani perkara Tipikor seperti menjadi kuasa hukum dalam tingkat Peninjauan Kembali (PK) mantan anggota DPRD DKI Muhamad Sanusi yang di vonis 10 tahun. Hasilnya, PK dikabulkan sehingga hukuman turun menjadi 7 tahun. "Memang kasus Tipikor paling sering saya tangani," ucapnya.
Adhitya sendiri mengawali karir sebagai Associate Lawyer pada salah satu Lawfirm di Jakarta Pusat 2013. Ketika itu, dia lebih sering ditunjuk sebagai PIC untuk beberapa Corporate Lawyer oleh atasannya. Lalu pada 2016, Adhitya memutuskan berdikari dengan membuka kantor sendiri. "Lebih banyak mengarahkan minat beracara di persidangan, terutama tindak pidana khusus. Meskipun dari beberapa case perdata juga ada," terangnya.
Dia beralasan, motivasinya menjadi lawyer karena sesuai dengan passionnya yang suka dengan hal-hal baru dan tak kaku. Terlebih jika melihat senior-seniornya dibidang hukum yang sudah malang melintang didunia lawyer. "Hal itu semakin memotivasi saya untuk lebih baik lagi dalam pelayanan hukum yang saya berikan," tukasnya.
Dengan demikian, keputusan KPU soal Pilkada Sabu Raijua bernomor : 342/HK.03.1-Kpt.53/20/KPU-Kab/XII/2020 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan umum bupati dan wakil bupati Sabu Raijua 2020 tanggal 6 Desember 2020 dinyatakan batal. Gugatan MK itu salah satunya diajukan oleh Adhitya Nasution, kuasa hukum pemohon yang merupakan pasangan calon nomor urut 01, Nikodemus N Rihi Heke-Yohanis Uly Kale. Adhitya disebut sebagai sosok penting hingga mampu membeberkan fakta-fakta soal Pilkada Sabu Raijua.
Saat diwawancarai, Adhitya pun mengungkap awal keterlibatannya sebagai kuasa hukum Nikodemus N Rihi Heke-Yohanis Uly Kale. Meski sempat menolak pada awalnya, namun dia berubah pikiran setelah mengamati ada hal menarik dalam kasus tersebut. "Waktu itu awalnya saya menolak karena sudah lewat batas waktu, karena seingat saya, rekan saya menghubungi saya setelah beberapa kasus di MK sudah diputusan sela. Setelah saya pelajari, kasusnya ternyata menarik untuk didalami. Dengan dasar itu kemudian saya putuskan untuk menerima kasus Pilkada Sabu Raijua dan membela kepentingan hukum Paslon 01 yaitu Nikodemus dan Johanis," katanya, Rabu (21/4/2021).
Menurut dia, hal yang paling mencolok dan menjadi pembeda dalam Pilkada Sabu Raijua adalah adanya kelalaian KPU dalam memverifikasi paslon yang memiliki kewarganegaraan asing. Hal itu berakibat fatal, karena dampaknya sangat luas terhadap hak yang diberikan pemilih. "Sampai dengan proses pemilihan, hal tersebut tidak pernah terungkap, tentu ini sangat amat berbeda dari perkara pilkada yang telah lalu, yang mana biasanya saya hanya menangani perkara dengan kasus adanya politik uang, mobilisasi PNS dan lain sebagainya," ujarnya.
Dia menyebut, beberapa kasus sengketa pilkada yang pernah ditangani selama ini antara lain Pilkada Kabupaten Pegunungan Bintang. Ketika itu, dia mewakili Spei Bidana dan Piter Kalakmabin selaku pemenang Pilkada yang digugat oleh pasangan incumbent. "Waktu itu menarik juga karena dengan persentase kemenangan kita yang 70% melawan 30%. Pihak incumbent tetap mengajukan gugatan di MK, namun hasilnya dalam putusan sela dinyatakan gugatan atau permohonan tersebut tidak dikabulkan," ungkapnya.
Di samping itu, Adhitya terbiasa pula menangani perkara Tipikor seperti menjadi kuasa hukum dalam tingkat Peninjauan Kembali (PK) mantan anggota DPRD DKI Muhamad Sanusi yang di vonis 10 tahun. Hasilnya, PK dikabulkan sehingga hukuman turun menjadi 7 tahun. "Memang kasus Tipikor paling sering saya tangani," ucapnya.
Adhitya sendiri mengawali karir sebagai Associate Lawyer pada salah satu Lawfirm di Jakarta Pusat 2013. Ketika itu, dia lebih sering ditunjuk sebagai PIC untuk beberapa Corporate Lawyer oleh atasannya. Lalu pada 2016, Adhitya memutuskan berdikari dengan membuka kantor sendiri. "Lebih banyak mengarahkan minat beracara di persidangan, terutama tindak pidana khusus. Meskipun dari beberapa case perdata juga ada," terangnya.
Dia beralasan, motivasinya menjadi lawyer karena sesuai dengan passionnya yang suka dengan hal-hal baru dan tak kaku. Terlebih jika melihat senior-seniornya dibidang hukum yang sudah malang melintang didunia lawyer. "Hal itu semakin memotivasi saya untuk lebih baik lagi dalam pelayanan hukum yang saya berikan," tukasnya.
(cip)