Industri Halal, Ramadan, dan Peluang di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
Addin Jauharudin
Wasekjen Bidang Ekonomi PP GP Ansor, Sekretaris Komite Industri Manufaktur dan Pengembangan Produk Halal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)
BEBERAPA tahun terakhir pemerintah aktif mengembangkan ekonomi syariah, yang dimulai dari sektor keuangan dan berlanjut pada pengembangan sektor riil. Secara umum industri keuangan syariah Indonesia dimotori oleh sektor perbankan. Berdirinya bank umum syariah pertama di Indonesia pada 1992 menjadi tonggak perkembangan ekonomi syariah. Kemudian berkembang menjalar ke sektor riil, dalam hal ini industri produk halal.
Sejak 2014 pemerintah mengeluarkan berbagai upaya melalui kerangka hukum untuk pengembangan industri produk halal dalam negeri, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal. Pada undang-undang tersebut dijelaskan bahwa dengan adanya jaminan produk halal maka pelaku usaha dapat meningkatkan nilai tambah untuk memproduksi dan menjual produk halalnya. Selain itu, JPH meningkatkan daya saing produk di global market sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.
Indonesia bahkan memiliki BPJPH (Badan Penyelenggara Penjaminan Produk Halal). Upaya itu demi menangkap peluang pasar domestik maupun internasional. Pertumbuhan penduduk muslim yang pesat secara linier memengaruhi pertumbuhan permintaan akan produk halal.
Indonesia merupakan pasar potensial bagi tumbuh kembangnya ekonomi syariah. Penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 271.349.889 juta jiwa dan sekitar 87% memeluk agama Islam. Di lihat dari pendapatan pada umumnya masyarakat muslim Indonesia berada pada middle class—berpotensi terus meningkat. Dengan demikian, potensi industri halal di Indonesia.
Sementara untuk tataran global, Pew Research Center’s Forum on Religion and Public Life memproyeksikan total penduduk muslim dunia akan meningkat dari 1,6 miliar jiwa pada 2010 menjadi 2,2 jiwa pada 2030. Hal ini tentu akan menjadi mesin pendorong tersendiri bagi industri produk halal. Sementara muslim dunia diproyeksikan pada 2025, penduduk muslim 30% dari populasi.
Permintaan produk halal meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan produk makanan halal di kawasan Asia seperti di Jepang, misalnya, juga meningkat signifikan. Begitu juga dengan produk halal lainnya, misalnya, permintaan produk kosmetik di kalangan wanita muslim meningkat dengan signifikan. Pada 2014 permintaan produk kosmetik halal dunia adalah sebanyak USD54 miliar dan diprediksi meningkat sebesar USD80 miliar pada 2020. Potensi perkembangan industri halal Indonesia dibuktikan dengan kesadaran masyarakat muslim Indonesia terhadap konsumsi barang dan jasa halal domestik yang mencapai USD218,8.
Khusus sektor makanan dan minuman halal, saat ini telah menjadi sektor dengan potensi terbesar di Indonesia. Pada 2017, belanja produk makanan dan minuman halal Indonesia mencapai USD170,2 miliar. Di sisi lain, jumlah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) (sektor riil) pun meningkat menjadi 62 juta. Dengan demikian, tak heran jika gross domestic product (GDP) Indonesia diproyeksikan masuk lima besar di dunia dalam beberapa tahun ke depan.
Sekali lagi, industri halal merupakan sektor yang potensial, bahkan, dapat berkontribusi sekitar USD3,3 miliar dari ekspor Indonesia ke negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), sekaligus negara-negara non-OKI dengan jumlah penduduk muslim jutaan, seperti Prancis dan Inggris. Permintaan produk halal di pasar Eropa yang meningkat 15% per tahun sejak 2003, yang saat itu nilainya mencapai 15 miliar euro.
Pada momentum Ramadan dan Idulfitri, pelaku UMKM halal harus mampu memanfaatkan peluang-peluang itu. Apalagi, pada saat bulan puasa kenaikan produksi makanan dan minuman hingga 30% dibandingkan bulan-bulan lainnya. Berkaca pada 2016, industri makanan dan minuman pada Ramadan mampu menghasilkan nilai penjualan sekitar Rp1.400 triliun. Bank Indonesia pun mencatat perputaran uang saat Ramadan dan Idulfitri bisa mencapai Rp217 triliun.
Apalagi, di tengah pandemi ini industri halal semakin dipercaya karena tidak mengandung bahan-bahan yang membahayakan tubuh yang notabene baik untuk kesehatan. Seperti diketahui, Covid-19 memaksa kita semua untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan-makanan sehat.
Namun, permasalahannya dari sekitar 62 juta UMKM, hanya sebagian kecil yang telah memperoleh sertifikat halal. Sertifikat ini menjadi persoalan utama bagi para pelaku industri makanan dan minuman di dalam negeri.
Bank Indonesia menyebut, tahun ini akan membantu UMKM mendapatkan sertifikat halal. Total anggarannya mencapai Rp5 miliar per tahun yang mencakup segmen industri, makanan, obat-obatan, dan kosmetik.
Dalam hal permodalan, pemerintah telah memiliki roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia (RP2SI) 2020-2025. RP2SI merupakan dokumen yang sangat penting dan strategis sebagai arah dan acuan pengembangan jangka pendek maupun pengembangan struktural perbankan syariah Indonesia menuju cita-cita menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan syariah di dunia.
Melalui pembentukan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), pemerintah juga mendukung dan mendorong pelaku UMKM berkomitmen untuk mengembangkan UMKM dengan penyaluran pembiayaan untuk menambah modal, memfasilitasi pengusaha UMKM agar bisa menjual secara online melalui kerja sama dengan e-commerce; dan bersama-sama dengan Kemenparekraf melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan UMKM. Hingga Desember 2020, penyaluran pembiayaan BSI di sektor UMKM capai Rp14,4 triliun dengan Rp194,1 miliar di antaranya disalurkan ke sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Di tengah pandemi, OJK merilis, pembiayaan di bank syariah justru meningkat sekitar 9%. Ini bisa lebih dipacu mengingat jumlah umat muslim di Indonesia—termasuk ekosistem pesantren di dalamnya.
Lalu, melalui penguatan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), pemerintah menetapkan empat arah kebijakan program, yaitu pengembangan pasar industri halal di dalam dan luar negeri, pengembangan industri keuangan syariah nasional, investasi bersahabat yang melibatkan pengusaha daerah, dan pengembangan ekonomi syariah dari pedesaan secara berkelanjutan ini diharapkan dapat meningkatkan kemitraan antarpengusaha. MES yang dinakhodai oleh Erick Thohir yang juga Menteri BUMN diharapkan mampu memperkuat industri halal di Indonesia, terlebih di momentum Ramadan dan Idulfitri ini.
Rencananya, MES dalam waktu dekat akan membuat program festival produk halal Nusantara, pengembangan sistem jaminan produk halal, sosialisasi, dan edukasi sertifikasi halal.
Wasekjen Bidang Ekonomi PP GP Ansor, Sekretaris Komite Industri Manufaktur dan Pengembangan Produk Halal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)
BEBERAPA tahun terakhir pemerintah aktif mengembangkan ekonomi syariah, yang dimulai dari sektor keuangan dan berlanjut pada pengembangan sektor riil. Secara umum industri keuangan syariah Indonesia dimotori oleh sektor perbankan. Berdirinya bank umum syariah pertama di Indonesia pada 1992 menjadi tonggak perkembangan ekonomi syariah. Kemudian berkembang menjalar ke sektor riil, dalam hal ini industri produk halal.
Sejak 2014 pemerintah mengeluarkan berbagai upaya melalui kerangka hukum untuk pengembangan industri produk halal dalam negeri, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal. Pada undang-undang tersebut dijelaskan bahwa dengan adanya jaminan produk halal maka pelaku usaha dapat meningkatkan nilai tambah untuk memproduksi dan menjual produk halalnya. Selain itu, JPH meningkatkan daya saing produk di global market sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.
Indonesia bahkan memiliki BPJPH (Badan Penyelenggara Penjaminan Produk Halal). Upaya itu demi menangkap peluang pasar domestik maupun internasional. Pertumbuhan penduduk muslim yang pesat secara linier memengaruhi pertumbuhan permintaan akan produk halal.
Indonesia merupakan pasar potensial bagi tumbuh kembangnya ekonomi syariah. Penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 271.349.889 juta jiwa dan sekitar 87% memeluk agama Islam. Di lihat dari pendapatan pada umumnya masyarakat muslim Indonesia berada pada middle class—berpotensi terus meningkat. Dengan demikian, potensi industri halal di Indonesia.
Sementara untuk tataran global, Pew Research Center’s Forum on Religion and Public Life memproyeksikan total penduduk muslim dunia akan meningkat dari 1,6 miliar jiwa pada 2010 menjadi 2,2 jiwa pada 2030. Hal ini tentu akan menjadi mesin pendorong tersendiri bagi industri produk halal. Sementara muslim dunia diproyeksikan pada 2025, penduduk muslim 30% dari populasi.
Permintaan produk halal meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan produk makanan halal di kawasan Asia seperti di Jepang, misalnya, juga meningkat signifikan. Begitu juga dengan produk halal lainnya, misalnya, permintaan produk kosmetik di kalangan wanita muslim meningkat dengan signifikan. Pada 2014 permintaan produk kosmetik halal dunia adalah sebanyak USD54 miliar dan diprediksi meningkat sebesar USD80 miliar pada 2020. Potensi perkembangan industri halal Indonesia dibuktikan dengan kesadaran masyarakat muslim Indonesia terhadap konsumsi barang dan jasa halal domestik yang mencapai USD218,8.
Khusus sektor makanan dan minuman halal, saat ini telah menjadi sektor dengan potensi terbesar di Indonesia. Pada 2017, belanja produk makanan dan minuman halal Indonesia mencapai USD170,2 miliar. Di sisi lain, jumlah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) (sektor riil) pun meningkat menjadi 62 juta. Dengan demikian, tak heran jika gross domestic product (GDP) Indonesia diproyeksikan masuk lima besar di dunia dalam beberapa tahun ke depan.
Sekali lagi, industri halal merupakan sektor yang potensial, bahkan, dapat berkontribusi sekitar USD3,3 miliar dari ekspor Indonesia ke negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), sekaligus negara-negara non-OKI dengan jumlah penduduk muslim jutaan, seperti Prancis dan Inggris. Permintaan produk halal di pasar Eropa yang meningkat 15% per tahun sejak 2003, yang saat itu nilainya mencapai 15 miliar euro.
Pada momentum Ramadan dan Idulfitri, pelaku UMKM halal harus mampu memanfaatkan peluang-peluang itu. Apalagi, pada saat bulan puasa kenaikan produksi makanan dan minuman hingga 30% dibandingkan bulan-bulan lainnya. Berkaca pada 2016, industri makanan dan minuman pada Ramadan mampu menghasilkan nilai penjualan sekitar Rp1.400 triliun. Bank Indonesia pun mencatat perputaran uang saat Ramadan dan Idulfitri bisa mencapai Rp217 triliun.
Apalagi, di tengah pandemi ini industri halal semakin dipercaya karena tidak mengandung bahan-bahan yang membahayakan tubuh yang notabene baik untuk kesehatan. Seperti diketahui, Covid-19 memaksa kita semua untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan-makanan sehat.
Namun, permasalahannya dari sekitar 62 juta UMKM, hanya sebagian kecil yang telah memperoleh sertifikat halal. Sertifikat ini menjadi persoalan utama bagi para pelaku industri makanan dan minuman di dalam negeri.
Bank Indonesia menyebut, tahun ini akan membantu UMKM mendapatkan sertifikat halal. Total anggarannya mencapai Rp5 miliar per tahun yang mencakup segmen industri, makanan, obat-obatan, dan kosmetik.
Dalam hal permodalan, pemerintah telah memiliki roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia (RP2SI) 2020-2025. RP2SI merupakan dokumen yang sangat penting dan strategis sebagai arah dan acuan pengembangan jangka pendek maupun pengembangan struktural perbankan syariah Indonesia menuju cita-cita menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan syariah di dunia.
Melalui pembentukan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), pemerintah juga mendukung dan mendorong pelaku UMKM berkomitmen untuk mengembangkan UMKM dengan penyaluran pembiayaan untuk menambah modal, memfasilitasi pengusaha UMKM agar bisa menjual secara online melalui kerja sama dengan e-commerce; dan bersama-sama dengan Kemenparekraf melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan UMKM. Hingga Desember 2020, penyaluran pembiayaan BSI di sektor UMKM capai Rp14,4 triliun dengan Rp194,1 miliar di antaranya disalurkan ke sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Di tengah pandemi, OJK merilis, pembiayaan di bank syariah justru meningkat sekitar 9%. Ini bisa lebih dipacu mengingat jumlah umat muslim di Indonesia—termasuk ekosistem pesantren di dalamnya.
Lalu, melalui penguatan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), pemerintah menetapkan empat arah kebijakan program, yaitu pengembangan pasar industri halal di dalam dan luar negeri, pengembangan industri keuangan syariah nasional, investasi bersahabat yang melibatkan pengusaha daerah, dan pengembangan ekonomi syariah dari pedesaan secara berkelanjutan ini diharapkan dapat meningkatkan kemitraan antarpengusaha. MES yang dinakhodai oleh Erick Thohir yang juga Menteri BUMN diharapkan mampu memperkuat industri halal di Indonesia, terlebih di momentum Ramadan dan Idulfitri ini.
Rencananya, MES dalam waktu dekat akan membuat program festival produk halal Nusantara, pengembangan sistem jaminan produk halal, sosialisasi, dan edukasi sertifikasi halal.
(bmm)