Penjelasan KPK Terkait Kuota Bansos untuk Politikus PAN Yandri Susanto

Selasa, 30 Maret 2021 - 21:15 WIB
loading...
Penjelasan KPK Terkait Kuota Bansos untuk Politikus PAN Yandri Susanto
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik penerimaan kuota bantuan sosial (bansos) Covid-19 kepada Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik penerimaan kuota bantuan sosial (bansos) Covid-19 kepada Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto. Yandri diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap Pengadaan Bantuan Sosial Untuk Wilayah Jabodetabek Tahun 2020.



Dari informasi yang dihimpun, Yandri diduga menerima jatah pengadaan bansos bahan pokok sebanyak empat kali dengan total 100 paket melalui Perusahaan PT Total Abadi Solusindo. Ditaksir, setiap paket itu bernilai Rp300 ribu dan jika dijumlahkan menjadi Rp 27,1 Miliar.

Saat dikonfirmasi hal tersebut, Yandri menampik. Dan menyuruh awak media menanyakan langsung kepada penyidik KPK. "Pertanyaan tadi saya sampaikan ke penyidik. Silakan tanya ke penyidik," kata Yandri.

Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara (JPB) sebagai tersangka penerima suap. Juliari Batubara diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi Covid-19.

Selain Juliari Batubara, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Empat tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) COVID-19 di Kemensos .

Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke.

Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1861 seconds (0.1#10.140)